"Sebagai manusia hendaknya mencurahkan rasa cinta kita kepada Sang Pencipta. Saat ini kita belum diperintahkan untuk berperang, kita belum berada pada kondisi harus mengorbankan nyawa untuk membela dan menaati Allah dan Rasul-Nya. Yang cukup dilakukan saat ini adalah hanya taat untuk beribadah kepada Allah, menjalankan segala aturan dan menjauhi larangan-Nya."
Oleh. Wa Ode Sukmawati, S.E.
(Kontributor NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Cinta merupakan sesuatu yang melekat pada diri manusia. Sebab, dengan rasa cinta manusia menjalani kehidupan. Seorang pencinta akan rela melakukan apa pun bahkan rela berkorban demi orang yang dicintainya. Seperti itulah yang dilakukan oleh para sahabat kepada Rasulullah saw. Cinta mereka melahirkan ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya. Hingga hidup mereka pun dijalani hanya untuk meraih rida dan kasih sayang Allah.
Sudah seharusnya rasa cinta yang dimiliki oleh manusia dicurahkan pada sesuatu yang pantas dan layak untuk mendapatkan cinta tersebut. Cinta kepada orang tua, saudara, suami atau istri, anak, dan cinta di atas itu semua yaitu mencintai Allah dan Rasul-Nya. Cintanya manusia kepada Allah dan Rasul-Nya adalah menaati keduanya dan rida terhadap segala perintah Allah dan segala ajaran yang dibawa Rasulullah saw.
Hal ini sebagaimana yang telah dicontohkan oleh para sahabat Rasulullah saw. dengan rasa cinta yang mereka miliki mereka sampai rela mengorbankan apa pun, seperti harta, waktu, tenaga, bahkan nyawa sekalipun.
Layaknya Ali bin Abu Thalib, yang siap menyamar sebagai Rasulullah dengan tidur di tempat tidur Rasulullah untuk mengelabui kaum Quraisy yang berencana membunuh Rasulullah.
Abu Bakar Ash-Shidiq, dengan keberaniannya memastikan agar Rasulullah tetap aman selama berada di gua Tsur saat mereka bersembunyi dari kejaran kaum Quraisy hingga rela kakinya tergigit kalajengking demi menyelamatkan Rasulullah.
Dan juga para sahabat Rasulullah pada saat perang Badar. Perang Badar adalah perang yang pertama kali terjadi dalam sejarah Islam. Pada saat itu umat Islam masih berjumlah kecil namun mereka tetap harus berperang melawan kaum musyrik Quraisy yang jumlahnya terbilang besar. Saat itu yang diperangi oleh kaum muslimin adalah saudara mereka sendiri yang belum memeluk Islam. Melawan sepupu, saudara kandung hingga melawan ayah sendiri. Hal ini tentu berat, bukan hanya bagi Rasulullah namun juga berat bagi para sahabat. Bayangkan, bagaimana jika kita berada di posisi mereka yang harus berhadapan dengan saudara kita sendiri. Dan itu tidak mungkin dilakukan kecuali mereka lebih mencintai Allah dan Rasul-Nya dibandingkan apa pun yang ada di dunia ini.
Seperti itulah harusnya kita sebagai manusia mencurahkan rasa cinta kita kepada Sang Pencipta. Saat ini kita belum diperintahkan untuk berperang, kita belum berada pada kondisi harus mengorbankan nyawa untuk membela dan menaati Allah dan Rasul-Nya. Yang cukup dilakukan saat ini adalah hanya taat untuk beribadah kepada Allah, menjalankan segala aturan dan menjauhi larangan-Nya.
Hidup di sistem kapitalisme saat ini, di mana sekularisme atau pemisahan agama dari kehidupan menjadi landasannya. Membuat manusia semakin jauh dari Sang Pencipta, hingga sulit meraih cinta bahkan rida-Nya. Perzinaan, pembunuhan, pemerkosaan, menghiasi layar kaca kita setiap hari. Pergaulan bebas, pacaran, aborsi, kini telah menjadi masalah biasa di kalangan masyarakat. Tentu hal ini sangat berbahaya, menormalisasi kemaksiatan.
Kemaksiatan merajalela, sebab seorang hamba jauh dari Tuhannya. Akidah umat Islam terkikis secara perlahan, hingga membuat aturan Islam terabaikan. Hal ini tentu tak sejalan dengan apa yang dilakukan para sahabat dalam meraih cinta-Nya.
Maksimalkan Diri Meraih Rida Allah
Jika kita ingin meraih cinta dan rida Allah, maka tentu kita harus mengerjakan amal saleh, bukan kemaksiatan. Sebagaimana firman Allah Swt., berikut:
إِنَّ ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ وَعَمِلُوا۟ ٱلصَّٰلِحَٰتِ أُو۟لَٰٓئِكَ هُمْ خَيْرُ ٱلْبَرِيَّةِ جَزَآؤُهُمْ عِندَ رَبِّهِمْ جَنَّٰتُ عَدْنٍ تَجْرِى مِن تَحْتِهَا ٱلْأَنْهَٰرُ خَٰلِدِينَ فِيهَآ أَبَدًا ۖ رَّضِىَ ٱللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا۟ عَنْهُ ۚ ذَٰلِكَ لِمَنْ خَشِىَ رَبَّهُ
"Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh, mereka itu adalah sebaik-baik makhluk, balasan mereka di sisi Tuhan mereka ialah surga 'Adn yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Allah rida terhadap mereka dan mereka pun rida kepada-Nya. Yang demikian itu adalah (balasan) bagi orang yang takut kepada Tuhan-Nya." (Q.S Al-Bayyinah: 7-8)
Untuk beramal saleh, seorang muslim perlu mengetahui tentang ihsanul amal. Sebab, amal yang saleh lahir dari ber- ihsanul amal.
Imam Ibnu Katsir rahimahullah menerangkan bahwa amal saleh ialah amalan yang sesuai dengan syariat Allah, sedangkan tidak mempersekutukan Allah maksudnya adalah amalan yang diniatkan untuk mencari wajah Allah (ikhlas), inilah dua rukun amal yang akan diterima di sisi-Nya. Maka, agar amal kita diterima oleh Allah, harus memenuhi dua syarat.
Pertama, niat yang benar.
Kedua, caranya harus benar.
Niat yang benar yaitu harus ikhlas karena Allah, hanya mengharap rida Allah. Dan cara yang benar yaitu harus sesuai dengan syariat, sesuai dengan Al-Qur'an dan apa yang dibawa oleh Rasulullah saw. Kedua hal ini tidak dapat dipisahkan, bagaikan sepasang sepatu yang tak dapat digunakan jika hanya sebelah. Maka, kita yang betul-betul mengharap rida Allah harus sangat memperhatikan hal ini.
Dengan mengetahui syarat ihsanul amal tadi, maka kita tentu akan berhati-hati dalam berbuat. Kita akan selalu memperhatikan apakah perbuatan kita sesuai dengan aturan Allah dan selalu memperhatikan niat kita dalam bertindak. Sehingga, terjauhkan dari perbuatan maksiat. Lalu bagaimana agar kita mengetahui apakah perbuatan kita sesuai dengan aturan Allah? Caranya yaitu dengan menuntut ilmu agama. Sebagaimana sabda Nabi saw.
"Menuntut ilmu adalah kewajiban bagi setiap muslim". (HR. Ibnu Majah)
Dengan belajar menuntut ilmu agama, maka kita akan semakin mengetahui mana perbuatan yang dilarang dan diperbolehkan. Sehingga, membuat kita akan selalu menjaga tindakan kita agar sesuai dengan koridor Islam.
Jika kita telah sampai pada tahap ingin belajar ilmu agama, maka bisa jadi itu adalah tanda bahwa Allah memberikan kasih sayang-Nya untuk hamba-Nya. Sebagaimana sabda Rasulullah saw.
"Orang yang dikehendaki oleh Allah untuk mendapat kebaikan akan dipahamkan terhadap ilmu agama." (HR. Bhukari-Muslim)
Tidak hanya mempelajarinya, namun kita juga harus mendakwahkannya, karena ini merupakan kewajiban dan bentuk ketaatan kita kepada Allah, dan jalan yang pernah ditempuh oleh Rasulullah dan para sahabat. Saat ini mungkin yang kita korbankan hanyalah waktu, tenaga, dan uang yang bahkan tidak seberapa dibandingkan para pendahulu kita. Maka, sudah sepatutnya kita bersungguh-sungguh dan semangat dengan penuh kesadaran dan keyakinan untuk terus berada di jalan Allah agar kita bisa mendapatkan kasih sayang-Nya dan menggapai rida-Nya.
Tetap semangat mencari rida Allah, sebab dengan rahmat dan kasih sayang-Nya kita bisa berada surga-Nya kelak. Aamiin Allahumma Aamiin. Wallahu a'lam bishawab.[]