”Baiat yang digunakan dalam sebuah organisasi, meski bentuknya untuk mengikat janji tetapi sangat berpotensi menguatkan fanatisme kelompok yang tetap dilarang dalam Islam.”
Oleh. Sartinah
(Tim Penulis Inti NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Hidup di zaman modern saat ini, membuat banyak orang merasa asing dengan istilah-istilah syariat. Salah satunya adalah istilah baiat. Hingga saat ini, masih banyak orang yang belum pernah mendengar istilah tersebut, apalagi memahami maknanya. Wajar saja terjadi demikian. Sebab, kita hidup di tengah sistem yang jauh dari tuntunan Islam, sehingga istilah baiat menjadi asing di telinga masyarakat.
Padahal, baiat dan istilah-istilah syariat lainnya sudah digunakan sejak lama, bahkan sejak diutusnya Rasulullah saw. sebagai pembawa risalah Islam. Beberapa waktu lalu, baiat kembali menjadi topik pembicaraan di media setelah seorang ustaz disebut telah berbaiat dengan salah satu ormas besar di negeri ini. Cerita yang disebut sebagai pembaiatan tersebut, akhirnya memicu banyak respons di tengah masyarakat. Ada yang sepakat, tetapi ada pula yang menolak.
Lantas, apa sebenarnya baiat itu? Bolehkah istilah baiat digunakan untuk berikrar setia pada kelompok atau organisasi tertentu?
Makna Baiat
Secara dasar, baiat berasal dari kata ba'a-yabi'u, yang berarti menukar harta dengan harta atau bahasa mudahnya adalah jual beli (Al-Misbah, 4/222). Sedangkan makna baiat secara bahasa adalah bertransaksi untuk menaati. Hal ini berdasarkan perkataan Imam Al-Qurthubi, dalam Dzakhirul 'Aqabi) (32/201), "Baiat diambil dari kata bai' (jual beli). Hal ini karena berbaiat kepada pemimpin itu artinya ia harus siap membela pemimpin tersebut dengan diri dan hartanya. Maka seakan-akan dengan ini dia telah menukar hartanya."
Sedangkan pengertian baiat secara istilah, salah satunya dapat dikutip dari perkataan Ibnu Khaldun rahimahullah. Beliau berkata: "Baiat adalah janji untuk taat. Seolah orang yang berbaiat itu berjanji kepada pemimpinnya untuk menyerahkan kepadanya segala kebijakan terkait urusan dirinya dan kaum muslim, tanpa sedikit pun berusaha untuk menentangnya. Serta menaati perintah pimpinan yang dibebankan kepadanya, baik ia suka ataupun tidak." (Al-Muqaddimah, hal. 209)
Namun, jika merujuk pada pengertian atau makna baiat secara syariat, maka dapat diartikan sebagai suatu perjanjian atau akad yang terjadi antara umat dengan khalifah (pemimpin kaum muslim secara keseluruhan) dan di bawah naungan kepemimpinan Islam secara menyeluruh. Salah satu rujukan yang berkaitan dengan makna baiat secara syariat dapat dilihat dalam hadis riwayat Muslim, yang berbunyi: "Barang siapa yang mati padahal di lehernya tidak ada baiat (kepada imam/khalifah), maka matinya adalah mati secara jahiliah."
Sejarah Awal Baiat
Bagi siapa pun yang pernah membaca kitab-kitab sirah nabawiah, maka akan mengetahui bahwa Rasulullah saw. pernah melakukan baiat terhadap para sahabatnya. Misalnya saja saat Rasul saw. masih berada di periode dakwah Makkah. Pada periode tersebut, terdapat dua peristiwa baiat yang dilakukan oleh Rasul, yakni Baiat Aqabah I dan II.
Baiat tersebut terjadi pada tahun 621 dan 622 M di sebuah bukit yang terletak 5 kilometer dari Makkah, bernama Aqabah. Dalam peristiwa tersebut, para sahabat dari kalangan Anshar mengikrarkan beberapa janji kepada Nabi Muhammad saw. Di antara isi dari ikrar tersebut adalah mereka siap membela Nabi saw. dengan harta dan nyawa ketika beliau telah berada di Madinah.
Saat itu, Rasulullah saw. bersabda dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah:
تبايعوني على السمع والطاعة في النشاط والكسل وعلى النفقة في العسر واليسر وعلى الأمر بالمعروف والنهي عن المنكر وعلى أن تقولوا في الله لا يأخذكم في الله لومة لائم وعلى أن تنصروني إذا قدمت عليكم وتمنعوني ما تمنعون منه أنفسكم وأزواجكم وأبناءكم فلكم الجنة
Artinya: "Kalian berbaiat kepadaku untuk mendengar dan taat, baik ketika sedang semangat ataupun selagi malas. Untuk memberi nafkah baik ketika sedang sulit maupun sedang longgar, untuk selalu amar makruf nahi mungkar, menyatakan kebenaran syariat Allah tanpa takut dengan celaan apa pun. Dan baiat untuk membelaku jika aku datang ke negeri kalian, dan melindungiku sebagaimana kalian melindungi diri kalian, istri kalian, dan anak kalian, sehingga kalian mendapat surga."
Dari hadis tersebut membuktikan bahwa istilah baiat sudah digunakan sejak Rasul saw. mendakwahkan Islam 13 abad yang lalu, yakni ketika kaum muslim hendak mengangkat pemimpin. Namun, pemimpin yang dimaksud bukanlah seperti presiden atau perdana menteri, apalagi digunakan sebagai ikrar atau janji setia terhadap satu kelompok atau organisasi tertentu. Baiat hanya digunakan untuk mengangkat pemimpin yang mengatur urusan umat dan menerapkan syariat Islam secara kaffah dalam seluruh aspek kehidupan.
Menempatkan Baiat yang Tepat
Sepanjang perjalanan kejayaan Islam di masa lalu, kaum muslim selalu menggunakan metode baiat untuk mengangkat pemimpin. Bahkan, saat kelemahan mulai melingkupi kekhilafahan, baiat tetap digunakan. Pada intinya, baiat merupakan metode baku dalam mengangkat pemimpin, sebagaimana yang pernah diucapkan oleh Syekh Wahbah Zuhaili rahimahullah, dalam Fiqh Islam wa Adilatuhu (8/6168):
قد أجمع المسلمون … على أن تعيين الخليفة يتم بالبيعة
Artinya: "Telah bersepakat kaum muslimin bahwa diangkatnya khalifah adalah lewat proses baiat."
Lantas, bagaimana jika kata baiat digunakan untuk berikrar janji setia kepada kelompok atau ormas tertentu, apakah hal itu dibolehkah?
Terkait hal tersebut, maka penjelasannya dapat dibagi menjadi dua:
Pertama, jika suatu kelompok atau organisasi melakukan baiat dengan tujuan sebagaimana penjelasan makna baiat di atas, maka hal ini adalah sebuah kesesatan.
Kedua, jika baiat yang dilakukan hanya mengambil sumpah setia atau komitmen sebagai anggota, maka baiat tersebut hanyalah kata "pinjaman" semata dan bukan baiat dalam arti yang sebenarnya.
Terkait dengan baiat sebagai kata "pinjaman" untuk berikrar setia pada suatu kelompok, maka hal ini pun masih terjadi perbedaan pendapat. Ada ulama yang membolehkan, tetapi sebagian lainnya tetap berpendapat tidak boleh. Ulama yang melarang tetap berpedoman pada hadis-hadis di atas. Pasalnya, meski bentuknya untuk mengikat janji, tetapi sangat berpotensi menguatkan fanatisme kelompok yang tetap dilarang dalam Islam. Dikhawatirkan dakwah yang dilakukannya bukan lagi menyeru untuk Islam, tetapi lebih mengajak taashub (fanatik) pada kelompoknya.
Sementara itu, ulama yang membolehkan didasarkan pada pendapat bahwa baiat tersebut hanyalah janji setia yang sangat dibutuhkan untuk membangun tanggung jawab di antara para anggota secara bersama-sama.
Khatimah
Sudah seharusnya umat Islam menempatkan istilah baiat pada tempatnya, yakni sebagai akad antara umat dengan khalifah, bukan yang lain. Dalam konteks organisasi misalnya, sebaiknya istilah baiat diganti dengan qasam (sumpah). Hal ini dilakukan demi menghindari kekacauan pemahaman umat dan menjadi pembeda antara baiat terhadap seorang khalifah atau imam, dengan perjanjian seseorang dengan organisasi atau kelompok tertentu.
Wallahu a'lam bish shawab[]
Sebagian istilah dalam Islam yang berbahaya arab kerap dijadikan plesetan untuk aktivitas yang tidak tepat. Seharusnya muslim berhati-hati karena penggunaan yang tidak tepat dapat membuat pemahaman masyarakat jadi salah.
Dulu pertama kali kenal kajian Islam, ada organisasi yang meminta anggotanya melakukan baiat. Setelah paham bahwa baiat ada pengertiannya syar'inya jadi tahu, bahwa dulu salah. Hehe
Memang benar, istilah baiat masih terasa asing ketika tidak mempelajari Islam secara menyeluruh. Apalagi jika ditambah tidak terbukanya pemikiran masyarakat. Sehingga kemungkinan menimbulkan fanatisme golongan menjadi terbuka lebar.
Baiat yg sesungguhnya ketika umat mengangkat Khalifah atau Imam bagi sluruh umat manusia. Lalu menerapkan Islam Kaffah. Selain dari pada itu bukan baiat.
Alhamdulillah.. mendapat penjelasan mengenai makna baiat yang sebenarnya.. Jazakillah Mbak Sartinah..
Alhamdulillah sama-sama, mbak R. Bilhaq. Saya pun juga dapat ilmu dari menulis.
Kesalahan dalam memahami istilah syariat terjadi karena kurangnya pemahaman umat Islam terhadap agamanya sendiri. Ini merupakan akibat dari dijauhkannya umat dari tsaqafah Islam oleh musuh-musuh Islam.
Benar, Bu. Ya, beginilah nasib kaum muslim tanpa junnah.