“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu disisi Allah ialah orang yang paling takwa diantara kamu. (Al- Hujurat:13)"
Oleh. Angesti Widadi
(Kontributor NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Hiruk pikuk perkotaan dengan bangunan yang padat penduduk serta lalu lintas yang padat merayap mungkin menjadi pemandangan yang meresahkan bagi sebagian orang. Tapi, tahukah kamu ada yang lebih meresahkan daripada pemandangan tersebut?
Guliran berita tentang kasus bullying atau biasa dikenal dengan perundungan yang kian hari semakin marak terjadi di Indonesia. Itu lebih meresahkan dibandingkan pemandangan Kota Jakarta.
Aku menatap berita itu dengan menahan pilu di dadaku sembari menguatkan diriku akan suatu luka di masa lalu. Aku salah satu dari ratusan korban perundungan yang masih bertahan hidup hingga sekarang.
Beberapa tahun silam, aku adalah murid SD yang sangat lugu dan polos. Tubuhku sangat berisi, kulitku sawo matang condong ke hitam, dan aku berasal dari keluarga yang menurut mereka tidak mapan.
Entah mengapa mereka melihatku berbeda, sehingga aku sulit sekali memiliki teman. Hidup dalam kesepian di lingkungan sekolah mungkin tak menjadi masalah besar bagiku saat itu, tetapi perkataan dan perlakuan merekalah yang membuat aku selalu takut setiap pagi sebelum berangkat ke sekolah.
Ketakutanku semakin bertambah setiap ada acara besar di sekolah, karena aku merasa banyak tatapan tajam yang ditujukan kepadaku. Waktu semakin berlalu hingga tiba saatnya acara kelulusan tingkat sekolah dasar, di mana aku pun masih terus melawan rasa takutku yang semakin besar. Perpisahan dan kelulusan SD tidak ada artinya buatku.
Kemudian berlanjut ke jenjang SMP, di mana perundungan itu semakin menjadi. Pas foto yang akan menjadi foto ijazah SMP-ku entah bagaimana bisa tersebar luas dan dijadikan bahan untuk tertawa semua orang karena fisikku yang sangat jelek dan terlihat seperti orang tua. Kondisi tersebut membuatku semakin down dan traumaku bertambah. Apakah untuk menjadi manusia yang bisa diterima di lingkungan sekitar harus dengan fisik yang sempurna? Padahal Islam tidak mengenal perbedaan ras dan suku.
Sebagaimana yang tercantum dalam sabda Rasulullah:
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda kepada Abu Dzar:
ﺍﻧْﻈُﺮْ ﻓَﺈِﻧَّﻚَ ﻟَﻴْﺲَ ﺑِﺨَﻴْﺮٍ ﻣِﻦْ ﺃَﺣْﻤَﺮَ ﻭَﻻَ ﺃَﺳْﻮَﺩَ ﺇِﻻَّ ﺃَﻥْ ﺗَﻔْﻀُﻠَﻪُ ﺑِﺘَﻘْﻮَﻯ
“Lihatlah, engkau tidaklah akan baik dari orang yang berkulit merah atau berkulit hitam sampai engkau mengungguli mereka dengan takwa.” (HR. Ahmad, 5: 158. Syekh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa hadis ini sahih dilihat dari sanad lain)
Aku mencoba mencerna dan menerima semua perlakuan buruk tersebut dengan berpikir baik. Saat itu, umur kami terhitung masih di bawah umur, dan belum benar-benar mengerti akan larangan untuk melakukan perundungan hanya karena perbedaan fisik.
Umurku semakin bertambah dewasa, walaupun harus hidup dengan trauma akan diri yang berbeda. Aku pernah berusaha semaksimal mungkin untuk membuat tubuh yang langsing nan indah, serta wajah cantik rupawan. Semata-mata aku lakukan agar bisa diterima di lingkungan dan memiliki teman. Ternyata aku salah, karena Allah tidak memandang kecantikan dalam tolok ukur-Nya. Iman dan takwalah yang Dia lihat kepada manusia. Telah dijelaskan di dalam Al-Qur'an surah Al-Hujurat ayat 13:
ﻳَﺎ ﺃَﻳُّﻬَﺎ ﺍﻟﻨَّﺎﺱُ ﺇِﻧَّﺎ ﺧَﻠَﻘْﻨَﺎﻛُﻢْ ﻣِﻦْ ﺫَﻛَﺮٍ ﻭَﺃُﻧْﺜَﻰ ﻭَﺟَﻌَﻠْﻨَﺎﻛُﻢْ ﺷُﻌُﻮﺑًﺎ ﻭَﻗَﺒَﺎﺋِﻞَ ﻟِﺘَﻌَﺎﺭَﻓُﻮﺍ ﺇِﻥَّ ﺃَﻛْﺮَﻣَﻜُﻢْ ﻋِﻨْﺪَ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﺃَﺗْﻘَﺎﻛُﻢْ
“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu disisi Allah ialah orang yang paling takwa diantara kamu."
Dari pengalaman pribadiku, aku menilai bahwa sudah seharusnya guru dan pemerintah memperhatikan kasus perundungan yang terjadi, menjelaskan kepada pelajar bahwa perbedaan fisik bukanlah masalah, dan tidak boleh dijadikan bahan untuk tertawa, serta mengupayakan adanya ukhuwah islamiyah yang erat di kalangan pelajar. Seperti yang telah dijelaskan bahwasannya umat muslim adalah bersaudara. Dengan begitu, aku berharap tidak ada lagi kasus perundungan yang berakhir dengan bunuh diri.
Wallahu a'lamu bis showwab.[]
Pengalaman, saat di asrama (SMP) , di kamar sebelah ada anak yang sering disuruh-suruh beli sesuatu dll.. terkejut ketika tahu bahwa dia dijemput pulang orang tuanya karena dia linglung dan tak bisa diajak komunikasi seperti biasanya..
Pengalaman yang paling mengerikan dlm hidup ketika alami bullying. Jika tdk di atasi (rehabilitasi) segera bisa trauma yg dalam dan berbahaya bagi kesehatan mental. Alangkah baiknya seseorang itu belajar Islam kaffah. Karena Islam dokter mujarab bagi kesembuhan jiwa dan raga. Terakhir wajib ganti sistem sekuler ini dg sistem yg sahih yg melindungi jiwa yakni Islam. Sebab, Bullying problem sistemik.
Bullying sejak dulu memang sudah ada. Mungkin banyak orang yang tidak sadar bahwa ia pernah membully atau dibully. Ini karena minimnya edukasi di tengah masyarakat kala itu. Di tambah dengan sistem sekularisme yang memang menjadi penyebab utama dari kejadian perundungan tersebut.
Astaghfirullah, Bullying yang tak berkesudahan memberikan dampak tersendiri. Itulah pentingnya pemahaman Islam kepada anak. Saya juga pernah diposisi itu dimana fisik selalu jadi bahan utama yang di perundungan, di ejek sana sini. Miris sekali generasi masa kini.
Perundungan yang terus-menerus terjadi tanda kalau sistem pendidikan gagal mengantarkan anak memiliki akhlak Islam.
Saatnya kembali ke sistem Islam
Perundungan tak hanya fisik, tatapan aneh, omongan yang menyakitkan pun termasuk perundungan yang secara tidak langsung menyakiti korban. Inilah demokrasi, kebebasan berbicara dan berperilaku pada akhirnya membuat ikatan akidah jadi ternodai dan berdampak serius pada korban.