"Lepaskan kegelisahan tentang "siapa dia", karena yang lebih penting adalah "siapa Dia" baginya. Jika Allah adalah yang dijadikannya sandaran, insyaallah kamu bersama orang yang tepat. Semua akan baik-baik saja selama kamu dan dia berada pada satu tujuan, yakni rida Allah."
Oleh. Keni Rahayu
(Kontributor NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Bulan Syawal mau habis, tetapi (bagimu) belum ada tanda bahwa pangeran berkuda akan tiba. Bulan ini memang identik dengan pernikahan, ya. Banyak undangan berdatangan meminta kita datang ke kondangan. Tetapi, jangan bersedih. Jika hilal calon suami belum tampak, tandanya Allah masih ingin kita meningkatkan kualitas diri sebelum jadi istri. Tulisan ini kurangkai untukmu, sahabatku, membersamai masa-masa penantian.
Sekitar enam tahun yang lalu, aku merasakan apa yang kamu rasakan. Menanti memang tak mudah. Baiknya Allah, Ia mengirimkanku pada circle teman-teman salihah. Dua orang di antaranya yang paling aku syukuri. Mereka menambah keyakinanku tentang wujud kasih sayang Allah yang kuterima saat itu. Sampai di masa ketika aku mengikhlaskan niat menikah dalam waktu dekat. Aku memilih fokus pada pendidikan dan menikmati kebersamaan dengan teman-temanku.
Atas izin Allah, tak lama dari momenku menetralkan hati, Allah kirim seorang lelaki pemberani. Ia melamarku di bulan Syawal 2017. Di semester ketujuh kuliah, namaku binti ayahku diikrarkan olehnya pada sebuah peristiwa agung, akad nikah. 2023 adalah tahun keenamku menjejaki bahtera bernama pernikahan. Bukan senior, tentu saja. Tapi aku ingin sedikit berbagi sari yang mudah-mudahan bagimu menginspirasi.
Berikut ini adalah beberapa hal yang bisa kamu persiapkan dalam masa penantian.
1.Mengenal Jati Diri
Pertama dan paling utama, kita harus sudah mantap tentang hal apa yang menjadi landasan pernikahan. Ini akan klir kalau kita paham tentang jati diri kita. Kita adalah hamba Allah, hidup untuk beribadah pada-Nya. Maka, begitu pula tentang pernikahan. Menikahlah dengan landasan ketaatan, bukan yang lain.
Terimalah lamaran lelaki yang menjadikan kedekatan hubungan kalian dengan Allah sebagai persembahan. Setelah menikah, bersama dengannya kamu semakin dekat pada-Nya. Menikahlah dengan calon suami yang menjadikan akidah Islam sebagai asas, dan syariat Islam sebagai garis batas. Tidak ada subjektivitas, sebab semua dalam Islam telah diatur dengan jelas. Jika kamu masih bingung menentukan kriteria, mungkin hadis berikut bisa kamu jadikan acuan.
“Jika datang kepada kalian seorang lelaki yang kalian ridai agama dan akhlaknya, maka nikahkanlah ia. Jika tidak, maka akan terjadi fitnah di muka bumi dan kerusakan yang besar.” (HR. Tirmidzi)
2. Mengenali Diri
Selain memahami hakikat hidup, penting juga bagi kita mengenal siapa dan bagaimana diri kita? Kelak bergandeng tangan dengan lelaki yang seperti apa? Yakinlah setiap pasangan pasti ada perbedaan, tetapi toleransilah yang menjadikan keduanya senantiasa jalan beriringan. Maka, sebelum memahami teman hidupmu, kamu harus paham dulu batas-batas mana yang bisa kamu tuju. Tentu saja, ini hanya dalam ranah yang halal bagi Allah, ya. Misal, jika kamu orang yang dominan, mungkin sosok yang pasif akan lebih bisa mengimbangimu. Atau jika kamu suka bercerita, pastikan lelakimu adalah sosok yang selalu siap hati dan telinga. Yang paling penting dari semua adalah komunikasi.
3. Tidak Ada Kisah Cinta yang Sempurna
Hidup ini sekolah dan masalah adalah ujiannya. Jika lajang saja kita telah menemui beberapa masalah, lebih-lebih setelah menikah. Siap menikah artinya kita siap menambah masalah. Mindset ini yang harus kita tanamkan pada diri kita. Sebab, ini yang akan menjadi pengingat bagi kita bahwa pernikahan ini akan menjadi persembahan di yaumul hisab nanti. Apakah pahala, ataukah dosa yang dominan di buku rapor kita.
Uniknya, Allah beri pada tiap rumah tangga ujian yang berbeda-beda. Ada yang suaminya dekat, tapi gaji pas sesuai kebutuhan. Ada yang gaji melimpah, tapi waktu jumpa tak banyak. Ada yang merasa sepi sebab belum Allah beri keturunan, tapi ada pula yang merasa sangat lelah sebab Allah beri amanah anak. Ini hanya sekelumit, di medan laga bisa jadi lebih rumit. Kamu harus sudah siap, ya.
4. Pasrahkan pada Allah
Kabar baiknya, seberat apa pun kisah hidup kita, kita tidak pernah sendiri. Allah selalu membersamai kita dan memberikan beragam bentuk pertolongan-Nya. Tugas kita bukan mencari-cari pertolongan itu, sebab Allah pasti turunkan pertolongan-Nya. Tetapi, yang kita lakukan hanyalah menjalani sebagaimana tuntunan nabi, berbaik sangka pada-Nya sejak awal sampai akhir. Hasil, biar Allah yang ambil kendali.
Ketika hati kita gamang, tanyakan pada diri apa sebenarnya yang kita cari. Sebagaimana kehidupanmu dua puluh tahunan ke belakang berada di kondisi terbaik dalam penjagaan-Nya, begitu pula masa depan. Yakinlah bahwa Allah pasti memberimu kasih sayang dalam setiap lapang dan kesulitan.
Lepaskan kegelisahan tentang "siapa dia", karena yang lebih penting adalah "siapa Dia" baginya. Jika Allah adalah yang dijadikannya sandaran, insyaallah kamu bersama orang yang tepat. Semua akan baik-baik saja selama kamu dan dia berada pada satu tujuan. Rida Allah. Ya, rida Allah adalah muara setiap amal yang kita (aku, kamu, dia, mereka) perjuangkan. Wallahu a’lam bishawab.[]
Serahkan urusan bahtera rumah tangga hanya kepada Allah SWT..
Menikah bukan hanya karena cinta namun kesiapannya sampai mana.