Hong Kong Krisis Populasi, Kucing Dianggap Solusi?

”Krisis populasi secara global ini merupakan fenomena kerusakan sosial yang disebabkan oleh kebijakan kapitalistik yang mendunia. Di dalam kapitalisme, jumlah anak dilihat semata dari sudut pandang ekonomi. “

Oleh. Ragil Rahayu, S.E.
(Tim Penulis Inti NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Krisis populasi kembali menerpa wilayah di Asia. Setelah sebelumnya terjadi di Jepang dan Korea Selatan, kini krisis populasi juga terjadi di Hong Kong. Angka kelahiran di provinsi otonom milik Cina ini sangat rendah sehingga berakibat lima sekolah dasar tidak punya murid baru yang mendaftar pada Mei ini. Lima sekolah tersebut pun terancam ditutup.

Sementara itu, beberapa taman kanak-kanak sudah terlebih dahulu ditutup. Seiring dengan penutupan sekolah dasar, sekolah menengah pun akan mengalami nasib yang sama. Ketika sekolah ditutup, para guru akan kehilangan pekerjaan.

Saat ini Hong Kong memang mengalami over supply sekolah, yaitu jumlah sekolah lebih banyak daripada kebutuhan. Penyebabnya adalah jumlah murid yang terus menurun karena angka kelahiran kian merosot. Pada 2017, ada 57.500 bayi yang lahir. Namun, pada 2022, jumlahnya merosot drastis hingga hanya 32.500 bayi yang lahir (detik.com, 19-5-2023).

Penyebab Krisis Populasi

Krisis populasi yang terjadi di Hong Kong sebenarnya tidak terjadi secara simsalabim. Tren penurunan angka kelahiran sudah terjadi sejak lima tahun lalu, yakni tahun 2018. Namun, pemerintah setempat gagal mengantisipasinya.

Sejak 2018, banyak pasangan muda yang tidak mau punya anak sama sekali. Ada beberapa faktor yang membuat mereka enggan punya anak. Salah satunya adalah faktor politik, yaitu kebijakan Cina pada 2019 yang menerapkan Undang-Undang Keamanan Nasional dan merombak sistem pemilu untuk memastikan hanya pihak yang dianggap patriot yang bisa memerintah Hong Kong. Publik pun khawatir anak-anak mereka didoktrin tentang patriotisme di sekolah.

Selain itu, keengganan punya anak juga disebabkan oleh faktor ekonomi. Biaya hidup di Hong Kong terbilang tinggi sehingga butuh dana besar untuk membesarkan anak. Bahkan, sejak balita saja biayanya sudah besar.

Alih-alih memiliki anak, pasangan muda di Hong Kong lebih memilih mengadopsi kucing. Anak bulu (anabul) tersebut tidak dianggap sebagai hewan peliharaan semata, tetapi sudah seperti anggota keluarga.

Keengganan para perempuan Hong Kong untuk mempunyai anak tidak bersifat kasuistik, tetapi sistemis. Data statistik menunjukkan bahwa dari empat perempuan Hong Kong yang berusia 30 tahunan, hanya satu yang memiliki anak.

Walhasil, tingkat kesuburan Hong Kong sangat rendah. Data United Nations Population Fund menunjukkan bahwa tingkat kesuburan total (TFR) Hong Kong adalah yang terendah di dunia dan bahkan lebih rendah daripada Jepang dan Korea. TFR Jepang sebesar 1,3, Korea Selatan 0,9, sedangkan Hong Kong hanya 0,8.

Padahal, agar jumlah penduduk stabil, TFR idealnya 2,1. Dengan demikian, jika 2 manusia yaitu orang tua meninggal, masih ada 2 manusia lain yang menggantikan, yakni anaknya. Namun, ketika skor kesuburan total hanya 0,8, dua orang tua yang meninggal akan digantikan oleh tidak sampai satu anak. Jika skor yang rendah ini berlangsung lama, jumlah penduduk akan terus menyusut.

Masalah Global

Krisis populasi yang Hong Kong alami, merupakan bagian dari permasalahan global. Berbagai negara kini tengah menghadapi masalah yang sama. Negara-negara di Eropa banyak mengalami penurunan populasi. Bulgaria merupakan negara dengan laju penurunan populasi tercepat. Jerman juga mengalami penurunan populasi, tetapi kondisinya tertolong oleh keberadaan para imigran. Negara Eropa lain yang juga terkena krisis populasi adalah Spanyol, Yunani, dan Italia.

Tidak hanya Eropa, negara-negara di Asia juga mengalami krisis populasi. Di antaranya adalah Cina, Jepang, Singapura, dan Korea Selatan. Cina yang dulunya tenar sebagai negara berpenduduk terbesar di dunia kini populasinya menyusut dan segera disalip India. Kebijakan satu anak yang diberlakukan secara ekstrem pada tahun 1980-an efektif menyebabkan penurunan jumlah penduduk. Kini Cina pun dibuat pusing dengan keengganan warganya untuk punya anak lebih dari satu. Negeri Tirai Bambu ini pun telah membuat aturan yang membolehkan warganya punya tiga anak.

Krisis populasi secara global ini merupakan fenomena kerusakan sosial yang disebabkan oleh kebijakan kapitalistik yang mendunia. Di dalam kapitalisme, jumlah anak dilihat semata dari sudut pandang ekonomi. Di satu sisi, banyaknya anak akan membutuhkan ketersediaan pangan yang banyak, sedangkan daya dukung alam (menurut teori ekonomi kapitalisme) terbatas. Oleh karenanya, kapitalisme merekomendasikan program keluarga berencana untuk mengendalikan jumlah penduduk.

Di sisi lain, banyaknya anak adalah modal sumber daya manusia yang penting bagi ekonomi, baik untuk produksi maupun sebagai pasar yang menyerap produk. Demikianlah, kapitalisme akan kebingungan sendiri antara mengendalikan populasi dengan meningkatkannya.

Kapitalisme juga telah mendorong para perempuan untuk terjun bekerja di industri. Para perempuan enggan untuk punya banyak anak karena akan menjadi penghambat mereka dalam bekerja. Selain itu, kegagalan kapitalisme mewujudkan kesejahteraan juga menjadi faktor yang menyebabkan para orang tua enggan punya banyak anak. Biaya hidup makin besar, sedangkan upah tidak naik secara signifikan. Akibatnya, biaya membesarkan anak juga makin besar.

Problem yang mirip juga sebenarnya dialami oleh negeri kita. Indonesia saat ini memang memiliki jumlah penduduk yang besar. Namun, tingkat kesuburannya terus menurun. Dahulu, pada era Orde Baru, gencar dilakukan program keluarga berencana. Kini, masifnya perempuan bekerja sudah mengendalikan jumlah penduduk dengan sendirinya. Ke depan, jika laju pertumbuhan penduduk terus turun, jumlah penduduk kita juga akan menyusut.

Keengganan memiliki anak kini tengah menjangkiti generasi muda, yaitu generasi Z. Serangan pemikiran tentang childfree, waithood (menunda-nunda menikah), dan L678 telah menyebabkan gen Z enggan memiliki anak dan bahkan enggan menikah.

Wakil Presiden Ma’ruf Amin meminta generasi muda, utamanya gen Z, untuk tidak menunda pernikahan. Hal ini supaya angka pertumbuhan penduduk usia produktif tidak makin mengecil. Hal tersebut disampaikan Wapres untuk merespons perhitungan Bappenas tentang angka kelahiran atau Total Fertility Rate (TFR) Indonesia yang terus menurun sampai 1,9 pada tahun 2045 (kumparan.com, 16-5-2023).

Solusi Islam

Krisis populasi tidak akan terjadi dalam sistem Islam. Hal ini dikarenakan Rasulullah saw. mendorong umatnya untuk memiliki banyak keturunan. Sabda Beliau saw.,

“Nikahilah perempuan yang penyayang dan dapat mempunyai banyak anak karena sesungguhnya aku akan berbangga dengan sebab banyaknya kamu di hadapan para Nabi nanti pada hari kiamat.” (HR. Ahmad)

Tidak hanya memperhatikan aspek kuantitas penduduk, Islam juga memperhatikan kualitasnya. Dengan penerapan syariat Islam kaffah akan mewujudkan generasi khairu ummah sebagaimana firman-Nya,

“Kamu adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang mungkar dan beriman kepada Allah.” (TQS. Ali Imran: 110)

Islam memosisikan banyaknya jumlah penduduk adalah karunia dari Allah. Tidak perlu khawatir kekurangan pangan karena bumi ini pasti cukup untuk menghidupi manusia. Yang dibutuhkan adalah distribusi yang adil agar tidak ada para kapitalis tamak yang mengangkangi sumber daya alam, sedangkan penduduk bumi lainnya kekurangan pangan.

Negara Khilafah akan bekerja keras untuk mewujudkan kesejahteraan bagi setiap individu rakyat. Negara menjamin pemenuhan kebutuhan dasar rakyat sehingga tidak ada kekhawatiran kekurangan sandang, pangan, dan papan. Fasilitas pendidikan, kesehatan, dan keamanan juga disediakan secara gratis berkualitas sehingga tidak ada kekhawatiran biaya membesarkan anak.

Keberadaan penduduk yang besar merupakan aset bagi negara. Bukan semata di aspek ekonomi, yaitu sebagai alat produksi sebagaimana pandangan kapitalisme. Namun, banyaknya jumlah penduduk adalah bekal untuk mewujudkan misi Khilafah sebagai negara yang akan menggelorakan jihad untuk menyebarkan Islam dan meninggikan kalimatullah ke seluruh penjuru dunia. Dengan besarnya jumlah penduduk, Islam akan mewujudkan rahmat bagi alam semesta.
Wallahu a'lam bi ash-shawwab. []

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Ragil Rahayu (Tim Penulis Inti NarasiPost.Com )
Ragil Rahayu S.E Tim Redaksi NarasiPost.Com
Previous
Intermittent Fasting Metode Diet Booming
Next
Fungsi Pesantren dalam Mewujudkan Generasi Pembangun Peradaban
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

1 Comment
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
R. Bilhaq
R. Bilhaq
1 year ago

Inilah akibat penerapan sistem bobrok kapitalisme..

bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram