Utang Melilit Negeri, Adakah Solusi Hakiki?

"Persepsi bahwa utang merupakan prestasi suatu negara yang menjalin hubungan kerja sama luar negeri adalah persepsi yang salah. Ini adalah buah dari sistem kapitalisme yang ingin mencengkeram suatu negara. Walhasil, rakyat selalu menjadi korban dan harus menanggung utang yang dibebankan melalui pemberian pajak. "

Oleh. Firda Umayah
(Kontributor NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Polemik utang pemerintah kembali muncul di permukaan. Pasca pernyataan Jusuf Kalla yang mengutip perkataan Ketua Umum Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono, bahwa Indonesia membayar utang lebih dari 1.000 triliun rupiah dalam setahun. Hal ini dibantah oleh Menteri Keuangan, Sri Mulyani, yang menyatakan bahwa pembayaran utang Indonesia masih terjaga. Tak dapat dimungkiri, utang pemerintah cenderung mengalami kenaikan setiap tahun. Meskipun sempat mengalami penurunan pada Maret 2023, utang pemerintah kini menembus 7.849,8 triliun rupiah pada Mei 2023. (liputan6.com, 05/06/2023)

Utang dan Paradigma yang Salah

Bagi Indonesia, utang adalah bagian yang sulit dihindari. Sejak Belanda mengakui kemerdekaan Indonesia, salah satu yang ditinggalkan untuk pemerintah yang baru berdiri adalah utang. Sehingga membuat pemerintah menanggung utang tersebut. Negara-negara Barat kapitalis juga membuat strategi ketergantungan, agar pemerintah meniscayakan kebutuhan utang. Salah satunya terkait dengan kebijakan APBN, yang mana anggaran pengeluaran pemerintah membutuhkan dana yang lebih besar daripada pendapatan yang dihasilkan.

Di Indonesia, kebolehan pemerintah memiliki utang juga dilindungi oleh Undang-Undang Keuangan Negara. Dalam undang-undang tersebut, rasio utang terhadap PDB (Produk Domestik Bruto) harus dijaga dan tidak boleh melebihi batas, yakni lebih dari 60 persen. Sedangkan, saat ini rasio utang terhadap PDB tercatat sebesar 38,15 persen.

Meskipun awalnya ketergantungan utang sengaja diberikan kepada pemerintah yang baru berdiri, nyatanya kini pemerintah Indonesia seakan telah candu terhadap utang. Terlebih lagi, masih banyak sumber kekayaan alam yang dapat dikeruk sebagai jaminan untuk menggelontorkan utang. Kebiasaan pemerintah yang suka berutang juga tampak pada pinjaman baru ke Cina Development Bank sebesar 8,3 triliun rupiah untuk menutup bengkaknya dana Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB). Akibat utang tersebut, pemerintah tengah putar otak lantaran Cina mematok bunga sebesar 3,8 persen. (cnnindonesia.com, 14/04/2023)

Utang yang terus meroket juga terjadi karena kesalahan paradigma pembangunan dalam rezim. Pembangunan yang dimaksud hanya seputar membangun infrastruktur, tanpa membangun karakter masyarakat bangsa. Utang juga kerap dijadikan negara-negara besar kapitalis untuk menjebak negara-negara miskin dan berkembang, agar terikat dengan perjanjian-perjanjian. Sehingga negara tersebut memiliki ketergantungan terhadap utang.

Persepsi bahwa utang merupakan prestasi suatu negara yang menjalin hubungan kerja sama luar negeri adalah persepsi yang salah. Ini adalah buah dari sistem kapitalisme yang ingin mencengkeram suatu negara. Walhasil, rakyat selalu menjadi korban dan harus menanggung utang yang dibebankan melalui pemberian pajak. Oleh karena itu, negara berkembang akan sulit terlepas dari jeratan utang selama tidak ada tekad untuk menghentikannya, mengubah paradigma yang salah terhadap utang, dan meninggalkan sistem kapitalisme yang menjadi dasar pemikiran mayoritas negara saat ini. Utang sejatinya merupakan alat penjajahan ekonomi dalam sistem kapitalisme.

Islam Solusi Hakiki

Untuk membangun sistem ekonomi yang kokoh, tak ada cara lain kecuali dengan membangun sistem perekonomian berdasarkan perspektif Islam. Dalam Islam, haram bagi umat Islam berada di dalam penguasaan kaum kafir, termasuk dikuasai dengan utang luar negeri.
Negara bisa membangun sistem ekonomi bebas utang dengan sistem ekonomi Islam.

Dalam ekonomi makro, sistem ekonomi negara akan kuat, ketika terjadi pertumbuhan ekonomi positif yang mampu memenuhi kebutuhan dalam negeri secara mandiri dengan pendapatan negara yang ada. Pertumbuhan ekonomi positif akan dapat diraih dengan pertumbuhan ekonomi yang dibangun dari sektor riil. Artinya, negara tidak boleh berspekulasi kepada sektor nonriil seperti bursa saham, obligasi, dll.

Ekonomi negara juga tidak boleh tergantung kepada modal yang masuk melalui jalur investasi dari para kapitalis, baik swasta maupun asing. Karena negara harus memiliki kemandirian dan kedaulatan dalam memegang segala kebijakan. Negara harus mengelola sendiri kekayaan alam yang ada untuk dikembalikan dalam memenuhi kebutuhan masyarakat. Hal ini karena kekayaan alam merupakan kepemilikan umum yang tidak boleh diprivatisasi oleh individu maupun kelompok tertentu. Rasulullah saw. bersabda dalam hadis riwayat Abu Daud,

"Manusia berserikat dalam tiga hal, air, padang rumput, dan api."

Kalaupun negara mengalami kesulitan dalam mengelola, negara bisa melakukan hubungan kerja sama ijarah (akad kontrak jasa) kepada swasta atau negara yang terikat perjanjian sesuai dengan syariat Islam. Jika negara terpaksa berutang karena krisis ekonomi yang terjadi akibat pandemi, paceklik, atau yang lainnya, maka utang adalah jalan terakhir yang tidak boleh berasal dari kaum kafir, dan negara tidak boleh mengambil bunga atas utang tersebut. Allah Swt. berfirman,

"Dan Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba." (TQS. Al-Baqarah: 275)

Sistem ekonomi Islam juga tak lepas dari sistem politik dan pemerintahan Islam. Dalam sistem pemerintahan Islam, negara bertanggung jawab atas segala kebutuhan dasar hidup warga negaranya. Seperti dalam hadis Nabi saw.,

"Imam (kepala negara) adalah pengurus rakyat. Dia bertanggung jawab atas urusan rakyatnya." (HR. Bukhari)

Negara tidak boleh mengambil kebijakan yang dapat menyengsarakan rakyat, seperti mengambil utang luar negeri yang dapat merusak kedaulatan negara. Politik Islam yang berkenaan dengan ekonomi tidak hanya bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup manusia. Akan tetapi, lebih mengarah kepada upaya Islam dalam memecahkan segala permasalahan hidup manusia dengan berbagai interaksi ekonomi yang ada.

Pembangunan dalam sistem ekonomi Islam juga termasuk dalam upaya membangun manusia yang ada di dalamnya. Sehingga masyarakat memiliki kemampuan untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka dengan jaminan negara. Masyarakat akan didorong untuk melakukan tindakan ekonomi berdasarkan syariat Islam untuk mendapatkan kekayaan dan menikmati rezeki yang halal, sebagaimana firman Allah Swt.,

"Makanlah di antara rezeki yang baik yang telah Kami berikan kepada kalian." (TQS. Taha: 81)

Penutup

Permasalahan sistem ekonomi kapitalis yang menjerat negara dengan lilitan utang, akan dapat diselesaikan dengan kembali kepada penerapan syariat Islam secara keseluruhan di semua aspek kehidupan. Baik dalam sistem ekonomi, pemerintah, politik, dan lain sebagainya. Sebab, Allah sebagai pembuat hukum telah menetapkan batasan muamalah yang boleh dilakukan dan tidak. Oleh karena itu, penting bagi umat Islam untuk memahami konsep sistem ekonomi Islam, agar umat tidak mudah masuk dalam jebakan ekonomi kapitalis yang menyengsarakan.

Wallahu a'lam bishawab.[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Kontributor NarasiPost.Com
Firda Umayah Tim Penulis Inti NarasiPost.Com Salah satu Penulis Inti NarasiPost.Com. Seorang pembelajar sejati sehingga menghasilkan banyak naskah-naskahnya dari berbagai rubrik yang disediakan oleh NarasiPost.Com
Previous
Pesona 'Iwak' Bandeng: Kuliner dan Kesehatan
Next
Kasus Baby Blues Makin Serius, Ada Apa?
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

5 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
Azalea
Azalea
1 year ago

Hanya dengan penerapan Islam secara kaffah lah yang mampu mengatasi permasalah apapun itu.

Sartinah
Sartinah
1 year ago

Salah satu sumber pemasukan APBN negeri ini selain pajak, ya utang. Rasanya akan sulit bagi negeri ini untuk lepas dari jeratan utang selama ekonomi kapitalisme masih diemban. Negeri ini hanya akan bebas dari utang jika paradigma ekonominya berdasarkan ekonomi Islam. Dan ini tentu butuh negara utk menerapkannya.

Ella Niawa
Ella Niawa
1 year ago

Hutang ke tetangga aja dikejar2 apalagi utang ke negara asing pasti dicengkeram g bz kmn2.. pasti bakalan kyak tawanan.. penjajahan ala versi hutang

Tya Ummu Zydane
Tya Ummu Zydane
1 year ago

Negara manapun tidak akan pernah berhasil mensejahterakan seluruh rakyat jika masih memilih ayat-ayat untuk di terapkan.
Al-Qur'an 30 Juzz bukanlah prasmanan yang boleh di ambil yang mana kita sukai saja. Karena Allah menginginkan hamba-Nya ber Islam secara kaffah.

Firda Umayah
Firda Umayah
Reply to  Tya Ummu Zydane
1 year ago

Benar sekali. Tak ada pilihan lain untuk terlepas dari segala masalah kecuali dengan menerapkan Islam kafah

bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram