Menghapus Duka Guru Non-ASN, Mungkinkah?

”Oleh karena itu, kesejahteraan guru non-ASN dalam sistem kapitalisme hanyalah mimpi semata. Selama pemerintah tidak mau mengerahkan segala upaya untuk memajukan pendidikan, maka selama itu pula nasib guru akan sama.”

Oleh. Firda Umayah
(Kontributor NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Empat Kementerian Republik Indonesia berkolaborasi untuk mencari solusi dalam menyelesaikan masalah guru non-ASN (Aparatur Sipil Negara). Empat Kementerian itu adalah Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud Ristek), Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan-RB), Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), dan Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Salah satu langkah untuk menyelesaikannya adalah mendorong Pemda (Pemerintah Daerah) untuk mengusulkan formasi guru yang sesuai dengan kebutuhan (Kompas.com, 6/5/2023).

Permasalahan guru non-ASN memang sudah lama terjadi. Hingga guru non-ASN sulit mendapatkan kesejahteraan. Padahal, perjuangan dan beban yang dilakukan untuk mendidik generasi bangsa tidaklah mudah. Seharusnya, guru non-ASN juga mendapatkan apresiasi yang layak agar kesejahteraan dapat diraihnya. Lantas, akankah kolaborasi empat Kementerian ini mampu menyelesaikan masalah guru non-ASN?

Balada Nasib Guru Non-ASN

Kolaborasi empat Kementerian mengharapkan penambahan kuota guru yang diterima PPPK dan pendanaan pendidikan yang diberikan mampu mengurai masalah yang kerap menghampiri guru non-ASN. Meskipun, diskusi kolaborasi ini akan berlanjut pada diskusi mendatang. Sayangnya, permasalahan guru non-ASN tidak hanya dalam jumlah kuota ASN dan PPPK saja.

Kualitas guru non-ASN yang rendah, sarana, dan prasarana yang kurang memadai dalam mengajar, banyaknya guru non-ASN yang belum menjalankan sertifikasi, sulitnya mendapatkan bantuan, serta rendahnya upah guru non-ASN, adalah sebagian masalah klasik yang selalu hadir hingga kini. Sejak penghapusan status guru honorer di organisasi kepegawaian pemerintah, Kemendikbud meminta semua guru honorer dan non-ASN untuk mengikuti tes seleksi agar dapat menjadi ASN atau PPPK (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja). Langkah ini dianggap efisien untuk meningkatkan kualitas dan kesejahteraan guru non-ASN.

Namun, harapan tak sesuai dengan kenyataan. Keresahan di kalangan guru non-ASN justru semakin tinggi. Besarnya jumlah guru non-ASN tidaklah sebanding dengan kuota untuk menjadi ASN dan PPPK yang disediakan oleh pemerintah. Meskipun Kemendikbud menginginkan lebih banyak lagi guru non-ASN yang layak menjadi PPPK. Nyatanya, menjadi ASN atau PPPK bukanlah hal yang mudah.

Guru non-ASN harus melengkapi sejumlah syarat dan lulus seleksi yang dilakukan. Seperti minimal mengajar selama tiga tahun, memiliki surat izin dari yayasan yang memperkerjakan, belum memiliki sertifikat pendidik, lulus seleksi administrasi, dan lulus seleksi akademik. Untuk seleksi administrasi, guru non-ASN harus menyetorkan berbagai berkas yang diperlukan melalui aplikasi dapodik dinas. Oleh karena itu, bagi guru non-ASN yang belum terdaftar dalam dapodik dinas, maka tidak dapat mengajukan menjadi ASN atau PPPK.

Kesulitan guru non-ASN dalam mengikuti sejumlah prosedur seleksi tidak hanya dalam administrasi tapi juga seleksi akademik. Bagi guru non-ASN yang memiliki usia yang cukup lanjut, jangankan mengikuti seleksi akademik. Mengikuti seleksi administrasi saja adalah kesulitan tersendiri. Sebab, banyak guru non-ASN yang tidak terdaftar di dapodik dinas. Sulitnya mekanisme pendaftaran di dapodik dinas juga dialami oleh instansi yang memperkerjakan atau lembaga pendidikan guru non-ASN.

Besarnya perhatian dan peluang yang masyarakat lihat terhadap kebutuhan pendidikan, membuat sebagian guru non-ASN diperkerjakan oleh instansi atau lembaga pendidikan nonpemerintah. Sehingga, untuk mendaftarkan guru yang diperkerjakan butuh perhatian dan perjuangan dari instansi pendidikan tersebut. Tak hanya itu, bantuan pemerintah juga akan sulit diberikan kepada instansi atau lembaga pendidikan yang tidak terdaftar di dalam Dinas Pendidikan. Walhasil, guru non-ASN hanya mendapatkan upah dari instansi atau lembaga pendidikan yang memperkerjakan mereka.

Upah ini tentu saja berasal dari keputusan instansi atau lembaga tersebut, yang bisa saja sangat jauh dari kata mencukupi kebutuhan hidup, terlebih lagi untuk mendapatkan kesejahteraan. Inilah gambaran penderitaan guru non-ASN. Faktanya, di antara jumlah guru non-ASN yang terdaftar di dapodik dinas, masih jauh lebih banyak jumlah guru non-ASN yang tidak terdaftar di dapodik dinas. Sehingga, kondisi guru non-ASN yang belum sejahtera bagaikan fenomena gunung es. Di mana antara yang tampak sangat jauh berbeda dengan yang tidak tampak.

Mimpi Kesejahteraan dalam Kapitalisme

Setelah terbitnya Peraturan Sekretaris Jenderal Kemendikbud No. 6 Tahun 2020, harapan sejahtera bagi guru non-ASN semakin jauh rasanya. Ini karena dalam pasal tersebut, pemberian tunjangan profesi tidak diberikan kepada guru agama yang mengikuti Kementerian Agama dan guru yang bertugas di satuan pendidikan kerja sama.

Keputusan itu sempat diprotes oleh Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) yang menilai bahwa mendapatkan tunjangan merupakan hak semua guru. Kemendikbud lantas menyatakan bahwa penghapusan tunjangan tersebut lantaran ada syarat yang tidak dipenuhi oleh guru SPK (Satuan Pendidikan Kerja Sama). Padahal, seharusnya pemerintah memberikan informasi agar guru SPK yang notabene adalah guru non-ASN dapat dengan mudah mendapatkan tunjangan tersebut. Bukan lantas diberhentikan secara sepihak. Mengingat masih banyak guru non-ASN yang diperkerjakan oleh lembaga swasta dengan upah yang jauh di bawah UMR (Upah Minimum Regional) daerah.

Pemotongan atau penghentian tunjangan profesi guru non-ASN merupakan bukti bahwa perhatian pemerintah terhadap dunia pendidikan sangatlah minim. Ini baru satu komponen di dalam bidang pendidikan. Belum lagi komponen lain di dalam sarana dan prasarana yang juga masih banyak yang jauh dari kata memadai. Minimnya anggaran dana dalam bidang pendidikan juga merupakan bukti bahwa pendidikan tak lagi menjadi prioritas bagi negara.

Dalam sistem pemerintahan demokrasi yang menganut ideologi kapitalisme, pendidikan memang bukanlah bagian dari prioritas dalam sebuah negara. Sistem ini lebih mengedepankan bidang ekonomi dengan kepentingan dan egoisme kekuasaan yang ada. Padahal, pendidikan merupakan kebutuhan dasar hidup manusia. Negara harus menjamin semua warga negara untuk mengenyam pendidikan yang berkualitas. Pendidikan juga merupakan fondasi bagi suatu negara. Negara yang memiliki tingkat pendidikan yang baik akan mampu membawa negara kepada kondisi yang baik pula. Karena, taraf berpikir masyarakat akan meningkat seiring dengan tingginya pendidikan yang diperolehnya.

Minimnya perhatian ideologi kapitalisme yang diemban oleh negara, tentu saja berimbas kepada kesejahteraan guru yang ada di negara tersebut. Anggaran dana yang minim membuat guru tak mampu hidup sejahtera di bawah naungan kapitalisme. Kalaupun ada peluang untuk sejahtera, maka ini akan dijadikan ajang perlombaan untuk mendapatkan keuntungan materi. Seperti yang terjadi pada guru non-ASN yang ada di sekolah swasta dan sekolah internasional.

Besarnya gaji yang diberikan sebanding dengan besarnya usaha yang dikerahkan dalam memberikan pelayanan pendidikan di sekolah tersebut. Sekolah juga ingin mendapatkan peserta didik yang banyak dengan kualitas terbaik yang diberikan meskipun untuk menyekolahkan anak di sekolah tersebut juga membutuhkan biaya yang besar. Sehingga, dunia pendidikan kerap menjadi ajang bisnis bagi para kapitalis yang bersaing dengan lembaga pendidikan pemerintah yang notabene memiliki dana yang minimalis. Oleh karena itu, kesejahteraan guru non-ASN dalam sistem kapitalisme hanyalah mimpi semata. Selama pemerintah tidak mau mengerahkan segala upaya untuk memajukan pendidikan, maka selama itu pula nasib guru akan sama.

Sekalipun pemerintah beralasan bahwa minimnya dana yang dikeluarkan pemerintah adalah karena kurangnya pendapatan negara, maka hal ini tidak dapat dibenarkan. Sebab, kurangnya pendapatan negara merupakan dampak dari penerapan sistem ekonomi kapitalisme yang selalu mengedepankan kepentingan para kapitalis. Walhasil, negara tak memiliki andil saat kekayaan alam yang seharusnya milik rakyat dan diolah untuk kepentingan rakyat justru diambil alih kepemilikannya menjadi milik para kapitalis.

Islam Menjamin Kesejahteraan

Mendapatkan kesejahteraan hidup termasuk yang diperoleh guru non-ASN akan mudah didapatkan dalam sistem pemerintahan Islam yang menerapkan syariat Islam di semua aspek kehidupan. Islam memandang bahwa pendidikan adalah salah satu kebutuhan dasar hidup manusia yang harus dipenuhi negara. Sistem pemerintahan Islam yang dipimpin oleh seorang khalifah merupakan penanggung jawab sekaligus pengurus segala urusan rakyat. Hal ini dijelaskan dalam sabda Rasulullah saw. yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari.

Dalam sistem pemerintahan Islam, negara tak hanya mampu membawa masyarakat termasuk guru dalam kesejahteraan. Namun, juga mampu mencetak guru yang berkualitas dan memiliki kepribadian Islam. Hal ini karena sistem pemerintahan Islam yakni Khilafah memiliki beberapa prinsip sebagai berikut.

Pertama, negara harus menjamin terpenuhinya semua kebutuhan dasar hidup masyarakat yang mencakup kebutuhan pangan, sandang, papan, pendidikan, kesehatan, dan keamanan. Untuk memenuhi itu semua, maka peluang untuk mencari nafkah diprioritaskan kepada kaum laki-laki. Negara juga harus mengelola semua kekayaan alam untuk kepentingan rakyat. Negara juga bisa mengambil pemasukan pendapatan dari pos fa'i, kharaj, usyr untuk membiayai kebutuhan rakyat termasuk semua biaya pendidikan. Baik untuk memenuhi segala sarana dan prasarana pendidikan serta upah guru. Fasilitas pendidikan diberikan secara gratis agar tidak ada lagi masyarakat yang tidak mampu mengenyam pendidikan.

Kedua, sistem pendidikan dalam Khilafah berbasis akidah Islam. Di mana keimanan dan ketakwaan senantiasa ditanamkan kepada masyarakat. Baik dalam pendidikan formal maupun nonformal. Salah satu misi pendidikan harus mampu membentuk kepribadian Islam yaitu dengan membentuk pola pikir dan sikap sesuai dengan syariat Islam. Selain misi lain yaitu membentuk anak didik yang memiliki ilmu pengetahuan yang luas. Tsaqafah (pemikiran) Islam juga senantiasa hadir dalam kurikulum pendidikan.

Ketiga, adapun kebutuhan negara terhadap guru, maka negara melakukan seleksi untuk mendapatkan guru yang berkompeten dan memiliki kepribadian Islam. Upah guru diambil dari anggaran pendapatan negara yang ditentukan oleh Qadi Hubara' sesuai dengan amanah dan keilmuan guru tersebut. Termasuk pemberian upah kepada para imam fikih yang telah menuliskan berbagai ilmu dalam kitab-kitab yang menjadi rujukan dalam pendidikan. Guru juga akan diberikan fasilitas untuk mengembangkan ilmunya oleh negara secara cuma-cuma.

Keempat Islam memiliki pandangan yang khas terhadap guru begitu juga dengan Khilafah. Dalam Islam, guru adalah bagian dari orang berilmu yang harus dimuliakan. Dalam Al-Qur'an surah Al-Mujadalah ayat 11, Allah Swt. berfirman bahwa Allah akan meninggikan derajat orang-orang beriman dan orang-orang yang berilmu beberapa derajat.

Dalam masa pemerintahan Islam yakni Khilafah, guru mendapatkan kesejahteraan karena mendapatkan jaminan agar dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Sebagai contoh adalah pada masa Khalifah Umar bin Khattab yang telah menggaji guru sebanyak 15 dinar atau setara dengan 63,75 gram emas atau senilai dengan 60 juta rupiah. Sebuah nilai yang lebih dari cukup untuk memenuhi kebutuhan yang juga telah dijamin oleh negara.

Penutup

Guru, bukanlah sebuah profesi yang bisa dipandang sebelah mata. Guru adalah bagian penting dalam mendidik generasi bangsa. Oleh karena itu, kemuliaan dan kesejahteraan guru hanya bisa diraih dengan penerapan sistem yang juga memuliakan guru. Yaitu sistem pemerintahan Islam. Karena Islam bertopang pada seruan Asy-Syari' (pembuat hukum) yakni Allah Swt. Bukan dari manusia lemah yang hanya memikirkan kesenangan dunia semata seperti sistem pemerintahan demokrasi dalam ideologi kapitalisme.
Wallahu a'lam bi ash-shawwab.[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Kontributor NarasiPost.Com
Firda Umayah Tim Penulis Inti NarasiPost.Com Salah satu Penulis Inti NarasiPost.Com. Seorang pembelajar sejati sehingga menghasilkan banyak naskah-naskahnya dari berbagai rubrik yang disediakan oleh NarasiPost.Com
Previous
Mosaik Perubahan
Next
Buruh Butuh Sejahtera, Khilafah Mewujudkannya
5 1 vote
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

2 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
Reva Lina
Reva Lina
1 year ago

Benar sekali kesejahteraan guru non-ASN dalam sistem kapitalisme hanyalah mimpi semata. Selama pemerintah tidak mau mengerahkan segala upaya untuk memajukan pendidikan, maka selama itu pula nasib guru akan sama. Padahal kita tahu Guru, bukanlah sebuah profesi yang bisa dipandang sebelah mata. Guru adalah bagian penting dalam mendidik generasi bangsa. Oleh karena itu, kemuliaan dan kesejahteraan guru hanya bisa diraih dengan penerapan sistem yang juga memuliakan guru. Yaitu dengan sistem pemerintahan Islam...

firda umayah
firda umayah
Reply to  Reva Lina
1 year ago

Benar..saat ini guru lebih banyak disibukkan dengan urusan administrasi sehingga menggerus perannya sebagai pendidik yang melahirkan generasi terbaik untuk Islam

bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram