”Merujuk pada surah Hud: 77-83 sama sekali tidak ada perdebatan, konser Coldplay harus ditolak. Penolakan ini tidak hanya bagi Coldplay, tapi siapa saja yang mengampanyekan LGBT.”
Oleh. Haifa Eimaan
(Tim Penulis Inti NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Dalam agendanya, grup musik Coldplay akan menggelar konser pertama kalinya di Jakarta pada 15 November 2023 mendatang. Rencana mereka ini mendapat penolakan dari Persaudaraan Alumni (PA) 212. Dikutip dari Viva.com (14/05/2023), Wakil Sekretaris Jenderal PA 212, Novel Bamukmin mengimbau agar promotor dan panitia membatalkan niatnya mendatangkan Coldplay. Novel Bamukmin juga menyampaikan akan menggelar aksi besar, termasuk memblokir lokasi, dan tidak segan mengepung bandara, jika konser itu masih nekat dilangsungkan.
Alasan paling kuat PA 212 tidak menerima kehadiran Coldplay karena grup musik asal Inggris tersebut mendukung kampanye LGBT. Menerima kehadiran Coldplay sama dengan turut serta mengampanyekan LGBT. Padahal, LGBT sangat bertentangan dengan nilai-nila agama mana pun. Apalagi Indonesia negara mayoritas muslim.
Penolakan juga datang dari Wakil Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI), Anwar Abbas secara lantang menolak konser Coldplay di Jakarta. Dikatakannya, walaupun penggemar Coldplay menyambut dengan penuh antusiasme dan tiket mahal tidak jadi masalah, tetapi bila mengampanyekan LGBT maka tetap harus ditolak. Masih menurut Anwar Abbas, LGBT merupakan gerakan anti manusia karena bila gerakan ini didukung, 150 tahun mendatang tidak akan ada anak keturunan manusia di bumi. Oleh sebab itu, LGBT tidak punya tempat di negeri ini. (Fajar.co.id, 13/05/2023)
Penolakan kedatangan Coldplay tidak hanya di Indonesia, tetapi juga di Malaysia. Alasannya, Coldplay mengampanyekan hedonisme dan berbagai budaya menyimpang lainnya. Grup band yang akan menggelar konser di Kuala Lumpur pada 22 November 2023, menurut Nasruddin Hasan Tantowi tidak akan membawa kebaikan sedikit pun baik kepada agama, bangsa, dan negara. Penolakan ini tentu direspons oleh para penggemar Coldplay dan beberapa politisi. Nga Kor Ming, Menteri Pembangunan Pemerintah Daerah Malaysia menyatakan bahwa konser Coldplay bisa menumbuhkan ekonomi negara. (Kompas.com, 13/05/2023)
Mengapa Pelaksanaan Konsernya Masih Jauh, tetapi Masyarakat Gaduh?
Coldplay pernah menolak untuk menggelar konser di Indonesia pada tahun 2017. Saat itu, dalam penilaiannya Indonesia merupakan negara yang gagal mengatasi isu-isu lingkungan, seperti pengelolaan sampah, polusi udara, polusi air hingga penebangan hutan. Sebagai informasi, sampai tahun 2022, berdasarkan data dari Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, timbunan sampah di Indonesia masih mencapai 19,45 juta ton. Kalau isu ini yang menjadi pertimbangan utama Coldplay menolak datang ke Indonesia, seharusnya mereka konsisten untuk tidak menggelar konser tahun ini.
Akan tetapi, terungkap juga alasan lain keengganannya mengadakan konser di Indonesia kala itu, yakni inklusivitas. Coldplay ingin menyediakan kemudahan akses bagi seluruh masyarakat sampai penerimaan terhadap berbagai golongan. Salah satunya adalah LGBT. Artinya, pada tahun 2017 lalu Indonesia dinilai belum menjadi negara inklusif dan sekarang semakin inklusif dan moderat.
Dalam sistem perundang-undangan memang tidak ada aturan yang melegalkan LGBT. Pemuka agama secara tegas menolak keberadaannya. Namun, kampanye LGBT semakin masif dan diberi ruang. Pada akhirnya masyarakat perlahan menerima keberadaan komunitas ini dengan alasan HAM dan kebebasan berekspresi dijamin perundang-undangan.
Hasilnya, bisa dilihat. Tidak ada penggemar Coldplay yang mempermasalahkan bahwa grup musik favoritnya sangat mendukung hak-hak LGBT. Mereka tidak protes saat Chris Martin, vokalis Coldplay sering mengibarkan bendera LGBT dalam konser-konsernya. Tidak itu saja, mereka menganggap biasa saja pada poster Coldplay yang didominasi warna pelangi.
Penolakan PA 212 bisa jadi hanya dianggap kerikil sebab seluruh pihak terkait sangat mendukung. Panitia telah mengantongi perizinan menggunakan GBK. Pihak kepolisian siap mengamankan konser. Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif menyambut baik kedatangan Coldplay. Penggemarnya dilanda euforia menanti kedatangan grup musik pujaannya.
Mereka bersiap perang tiket saat penjualan ekslusif yang dijadwalkan pada tanggal 17-18 Mei 2023, maupun penjualan tiket umum tanggal 19 Mei 2023. Besaran tiket antara 800 ribu sampai sebelas juta tidak menjadi masalah. Lebih dari itu, ada pihak-pihak tertentu yang membuka jasa penitipan untuk membeli tiket Coldplay. Tarif jasa penitipan ini bervariasi antara 300 ribu sampai 500 ribu rupiah. Kontroversi kedatangan Coldplay hingga perang tiket ini yang membuat gaduh.
Apa Saja Boleh, Selama Untung Besar
Demikianlah ironi hidup di negeri yang menganut paham liberalisme. Agama tidak boleh dijadikan bahan pertimbangan, apalagi dasar dalam pengambilan keputusan. Sebaliknya, sekularisme yang menjadi asasnya. Negara mewajibkan agama terpisah dalam kehidupan sehari-hari. Sementara penganutnya dijamin merdeka berbuat apa saja dengan jaminan perundang-undangan. Begitu pula kebebasan dalam beragama, berpendapat, dan memperoleh kekayaan.
Dalam sejarahnya, liberalisme berkembang di Prancis dan Inggris pada abad ke-18 sampai ke-19. Pada masa itu kekuasaan mutlak dipegang oleh raja, para bangsawan, dan pihak gereja di seluruh kehidupan masyarakat. Kehidupan penuh tekanan dan paksaan. Masyarakat sama sekali tidak memiliki kebebasan. Keadaan ini membuat banyak kalangan mulai melancarkan kritik. Mereka menginginkan terhapusnya absolutisme dari pihak raja, bangsawan, dan gereja. Kondisi ini yang memunculkan gerakan liberalisme. Perjuangan menuntut kebebasan individu dari belenggu gereja. Pada masa-masa berikutnya, seluruh agama dianggap sebagai rantai baja yang menghalangi kebebasan, kemajuan, dan kebahagiaan.
Standar bahagia dalam liberalisme ditandai dengan terpuaskannya seluruh aspek jasmani dengan cara apa pun. Sedangkan standar kemajuannya ditandai dengan tersedianya seluruh fasilitas demi teraihnya kebahagiaan. Tidak heran jika di berbagai sektor kehidupan mereka akan mengejar kepuasan dengan menimbun materi baik berupa uang, barang mewah, dan perilaku konsumtif lainnya. Demikian pula dalam bernegara. Negara-negara dengan asas sekularisme akan mengejar pembangunan fisik, seperti pembangunan gedung-gedung pencakar langit, transportasi mewah dan mahal, walaupun tanpa menyentuh persoalan yang esensial di masyarakat. Negara juga akan membangun fasilitas-fasilitas hiburan bahkan mendorong setiap daerah memiliki destinasi wisata yang dikelola sendiri. Dalam sistem sekuler, di mana ada hiburan, di sana rakyat berkumpul. Di mana rakyat berkumpul, maka di sana ada perputaran uang. Keuntungan besar tampak di depan mata. Coba saja dikalkulasi hasil penjualan 50 ribu tiket dengan harga 800 ribu hingga 11 juta.
Karena semua dilakukan demi mengejar keuntungan belaka, maka hal-hal yang terkait dengan moral diabaikan. Dari sisi individunya memang ingin bebas berbuat apa saja, sedangkan negaranya memfasilitasi. Ini seperti pepatah Jawa, botol bertemu tutupnya. Maka lengkap sudah degradasi moral di sistem ini. Tidak heran jika isu sebesar LGBT yang terang-terangan diusung oleh Coldplay dianggap angin lalu. Hanya demi pundi-pundi rupiah, semua menjadi boleh.
Konser Coldplay Ditolak atau Diterima?
Penjelasan penolakan Wasekjen PA 212, Wakil Ketua MUI, sampai Ketua Partai Islam Malaysia sangat terang-benderang. Coldplay mengampanyekan liberalisme, hedonisme, dan hak-hak LGBT. oleh sebab itu, kedatangannya harus ditolak. Tentang LGBT, Allah Swt. telah memberi peringatan di dalam Al-Qur’an surah Al-A’raaf ayat ke-80.
وَلُوطًا إِذْ قَالَ لِقَوْمِهِ أَتَأْتُونَ الْفَاحِشَةَ مَا سَبَقَكُمْ بِهَا مِنْ أَحَدٍ مِنَ الْعَالَمِينَ
“Dan Allah telah mengutus Luth. Maka ingatlah ketika Luth berkata kepada umatnya, mengapa kalian mengerjakan perbuatan yang sangat hina? Perbuatan yang belum pernah dilakukan seorang pun sebelum kalian.”
Kepada kaum Nabi Luth ini, yaitu penduduk Sodom, Allah Swt. memberi azab mereka dengan hujan batu dari tanah yang terbakar pada saat mereka tertidur lelap. Sedangkan bagi yang beriman, Allah Swt. telah menyelamatkan mereka. Kisah Nabi Luth dan umatnya ini diabadikan Allah di dalam surah Hud ayat 77–83.
Merujuk pada ayat ini, sama sekali tidak ada perdebatan, konser Coldplay harus ditolak. Penolakan ini tidak hanya bagi Coldplay, tapi siapa saja yang mengampanyekan LGBT. Untuk perbuatan yang sia-sia, seperti nyanyian, permainan, dan konser musik, Allah Swt. di dalam surah Luqman ayat ke-6 berfirman.
وَمِنَ ٱلنَّاسِ مَن يَشْتَرِى لَهْوَ ٱلْحَدِيثِ لِيُضِلَّ عَن سَبِيلِ ٱللَّهِ بِغَيْرِ عِلْمٍ وَيَتَّخِذَهَا هُزُوًا ۚ أُو۟لَٰٓئِكَ لَهُمْ عَذَابٌ مُّهِينٌ
“Dan ada di antara manusia, orang yang mempergunakan perkataan yang tidak berguna (sia-sia) untuk menyesatkan manusia dari jalan Allah, tanpa pengetahuan. Dan menjadikan jalan Allah itu olok-olokan. Mereka itu akan mendapat azab yang menghinakan.”
Konser musik adalah salah satu jenis permainan melenakan yang telah terprogram rapi. Mendatanginya adalah keharaman karena terdapat unsur kemaksiatan di dalamnya. Sebagaimana kaidah syara, al wasilatu ilal harami haramun (sarana pada keharaman adalah haram). Dalam konser Coldplay yang akan digelar 6 bulan lagi tampak nyata kemaksiatan yang akan dipergelarkan, seperti ikhtilat (campur-baur antara laki-laki dan perempuan), mabuk-mabukan, membuka aurat, bahkan lirik lagu yang mengarah pada ajakan kemaksiatan.
Terkait laghwun, Rasulullah saw. bersabda dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi, “Setiap laghwun yang dilakukan oleh muslim adalah batil, kecuali melempar panah dengan busurnya, berkuda, dan bercanda dengan istrinya. Ketiga hal ini adalah haq.”
Dengan dalil-dalil ini, bukan hanya Coldplay yang harus ditolak, tetapi konser-konser musik dan ajang permainan yang membuat manusia terlena harus ditolak juga dan diganti dengan kegiatan yang mendekatkan manusia dengan pencipta-Nya, Allah Azza wa Jalla.
Khatimah
Kepungan liberalisme telah membuat umat Islam buta hati dan buta pikiran. Mereka tidak menyadari realitas sebuah konser musik dan bahayanya terhadap keselamatan akidah dan masa depan generasi. Konser musik sesungguhnya bagian dari perang kebudayaan. Musuh-musuh Islam sengaja membuat kaum muslimin teralihkan dari pemikiran dan dakwah Islam.
Kondisi seperti ini harus segera diakhiri. Caranya adalah dengan mengganti sistem kehidupan sekuler ini, lalu di atas reruntuhannya dibangun sistem kehidupan Islam, Khilafah sebagaimana minhaj kenabian. Sebuah sistem kehidupan yang semata-mata berasaskan akidah Islam.
Wallahu a'lam bish-shawwab.[]
Yups benar banget bahwa kepungan liberalisme telah membuat umat Islam buta hati dan buta pikiran. Mereka tidak menyadari realitas sebuah konser musik dan bahayanya terhadap keselamatan akidah dan masa depan generasi. Itulah pentingnya Khilafah sebagaimana minhaj kenabian. Sebuah sistem kehidupan yang semata-mata berasaskan akidah Islam.