"Konsep pengentasan kemiskinan ala kapitalisme liberal selamanya tidak akan pernah berhasil, apalagi berilusi menjadikannya nol persen. Sebab, solusi yang diberikan tidak pernah menyentuh akar masalahnya, malah hanya akan menimbulkan masalah baru yang menyebabkan kemiskinan justru semakin parah."
Oleh. Ummu Farizahrie
(Kontributor NarasiPost.Com dan Pegiat Literasi dan Dakwah)
NarasiPost.Com-Sebelum mengakhiri masa jabatannya di tahun 2024, Presiden Joko Widodo mencanangkan pengentasan kemiskinan ekstrem hingga nol persen. Rencana ini disampaikannya dalam Rapat Kerja Nasional (Rakernas) III PDI-P di Jakarta Selatan pada Selasa, 6 Juni 2023. Sekalipun kedengarannya sangat ambisius, tetapi Bapak Jokowi berpendapat hal itu dapat dicapai dengan kerja keras mati-matian.
Pencanangan ini menyesuaikan dengan target Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) yang disusun oleh PBB. Program ini menargetkan pengentasan kemiskinan ekstrem bagi semua orang yang saat ini memiliki pendapatan kurang dari $1,25 AS/hari pada tahun 2030.
Menurut peneliti SDGs Center, Universitas Padjadjaran, Bandung, Profesor Arief Anshory Yusuf, pemerintah tidak akan mudah menurunkan angka kemiskinan sebesar satu persen saja dalam waktu setahun. Sementara berdasarkan data BPS (Badan Pusat Statistik) angka miskin ekstrem masih berada di angka 2,04 persen pada Maret 2022. Hal ini disebabkan sulitnya mengidentifikasi target sasaran program. Apalagi realitas masih banyaknya penduduk miskin di negeri ini kontradiktif dengan target pemerintah tersebut. (VOAIndonesia.com, 10/6/2023)
Seseorang dikategorikan mengalami kemiskinan ekstrem bila biaya kebutuhan harian/kemampuan daya belinya setara dengan $1,9 AS purchasing power parity (PPP). PPP ini ditentukan dengan menggunakan aturan kemiskinan absolut atau absolute poverty measure yang konsisten antarnegara dan antarwaktu. Sedangkan menurut BPS pada tahun 2021, seseorang tergolong miskin ekstrem apabila pengeluarannya berada di bawah Rp10.739/orang/hari atau Rp322.170/orang/bulan.
Seperti telah kita ketahui bersama, bahwa angka kemiskinan di negeri ini masih sangat tinggi, terlebih pascapandemi Covid-19 yang menyebabkan ribuan orang kehilangan pekerjaan akibat PHK massal. Di samping itu, masyarakat yang masih bekerja pun hanya mendapatkan upah/gaji yang kecil, sehingga tidak mampu memenuhi kebutuhan pokoknya. Belum lagi biaya hidup yang kian membengkak dengan naiknya harga bahan kebutuhan pokok, pendidikan, dan kesehatan. Akibatnya, penduduk yang terkategori miskin semakin bertambah.
Kemiskinan di negeri ini sudah berlangsung sangat lama dan menjadi problem sistemis. Ini terjadi bukan semata karena rakyat yang malas bekerja atau berpendidikan rendah. Tetapi lebih dari itu, masyarakat tidak mampu mengakses ekonomi lebih luas untuk memenuhi kebutuhan pokok yang dibutuhkan dalam menjalani kehidupannya.
Ideologi kapitalisme memiliki sistem ekonomi yang menjadikan kemiskinan ini bersifat struktural. Bagaimana tidak, sistem ini menjadikan setiap orang yang memiliki modal besar bebas memiliki dan menguasai apa pun. Tidak peduli itu sumber daya alam yang semestinya diperuntukkan bagi hajat hidup rakyat.
Sudah umum diketahui bahwa negeri ini memiliki sumber daya alam (SDA) dan sumber daya manusia (SDM) yang melimpah. Harta kekayaan ini bernilai fantastis bahkan dari satu jenis saja. Sebutlah emas di Freeport yang sudah puluhan tahun dikuasai asing memiliki potensi sebesar 1,8 juta ons pada 2023. Sementara potensi bahan tambang negeri ini bukan hanya emas, ada pula batu bara, nikel, bauksit, minyak bumi, dan lain sebagainya.
Namun akibat diliberalisasi, berbagai hasil tambang tersebut justru lebih banyak dikuasai para kapitalis asing/swasta. Alhasil, negara hanya mendapat sedikit dari sisa-sisa yang ditinggalkan para korporat rakus itu. Ujung-ujungnya, negara tak mampu membiayai kebutuhan hidup rakyatnya.
Tidak hanya soal penguasaan SDA oleh swasta dan asing, kemiskinan ekstrem juga disebabkan oleh para pekerja dengan upah yang sangat minim. Akibatnya, sekalipun sudah bekerja sangat keras mereka tetap tidak mampu membiayai seluruh kebutuhan hidupnya.
Harga kebutuhan pokok melambung karena biaya produksi pertanian/peternakan yang tinggi. Sebab, pakan, pupuk, bibit, peralatan yang akan digunakan oleh petani semuanya diproduksi oleh swasta yang sudah pasti lebih mementingkan untuk meraup keuntungan yang sangat besar. Belum lagi, adanya mafia penimbun barang yang menyebabkan langka dan mahalnya bahan-bahan kebutuhan dan kebijakan impor yang membuat petani semakin menjerit.
Di sisi lain pengangguran juga pasti akan menyumbang angka kemiskinan ekstrem. Lapangan kerja yang sulit didapat karena kurangnya pendidikan dan keterampilan. Kapitalisasi pendidikan membuat biaya sekolah mahal, sehingga menjadikan anak-anak negeri kesulitan dalam mengakses pendidikan yang layak. Sementara itu, negara justru membuka lapangan kerja seluas-luasnya untuk tenaga kerja asing menjadi buruh kasar dengan gaji fantastis di proyek-proyek ambisius pemerintah.
Lalu apa yang dilakukan negara untuk mengatasi semua problematik ini? Tidak lain hanya solusi tambal sulam berupa pemberian bantuan sosial yang bersifat sementara dan seringnya salah sasaran. Padahal, rakyat membutuhkan solusi menyeluruh untuk mengatasi kemelaratan hidup mereka dengan memanfaatkan sumber daya alam negeri ini yang amat kaya.
Konsep pengentasan kemiskinan ala kapitalisme liberal selamanya tidak akan pernah berhasil, apalagi berilusi menjadikannya nol persen. Sebab, solusi yang diberikan tidak pernah menyentuh akar masalahnya, malah hanya akan menimbulkan masalah baru yang menyebabkan kemiskinan justru semakin parah.
Solusi tuntas itu hanya akan didapatkan dalam sistem Islam. Karena hanya Islamlah satu-satunya ideologi yang memiliki konsep kepemilikan harta yang jelas dan berkeadilan. Harta kepemilikan akan dipisahkan menjadi 3, yaitu: kepemilikan umum, negara, dan individu. Sumber daya alam seperti barang tambang, hutan, laut, sungai beserta seluruh isinya selamanya akan menjadi milik umat yang pengelolaannya diserahkan kepada negara. Hasilnya akan dikembalikan kepada rakyat untuk memenuhi kebutuhan pokok masyarakat yaitu pendidikan, kesehatan, dan keamanan.
Adapun kepemilikan tanah bisa dimiliki oleh individu atau negara. Tanah yang telantar selama 3 tahun akan diambil oleh negara untuk diolah menjadi lahan pertanian/peternakan ataupun membangun industri strategis dalam mendukung pemenuhan kebutuhan hidup masyarakat. Atau bisa juga tanah tersebut diberikan secara gratis kepada rakyat untuk dimanfaatkan dan dikelola. Dengan demikian negara secara tak langsung membuka lapangan kerja untuk rakyat.
Seperti sabda Rasulullah saw., "Siapa saja yang telah menghidupkan sebidang tanah mati maka tanah itu miliknya." (HR. Bukhari)
Selain dari SDA negara Islam memiliki pemasukan yang bersifat tetap melalui jizyah, fai, khumus, kharaj, ganimah dan lain-lain yang membuatnya mampu mengurus sendiri seluruh kebutuhan hidup rakyatnya tanpa harus menggadaikan kedaulatan negara dengan berutang kepada asing. Dengan harta itu pula, negara mampu membangun infrastruktur yang sangat baik untuk mendukung pelayanan kepada umat serta pemerataan ekonomi di seluruh negeri.
Di samping itu, negara akan membuka lapangan kerja seluas-luasnya dan mewajibkan seluruh laki-laki dewasa bekerja untuk memenuhi nafkah keluarganya. Negara bahkan akan mengeluarkan kebijakan berupa sistem sanksi yaitu takzir bagi laki-laki dewasa yang enggan bekerja. Semua dilakukan negara untuk memastikan terpenuhinya kebutuhan pokok individu rakyat.
Negara juga akan menjalankan sistem ekonomi Islam dalam sektor riil dan menjauhi riba. Dengan demikian, uang tidak hanya beredar di kalangan orang-orang kaya saja, tetapi juga pada seluruh lapisan masyarakat, yang artinya Islam menjamin pendistribusian harta sehingga jauh dari ketimpangan sosial dan ekonomi.
Dengan konsep yang demikian maka pengentasan kemiskinan bukanlah sebuah ilusi, namun kenyataan yang sangat bisa diwujudkan di tengah-tengah masyarakat. Rakyat akan hidup sejahtera dengan pe-ri'ayah-an (pengurusan) seorang pemimpin yang menjalankan hukum syarak karena ketakwaannya kepada Allah Swt..
Wallahu a'lam bish shawwab.[]
saat ini umat banyak didera dengan berbagai permasalahan, namun banyak yang tak sadar, bahwa sistem kapitalisme inilah akar permasalahan yang sesungguhnya..
Negeri ini butuh perubahan mendasar dan komprehensif. Problem yg hadir itu saling berkaitan satu dengan yg lainnya. Dan Islam telah terbukti mampu menyelesaikan semua itu. So, realitas daulah tegak 14 abad umat sejahtera, aman serta damai.
Kemiskinan adalah masalah sistematis yang hanya bisa diselesaikan dengan perubahan sistem. Dalam sistem sekuler, standar miskin itu sering berubah karena hanya mempermainkan angka atau nominal yang dijadikan sebagai acuan bukan dari terpenuhi kebutuhan hidup atau tidak.