”Perpanjangan kontrak Freeport adalah kezaliman bagi rakyat Indonesia khususnya Papua, sebab selama ini hasil dari aktivitas pertambangan tersebut hanya dinikmati oleh segelintir golongan dan tidak berpengaruh besar kepada masyarakat sekitar.”
Oleh. Ira Rahmatia
(Kontributor NarasiPost.Com dan Aktivis Dakwah Nisa Morowali)
NarasiPost.Com-Perpanjangan kontrak PT Freeport menuai polemik. Sebab, keberadaannya tak mampu memberikan kesejahteraan bagi masyarakat sekitar.
Dilansir dari CNN Indonesia, PT Freeport Indonesia (PTFI) menyambut baik rencana Presiden Joko Widodo untuk memperpanjang kontrak terkait Izin Usaha Pertambangan Khusus perusahaan tersebut setelah 2041. Katri Krisnawati selaku VP Corporate Communication PT Freeport Indonesia mengatakan bahwa kehadiran PTFI merupakan aset penting pemerintah dalam mengelola sumber daya alam mineral milik Indonesia yang mana bertujuan untuk kesejahteraan masyarakat luas terutama bagi masyarakat Papua serta keberlanjutan lapangan pekerjaan setelah 2041. (29/4/2023)
Menurut Bahlil Lahadalia selaku Menteri Investasi/Kepala BKPM, rencana pemerintah untuk menaikkan saham Indonesia di Freeport dari 51% menjadi 61% karena dinilai pendapatan perusahaan tersebut semakin baik dan grafik produksi yang akan mencapai puncak pada tahun 2030-2035. Perpanjangan pengelolaan Freeport dengan syarat penambahan saham kurang lebih 10 persen tersebut sekaligus juga akan mendesak PTFI membangun smelter baru di Papua sebagai syarat perpanjangan kontrak dan bentuk menuntut keadilan.
Menilik Sejarah PTFI
PTFI merupakan afiliasi dari Freeport-MCmoran Copper and Gold Inc, perusahaan tambang raksasa asal Amerika Serikat yang mengelola tambang Grasberg di Papua. Grasberg merupakan tambang emas terbesar di dunia yang berlokasi di wilayah Papua. Selain emas, Grasberg juga memiliki kandungan tambang tembaga terbesar ketiga di dunia.
Melalui UU Penanaman Modal Asing, Presiden Suharto memberikan izin kepada PTFI untuk mulai melakukan penambangan tembaga. Pembangunan dimulai pada tahun 1967 dengan Kontrak Karya I selama 30 tahun.
Setelah melakukan penambangan, ditemukan cadangan emas sebanyak sebesar 3,8 miliar ton dan PTFI kembali mengajukan Kontrak Karya II pada tahun 1991 dan disetujui lagi oleh pemerintah Indonesia. Penambangan emas tersebut dikelola oleh PT Grasberg. Hingga 2022, jumlah kandungan emas dan tembaga yang sudah dikeruk sebanyak 1,7 miliar ton. Pada tahun 2018 penandatanganan Ijin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) yang merupakan perubahan bentuk dan perpanjangan usaha pertambangan sampai dengan tahun 2041. Pemerintah Indonesia mengakuisisi 51,24% saham Freeport Indonesia.
Keuntungan PTFI
Walaupun PTFI pernah mengeklaim 60% hasil pendek penambangan telah diberikan ke Indonesia, nyatanya menurut menteri SDM, Ignasius Jonan bahwa penerimaan yang diperoleh negara dari PT Freeport hanya sebesar Rp8 triliun per tahun yang mana hal ini lebih kecil dari rokok yang menyumbang Rp139,5 triliun per tahun. Atas dasar itulah pemerintah saat ini mereka berusaha untuk memperbesar kendali atas privat supaya penerimaan negara dari mereka bisa ditingkatkan dengan cara meningkatkan porsi kepemilikan dan memberlakukan metode perhitungan pajak baru bagi mereka.
Namun pertanyaannya, apakah setelah menambah perpanjangan kontrak serta memperbanyak porsi saham Indonesia di PT Freeport akan menambah kesejahteraan bagi masyarakat Indonesia khususnya Papua? Apakah dampak dari aktivitas pertambangan berupa tailing itu bisa dikelola dengan bijak?
Kapitalisme Penyebab Papua Menjadi Daerah Termiskin di Indonesia
Kesenjangan sosial akibat sistem kapitalisme ini begitu terasa, banyaknya tambang maupun smelter di Indonesia tak mampu mengurangi jumlah kemiskinan, bahkan semakin meningkat dari waktu ke waktu.
Dari data Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan pertumbuhan jumlah penduduk miskin terjadi di hampir semua pulau pada September 2022. Namun, kenaikan penduduk miskin tertinggi terjadi di Papua dan Maluku. Kemiskinan di Papua naik 0,21% poin menjadi 20,10 juta jiwa per September 2022, dibandingkan Maret 2022. (CNBC Indonesia, 16/1/2023).
Papua merupakan salah satu provinsi yang ada di Indonesia, kekayaan alam dan keindahan alam Bumi Cendrawasih ini bahkan disebut surga kecil di bumi. Sayangnya kesejahteraan tak berpihak pada rakyat Papua. Papua yang kaya akan emasnya, hidup dalam keterbatasan, bahkan dinyatakan sebagai daerah termiskin di Indonesia.
Perpanjangan kontrak Freeport adalah kezaliman bagi rakyat Indonesia khususnya Papua, sebab selama ini hasil dari aktivitas pertambangan tersebut hanya dinikmati oleh segelintir golongan dan tidak berpengaruh besar kepada masyarakat sekitar. Bahkan, mereka yang mendapatkan dampak langsung dari aktivitas pertambangan tersebut berupa limbah tailing yang menyebabkan pencemaran sungai, pendangkalan muara di tiga sungai, hilangnya mata pencaharian warga sekitar hingga penyakit yang merebak luar biasa. Inilah akibat pengelolaan SDA yang hanya berorientasi untung semata tanpa memperhatikan aspek lingkungan. Disebutkan jumlah tailing yang dibuang setiap hari di aliran sungai tersebut sebanyak 300 ribu ton per hari.
Adanya dampak lingkungan dan kesejahteraan yang tak diterima warga lokal dengan layak bertolak belakang dengan iming-iming pemerintah dan PTFI yang “katanya” terus melakukan aktivitas tambang demi kesejahteraan warga lokal. Jelaslah bahwa angan-angan memperpanjang kontrak PTFI akan memberikan kesejahteraan bagi masyarakat Indonesia dan khususnya Papua adalah kamuflase belaka, sebab berpuluh tahun tambangnya dikeruk namun angka kemiskinan terus meningkat.
Permasalahan Sistemis
Banyaknya polemik dalam pengelolaan sumber daya alam di Indonesia adalah masalah sistem yang mana regulasinya diatur dalam sistem kapitalisme sekuler. Sistem kapitalisme meniscayakan adanya kongkalikong antara penguasa dan pengusaha. Adanya jaminan kebebasan kepemilikan membuka peluang SDA diprivatisasi oleh individu swasta ataupun asing.
Pengaturan seperti ini tentu bertolak belakang dengan sistem Islam yang menyatakan bahwa sumber daya alam adalah harta kepemilikan umum yang tidak boleh diprivatisasi kepemilikannya oleh individu, swasta bahkan asing. Negaralah yang harusnya mengelolanya sebagai pengurus rakyat, agar hasilnya dapat dikembalikan kepada masyarakat untuk memenuhi kebutuhan primer, sekunder bahkan tersier jika negara mampu.
Back to Islam Kaffah
Posisi tambang dalam Islam adalah sebagai harta kepemilikan umum. Hal ini jelas disebutkan dalam salah satu hadis. Rasulullah saw. bersabda:
“Kaum muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air, dan api”. (HR. Abu Dawud dan Ahmad)
Barang yang termasuk kepemilikan umum ini dikelola oleh negara untuk kepentingan publik. Hasilnya dikembalikan kepada masyarakat. Seperti menyediakan pendidikan gratis dan berkualitas, pelayanan kesehatan yang mumpuni, penggratisan infrastruktur yang digunakan oleh masyarakat, bahkan penyediaan rumah bagi warganya.
Pengelolaan sumber daya alam yang sesuai dengan syariat Islam, akan memberikan jaminan kesejahteraan pada masyarakat dan tetap memperhatikan keseimbangan lingkungan. Pengelolaan seperti ini hanya mampu dilaksanakan oleh penguasa yang independen, tidak bergantung kepada asing dan melaksanakan seluruh aturan bernegara sesuai Al-Qur’an dan As-Sunah di bawah naungan Daulah Khilafah.
Wallahu a’lam bi ash-shawwab.[]
Yah Perpanjangan kontrak Freeport adalah kezaliman bagi rakyat Indonesia khususnya Papua, sebab selama ini hasil dari aktivitas pertambangan tersebut hanya dinikmati oleh segelintir golongan dan tidak berpengaruh besar kepada masyarakat sekitar. Mereka hanya mementingkan kepentingan pribadi bukan rakyat yang lemah ini. Berkuasa diatas kekuasaannya. Pentingnya pemerintahan yang dapat menerapkan Islam secara keseluruhan agar tak dapat diperbudakkan. Seperti yang kita ketahui Pengelolaan sumber daya alam yang sesuai dengan syariat Islam, akan memberikan jaminan kesejahteraan pada masyarakat dan tetap memperhatikan keseimbangan lingkungan. Pengelolaan seperti ini hanya mampu dilaksanakan oleh penguasa yang independen, tidak bergantung kepada asing dan melaksanakan seluruh aturan bernegara sesuai Al-Qur’an dan As-Sunah di bawah naungan Daulah Khilafah.