Kisah Teladan Sa’ad dan Mush’ab

“Dan Kami wajibkan manusia berbuat kebaikan kepada dua orang ibu bapaknya. Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan Aku dengan sesuatu yang yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya. Hanya kepada-Ku-lah kembalimu, lalu Aku kabarkan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.”


Oleh. Asma Faoriyah
(Kontributor NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Bukan hanya anak yang durhaka, tetapi ada juga orang tua yang durhaka. Kalimat ini seakan mewakili perasaan sebagian orang yang mempunyai permasalahan dengan kedua orang tuanya. Kekecewaan karena terlahir dari orang tua yang keras bahkan kejam dalam mendidik anak-anak, atau bahkan luka mendalam karena orang tua tega menelantarkan putra-putrinya.

Tak ada manusia yang sempurna. Demikian juga saat seseorang menjalani peran kehidupan sebagai orang tua ataupun sebagai seorang anak. Meniti peran tersebut tentu harus berusaha memperbaiki diri. Menyadari bahwa siapa pun bisa menjadi ujian bagi sesamanya. Bahkan sering kali ujian berasal dari seseorang yang terdekat yakni keluarga.

Bagaimana sikap yang mesti dilakukan saat seseorang mengalami luka pengasuhan yang pernah dilakukan oleh orang tuanya? Apakah akan terus mengenangnya dan menularkannya pada generasi selanjutnya? Ataukah harus melupakan luka itu dengan mengabaikan segala hal yang berkaitan dengan orang tua? Menjauhi ayah dan ibu, mengabaikan masa tuanya, dan melupakan kewajiban berbakti?

Ada seribu alasan pembenaran atas sikap yang dipilih seseorang. Namun, sebagai seorang muslim bukankah setiap tingkah lakunya harus berdasarkan pada Al-Qur'an dan sunah sebagai pegangan?

Kewajiban berbakti tercantum dalam Al-Qur'an surah Al-Ahqaf ayat 15 yang artinya:

“Dan Kami perintahkan kepada manusia agar berbuat baik kepada kedua orang tuanya. Ibunya telah mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula).”

Jika mengingat betapa susahnya seorang ibu ketika mengandung dan melahirkan, maka tentu itu sudah cukup untuk melapangkan dada menerima segala kekurangan kedua orang tua. Betapa banyak bayi-bayi yang dibuang dan tidak diinginkan keberadaannya oleh orang tuanya. Kita bisa jadi jauh lebih beruntung karena kedua orang tua rela bersusah payah merawat dan tidak menelantarkan kita. Namun, jika orang tua melakukan suatu kesalahan fatal yang menyakiti hati seorang anak, maka masih layakkah seorang anak untuk menghormati kedua orang tuanya?

Sa’ad bin Abi Waqqash radiyallahu ‘anhu salah seorang sahabat Nabi Muhammad sallallahu ‘alaihi wa sallam telah memberikan contoh terbaik tentang bagaimana sikap yang harus dilakukan kepada orang tua. Saat itu, ketika ibunya Sa’ad mengetahui keislaman putranya, maka kemarahan menyelimuti hati sang ibu. Bahkan ibunya mengancam mogok makan dan minum jika Sa’ad tidak mau keluar dari agama Islam. Sa’ad dicerca oleh ibunya dan dianggap anak yang tega membunuh ibunya sendiri.

Selama sehari semalam ibunya Sa’ad tidak mau makan dan minum, hingga keesokan harinya kondisi ibunya sangat payah. Namun, keteguhan hati Sa’ad dalam mempertahankan agamanya benar-benar telah teruji, hingga akhirnya Sa’ad berkata pada ibunya, “Wahai Ibu, demi Allah kamu harus tahu, jika kamu punya seratus nyawa lalu akan keluar satu per satu, aku akan tetap tidak akan meninggalkan agama ini karena hal itu. Mau makan atau tidak itu terserah kamu.”

Hikmah dari kisah Sa’ad bin Abi Waqqash adalah bahwasanya batasan seseorang bisa menentang kehendak orang tua adalah saat kedua orang tua memerintahkan untuk melakukan kekufuran. Sa’ad begitu sabar menghadapi sang ibu dengan tetap berbuat baik kepadanya, tetapi manakala perintahnya bertentangan dengan perintah Allah maka Allah-lah yang harus diutamakan.

Kisah sahabat Mush’ab bin Umair juga menjadi salah satu teladan bagi kita. Keislaman Mush’ab diketahui oleh sang ibu hingga akhirnya Mush’ab dikurung dan dipenjarakannya di suatu tempat yang terpencil. Hingga beberapa lama Mush’ab dikurung ibunya sampai kemudian dia bisa melarikan diri dan mencari perlindungan ke Habsyi.

Akhir pertemuan Mush’ab dengan ibunya adalah saat sang ibu akan mengurungnya kembali ketika pulang dari Habsyi. Mush’ab kemudian mengancam akan membunuh orang-orang suruhan ibunya. Akhirnya sang ibu pun menyerah dan melepas putranya dengan berlinang air mata. Perpisahan yang terjadi antara Mush’ab dan ibunya diiringi dengan tangis, sang ibu teguh dalam kekafiran dan Mush’ab istikamah dalam keislaman.

Mush’ab telah kehilangan harta kekayaan, dibuang oleh ibunya karena tetap menjadi seorang muslim, tetapi dia berhasil mencontohkan keteguhan hati dan bagaimana bersikap tegas saat menghadapi siksaan dari sang ibu.

Dari dua kisah sahabat Sa’ad bin Abi Waqqash dan Mush’ab bin Umair kita bisa mendapat gambaran jelas tentang adanya pertentangan atau perbedaan pendapat antara anak dan orang tua yang bisa menimbulkan penyiksaan. Bahkan, orang tua memutuskan untuk membuang putranya dan membiarkannya hidup dalam kemiskinan.

Bagi seorang muslim, ketika orang tua melakukan hal-hal di luar batas kemanusiaan seperti penyiksaan atau penyekapan, maka harus berusaha menyelamatkan diri seperti halnya yang dilakukan oleh Mush’ab bin Umair. Dan manakala pemutusan hak atas harta sebagaimana yang dilakukan oleh ibunya Mush’ab, maka tidak membuat seorang anak menggadaikan keimanannya demi harta kekayaan.

Dalam Al-Qur'an surah Al-Ankabut ayat 8, Allah berfirman,

“Dan Kami wajibkan manusia berbuat kebaikan kepada dua orang ibu bapaknya. Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan Aku dengan sesuatu yang yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya. Hanya kepada-Ku-lah kembalimu, lalu Aku kabarkan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.”

Jika saat ini hubungan kita dengan orang tua tidak sedang baik-baik saja, maka mengingat indahnya Al-Qur'an menuturkan bagaimana kesusahan seorang ibu juga meneladani berbagai kisah sahabat nabi, akan membantu melapangkan dada untuk tetap berbuat baik kepada orang tua. Wallahu a'lam bishawab.[]


Photo : Google
Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Kontributor NarasiPost.Com Dan Pegiat Pena Banua
Asma Faoriyah Kontributor NarasiPost.Com
Previous
Kapitalisme Lahirkan 'Pabrik Hantu'
Next
Menakar Efektivitas UU Pers dalam Melindungi Jurnalis
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

8 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
R. Bilhaq
R. Bilhaq
1 year ago

Dua sahabat yang teguh dalam mempertahankan iman namun tetap berbakti pada orang tua..

Sherly
Sherly
1 year ago

Dua sahabat Nabi yang saya kagumi. Semoga bisa mengambil teladan dari mereka berdua.

Reva Lina
Reva Lina
1 year ago

Itulah mengapa pemahaman Islam sangatlah dibutuhkan apalagi diera zaman ini, dimana anak-anak remaja sibuk terlena akan duniawi yang fanah. Semoga dengan berdakwah melalui tulisan bisa mencerahkan peradaban hingga lahirlah Uwais selanjutnya

Raras
Raras
1 year ago

Masya Allah, tulisan ini menjadi pengingat bagaimana kita bersikap kepada orang tua dan sebaliknya

Asma Faoriyah
Asma Faoriyah
Reply to  Raras
1 year ago

Benar sekali, semoga kita selalu dimudahkan menjadi orang tua yang baik sekaligus anak yang berbakti.

Tya Ummu Zydane
Tya Ummu Zydane
1 year ago

Jauhnya pemahaman Islam dari orang tua dan generasi membuat anak tidak paham bagaimana cara berbakti pada orang tua.
Ini PR bagi pengemban dakwah untuk memahamkan Islam pada seluruh masyarakat. Sehingga akan banyak tumbuh Uwais Al Qarni yang berikutnya.
Allahu Akbar.

Asma Faoriyah
Asma Faoriyah
Reply to  Tya Ummu Zydane
1 year ago

Aamiin.

Asma Faoriyah
1 year ago

Alhamdulillah, semoga bisa mengambil hikmah dari kisah para sahabat

bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram