Ratu Sehari

"Benar saja dengan sebutan ratu sehari. Karena setelahnya, sang lelaki tak lagi memuliakan istri bak putri, justru menjadikannya samsak mengeluarkan emosi. Benar saja dengan sebutan ratu sehari, sebab wanitanya tak lagi bersikap anggun di hadapan suami, justru keluar sumpah serapah yang terpatri."

Oleh. Nurjanah Triani
(Kontributor NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Pernikahan adalah momen indah yang ingin dirasakan banyak orang, dengan harapan sekali seumur hidup. Harapan sekali seumur hidup ini mengantarkan kebanyakan orang untuk memiliki impian pernikahan yang diidamkan. Tak sedikit yang merogoh kocek tinggi hingga mencapai miliaran untuk sebuah pesta pernikahan.

Manusia memiliki naluri alami untuk melestarikan keturunan. Sebab itu, Allah syariatkan sebuah pernikahan. Allah berfirman:

وَمِنْ اٰيٰتِهٖٓ اَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِّنْ اَنْفُسِكُمْ اَزْوَاجًا لِّتَسْكُنُوْٓا اِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَّوَدَّةً وَّرَحْمَةً ۗاِنَّ فِيْ ذٰلِكَ لَاٰيٰتٍ لِّقَوْمٍ يَّتَفَكَّرُوْنَ

Artinya: "Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan di antaramu rasa kasih dan sayang. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berpikir." (QS. Ar-Rum : 21)

Ketenangan dan kedamaian dapat tercipta lewat pernikahan. Namun kini, pernikahan menjadi momok menakutkan bagi sebagian kalangan. Tak heran, berita perselingkuhan, kekerasan, dan perceraian berjajar antre diberitakan. Belum lagi, biaya pesta pernikahan yang menjadi tradisi dan kebiasaan, membuat banyak pemuda kelimpungan.

Pernikahan Bukan Ajang Eksistensi

Manusia memang memiliki rasa ingin diakui. Sebab, manusia memiliki fitrah eksistensi diri. Namun meski demikian, bukan artinya menghilangkan esensi dari acara itu sendiri. Pun pernikahan, pergelarannya tak perlu berlebihan. Memaksakan hingga meninggalkan utang tentu akan jauh lebih merepotkan. Tersedianya tempat dan jamuan sederhana, bisa jauh lebih hikmat dalam pelaksanaannya.

Namun makin ke sini, persiapan pernikahan telah berganti arti. Bak ratu sehari kata orang, semua harus ditata begitu sempurna. Gaun indah merona, hiasan wajah yang mempesona, gedung mewah dengan kerlipan lampu menyala, hidangan mahal yang juga harus tersedia, hingga jajaran bridesmaids dan hiburan sebagai pelengkapnya. Tak jarang, hal itu menjadi harga nilai pernikahan itu sendiri di mata masyarakat kita.

Tak ada yang salah dengan itu semua, selama sesuai dengan syariat-Nya. Menjamu tamu dengan hidangan memuaskan, juga tempat yang nyaman merupakan suatu kemuliaan. Pernikahan dalam Islam pun memang dianjurkan untuk diumumkan. Salah satunya dengan mengundang dan menjamu tamu dalam bentuk pesta pernikahan.

Namun demikian, yang terjadi kini semakin jauh dan hilang dari makna pernikahan itu sendiri. Pernikahan yang seharusnya bisa dimudahkan, menjadi sulit karena tekanan adat dan kebiasaan. Pernikahan yang digelar sederhana, justru rentan dengan cemoohan, hingga timbul fitnah menyakitkan. Hal ini tentu berdampak pada orang yang ingin melaksanakan, pertimbangan yang berat pada biaya pesta pernikahan, hingga kehilangan makna pernikahan itu sendiri.

Tak sedikit, pemuda lebih sibuk menyiapkan modal dana untuk pesta, tapi lupa menyiapkan diri menjadi kepala rumah tangga. Tak sedikit, perempuan yang lebih sibuk memilih MUA, tapi tak sedikit pun menyentuh hal-hal yang berkenaan dengan ilmu rumah tangga.

Fenomena ini tentu memberikan dampak dahsyat setelahnya. Bagaimana tidak, akan banyak kita temukan, laki-laki yang tidak paham bahwa istri adalah tanggung jawab dunia dan akhiratnya, laki-laki yang hanya tahu memberi uang bulanan tanpa memberi pengajaran untuk istri tercinta, laki-laki yang main tangan karena emosi yang tak tertata, laki-laki yang berselingkuh dengan beralasan perasaan yang tak lagi utuh. Dan kita juga mudah temukan, perempuan yang keras saat diperintah suami, perempuan yang tak mau kalah dengan laki-laki, perempuan yang tak bisa memberi pelajaran untuk anaknya nanti.

Jika demikian yang terjadi, maka tak heran perceraian sering menjadi solusi. Hari-hari tak lagi terasa sakinah bersamamu, yang ada hanya emosi yang beradu. Bukan lagi cinta yang berakar, tapi amarah yang menjalar. Bukan lagi kasih sayang yang terbilang, namun tamparan yang melayang. Sebab bukan lagi iman yang menjaga, jika landasan awalnya hanya gengsi eksistensi semata.

Persiapan dalam benak para pemuda saat menuju pernikahan hanyalah sebuah teknis pesta tanpa makna. Banyak yang tak terpikir untuk belajar ilmu rumah tangga atau sekadar mengolah emosi yang tertata. Benar saja dengan sebutan ratu sehari. Karena setelahnya, sang lelaki tak lagi memuliakan istri bak putri, justru menjadikannya samsak mengeluarkan emosi. Benar saja dengan sebutan ratu sehari, sebab wanitanya tak lagi bersikap anggun di hadapan suami, justru keluar sumpah serapah yang terpatri.

Ratu Sehari-hari

Memang banyak perempuan yang ingin hari bahagianya terpatri indah di hati. Gambaran diri yang anggun bak dewi, di hari yang selama ini dinanti. Meski demikian, tentu kita tak ingin kebahagiaan itu dirasakan hanya sekali, namun setelahnya dibayar dengan kesakitan yang bertubi. Maka seumur hidup terlalu lama, jika pernikahan dijalani dengan cara yang salah. Jangankan seumur hidup, sehari pun berlalu terlalu berat terasa, jika isinya pertengkaran dan adu emosi semata.

Maka yang perlu diperhatikan adalah bagaimana cara agar tak hanya menjadi ratu sehari, namun menjadi ratu dalam sehari-hari. Bagaimana menjalani pernikahan dengan senang hati, bersama dengan pasangan halal yang dicintai. Bagaimana cara agar cinta tak pudar dalam hitungan tahun, justru kekokohan hati semakin tersusun. Itu semua tak dapat diciptakan hanya dengan persiapan pesta pernikahan. Serta tak dapat dinilai dari seberapa mahal biaya yang dikeluarkan.

Pernikahan dengan sakinah di dalamnya, hanya bisa dibayar dengan keimanan dan ketaatan. Sebab ibarat segitiga sama kaki, saat istri dan suami semakin mendekat pada Ilahi, maka jarak di antara keduanya pun semakin dekat. Keimanan dan ketakwaan dalam rumah tangga tak bisa muncul begitu saja. Perlu dipupuk dan ditanam jauh sebelum akad terlaksana. Agar saat pernikahan telah terlaksana, kita dan pasangan sudah sama-sama berlari mengejar surga. Namun tak ada kata terlambat di dalamnya.

Maka persiapan yang perlu para calon pengantin lakukan bukanlah hal teknis semata, melainkan ilmu dan takwa untuk bekal mengarungi bahtera rumah tangga. Terlebih mencetak generasi tak semudah hanya memberi anak sesuap nasi. Lebih dari itu, anak butuh asupan ilmu dan iman sebagai amunisi.

Sederhana tetapi Bahagia

Kala arti pernikahan itu kembali, maka akan kita temukan bahwasanya bukan kemewahan yang terpenting, tapi ilmu dan iman yang menjadi genting. Persiapan teknis tak perlu mewah, tapi saat ilmu dan iman terpenuhi, jalan pernikahan menjadi indah. Sebab pernikahan bukanlah satu hari. Bukan hanya saat pesta terjadi. Lebih dari itu, seumur hidup bersama pendamping. Jika hanya menyiapkan teknis saja yang penting, tapi mental dan keimanan tak mampu menopang bahtera yang terombang-ambing, maka urusan menjadi genting, hingga kehidupan membuat kita tak mampu bergeming.

Tanamkan dalam hati, bahwasanya pernikahan adalah ibadah terlama yang akan dijalani. Maka, fokus utama jangan hanya pada saat pesta terjadi, jauh setelahnya kehidupan realita rumah tangga sudah menanti. Matangkan persiapan diri, dari ilmu sebagai amunisi, iman yang menjaga diri, hingga emosi yang tertata dan terkendali.

Sederhana namun bahagia, karena syariat-Nya tak memberatkan manusia. Sederhana pelaksanaannya, namun jalan setelahnya dipenuhi cinta di jalan takwa. Sederhana pestanya, namun meriah hati selama mengarungi rumah tangga. Pun jika memiliki rezeki berlebih, bisa digunakan untuk menjamu tamu lebih baik, atau untuk persiapan memberi nafkah setelahnya. Daripada habis tak tersisa saat pesta, dan kelimpungan setelahnya.

Allahua'lam bish shawwab[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Kontributor NarasiPost.Com Dan Pegiat Pena Banua
Nurjanah Triani Kontributor NarasiPost.Com
Previous
Tengkleng: Makanan Limbah Menjadi Mewah
Next
Konser Coldplay, Hanya Hiburan?
5 1 vote
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

1 Comment
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
Reva Lina
Reva Lina
1 year ago

Yah pernikahan memang sekali seumur hidup yang patut untuk dirayakan, namun jika pengeluaran yang disiapkan terlalu berlebih-lebihan itupun akan sia-sia belaka. Jadikanlah suatu yang berharga namun tak menyusah kedepannya.

bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram