Haruskah Memperpanjang Kontrak dengan Freeport?

"Melalui konsep kebebasan kepemilikan, para pemilik modal berhak untuk melakukan usaha apa pun, dengan cara apa pun. Karena itu, dalam negara yang menggunakan sistem ekonomi kapitalisme, akan dilakukan liberalisasi di semua bidang. Bahkan, di bidang yang menyangkut hajat hidup banyak orang. Misalnya dalam bidang kesehatan dan pertambangan."

Oleh. Mariyah Zawawi
(Tim Penulis Inti NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-PT Freeport Indonesia menyambut baik rencana pemerintah yang akan memperpanjang Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) bagi perusahaan ini. Katri Krisnati, Vice President Corporate Communication PT Freeport Indonesia, menyatakan bahwa Freeport merupakan aset penting pemerintah. Perusahaan ini mengelola sumber daya alam yang sangat melimpah dan memberikan manfaat yang signifikan bagi ekonomi Indonesia, khususnya rakyat Papua. (Detik.com, 29/4/2023)

Benarkah pengelolaan tambang emas di Papua ini memberikan manfaat ekonomi kepada rakyat Papua? Jika tidak, siapa yang diuntungkan dari kontrak ini? Bagaimana pandangan Islam terhadap pengelolaan sumber daya alam?

Harta Karun Luar Biasa

Awalnya, Freeport melakukan aktivitas penambangan di Erstberg. Tambang Erstberg (gunung bijih) ditemukan oleh seorang geolog Belanda bernama Jean Jacques Dozy pada tahun 1936. Laporan atas penemuan itu kemudian dimuat dalam sebuah majalah geologi di Leiden, Belanda pada tahun 1939. Pecahnya perang dunia saat itu membuat laporan Dozy tidak mendapat perhatian.

Informasi tentang Erstberg ini sampai di telinga Forbes K. Wilson. Pada tahun 1960, manajer eksplorasi Freeport Sulphur of Delaware ini pun melakukan ekspedisi ke sana. Sebelum melakukan ekspedisi, Wilson melakukan berbagai persiapan fisik. Mulai dari menghentikan kebiasaan merokok yang telah dilakukannya selama 30 tahun, hingga imunisasi dari hampir semua penyakit yang pernah menyerang manusia. Catatan perjalanan Wilson itu kemudian ditulis dalam sebuah buku berjudul The Conquest of Cooper Mountain.

Ekspedisi Wilson dan timnya yang terdiri dari geolog, botanikus, insinyur, hingga perwira polisi itu berhasil memastikan cadangan bahan tambang di Erstberg. Saat itu, cadangan bijih besinya diperkirakan sebesar 33 juta ton dan tembaganya mencapai 2,5%. Namun, Freeport Sulphur of Delaware yang saat itu baru saja kehilangan pertambangan bijih nikelnya di Kuba akibat nasionalisasi, belum dapat menindaklanjuti temuan itu. Freeport baru mendapatkan izin eksplorasi setelah situasi politik di Indonesia stabil melalui Kontrak Karya I dengan masa 30 tahun pada tahun 1967.

Pada tahun 1980, Freeport bergabung dengan McMoran, dan berganti nama menjadi Freeport-McMoRan dengan Freeport Indonesia sebagai anak perusahaannya. Cadangan tembaga di Erstberg yang diperkirakan habis pada tahun 1987, membuat Freeport melakukan upaya untuk mencari cadangan lainnya. Upaya itu mulai dilakukan pada tahun 1984. Setahun kemudian, mereka menemukan Grassberg (gunung rumput) yang hanya ditumbuhi rumput kasar. Dua tahun kemudian, Dave Potter, seorang geolog, berhasil mengambil contoh batuan dari puncak Grassberg. Setelah diuji di laboratorium, diketahui bahwa batuan tersebut memiliki kandungan emas dengan kadar sangat tinggi.

Freeport mulai melakukan penambangan di Grassberg pada tahun 1988. Tiga tahun kemudian, Kontrak Karya II dengan masa 30 tahun berhasil didapatkan. Setelah dikeruk selama hampir 30 tahun, cadangan emas dan tembaga di penambangan terbuka pun diperkirakan habis pada tahun 2017. Maka, sejak tahun 2010, mulai dilakukan penambangan bawah tanah. Penambangan ini menghasilkan emas, perak, dan tembaga, rata-rata 60 ribu ton bijih per hari. Puncak produksi Freeport terjadi pada tahun 2018. Saat itu, dihasilkan 2,69 juta ons emas.

Keuntungan bagi Asing, Kerugian bagi Indonesia

Dalam Kontrak Karya I, Indonesia sebagai pemilik wilayah penambangan, tidak memiliki saham sama sekali. Baru pada tahun 1976, Indonesia mendapat saham sebesar 8,5%. Jumlah saham itu naik sangat tipis menjadi 9,36%. Pada tahun 2018, Indonesia melakukan divestasi saham Freeport sebesar 51%. Saham yang dikuasai melalui PT Inalum (Persero) itu senilai USD3,85 miliar atau setara dengan Rp55 triliun.

Pemerintah berencana untuk menambah kepemilikan saham sebesar 10% sebagai syarat perpanjangan izin bagi PT Freeport Indonesia pada tahun 2041. Pemerintah berpendapat bahwa perpanjangan kontrak ini sangat penting. Sebab, jika kontrak itu berakhir, maka perusahaan akan berhenti beroperasi. Jika hal ini terjadi, akan mendatangkan kerugian bagi perusahaan negara ini.

Richard C. Adkerson, CEO Freeport-McMoRan, menguatkan pendapat pemerintah Indonesia. Menurut Adkerson, penerimaan negara akan bertambah dengan perpanjangan kontrak karya itu. Indonesia akan memperoleh pemasukan berupa pajak, dividen, royalti, dan sebagainya. Bahkan, sumbangan PT Freeport untuk kas negara hingga 2041 akan mencapai Rp1.214 triliun.

Namun, faktanya tidaklah seindah itu. PT Freeport sering mangkir dalam membayar pajak maupun royalti. Dalam kondisi seperti ini, pemerintah Indonesia tidak mampu berbuat apa-apa.

Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia belum mendapatkan keuntungan dari eksplorasi tambang di Papua. Fakta yang ada justru menunjukkan sebaliknya. Berbagai dampak buruk telah dirasakan oleh masyarakat. Misalnya, dipindahkannya masyarakat adat dari tempat tinggal mereka.

Kerusakan lingkungan akibat eksplorasi juga banyak terjadi. Eksplorasi yang dilakukan oleh Freeport menghasilkan limbah tailing sebanyak 300 ribu ton setiap hari. Berdasarkan SK Gubernur No. 540/2002, ada empat sungai yang dijadikan sebagai tempat pembuangan limbah, yaitu Sungai Aghawagon, Otomona, Ajkwa dan Minajerwi.

Pembuangan limbah ke sungai ini menyebabkan terjadinya sedimentasi serta pendangkalan. Di samping itu juga terjadi pencemaran air sungai. Masyarakat tidak dapat lagi mengakses transportasi sungai. Mereka juga kehilangan mata pencaharian karena ikan-ikan mati. Air bersih pun sulit dicari. Warga dari 23 desa di sekitar sungai yang tercemar itulah yang harus menanggung akibatnya.

Di samping itu, terjadi kerusakan sosial. Masuknya orang asing ke Papua menyebabkan tingginya penderita HIV AIDS. Bahkan, kota Timika yang menjadi pusat para penambang menjadi kota dengan penderita HIV AIDS tertinggi di Indonesia.

Meskipun pemerintah Indonesia telah mengambil alih 51% saham Freeport, tetapi hal itu tidak mengubah keadaan. Kerusakan alam tetap terjadi. Demikian pula dengan kerusakan sosial budaya masyarakat.

Kapitalisme Biang Penjajahan

Sesuai dengan namanya, kapitalisme merupakan sistem yang memberi kebebasan kepada setiap individu untuk melakukan usaha dalam meraih sebesar-besarnya materi. Karena itu, berbagai upaya pun dilakukan untuk mendapatkan harta. Sebab, hal itu merupakan tolok ukur kebahagiaan mereka.

Melalui konsep kebebasan kepemilikan, para pemilik modal berhak untuk melakukan usaha apa pun, dengan cara apa pun. Karena itu, dalam negara yang menggunakan sistem ekonomi kapitalisme, akan dilakukan liberalisasi di semua bidang. Bahkan, di bidang yang menyangkut hajat hidup banyak orang. Misalnya dalam bidang kesehatan dan pertambangan.

Para kapitalis ini pun bekerja sama dengan para penguasa untuk meraih tujuan mereka. Mereka tidak peduli apakah yang mereka lakukan itu benar atau salah, menzalimi masyarakat atau tidak. Sikap individualis yang diciptakan oleh kapitalisme membuat mereka tak peduli dengan semua itu. Mereka yang kuat yang akan memenangkan pertarungan. Sebab, hukum rimba yang berlaku di sini.

Melalui para penguasa, mereka melakukan penjajahan secara halus. Para penguasa dipaksa untuk memberikan izin usaha dengan imbalan berupa dukungan kekuasaan.

Karena itu, para penguasa pun dengan sukarela memberikan pembelaan terhadap asing yang dianggap merugikan negara. Misalnya, pembelaan pemerintah negeri ini terhadap Freeport yang menyatakan perusahaan ini memberi banyak manfaat bagi Indonesia. Salah satunya adalah memberi lapangan pekerjaan. Menurut pemerintah, 98% karyawan Freeport adalah warga negara Indonesia.

Di samping itu, pemerintah juga menyatakan bahwa Freeport sekarang telah menjadi milik pemerintah Indonesia, yaitu milik PT Inalum (Persero). Padahal, sumber dana yang digunakan untuk membeli saham itu berasal dari obligasi internasional. Maka, Indonesia harus membayar utang plus bunganya. Hal ini tentu semakin membebani keuangan negara.

Sementara, kepemilikan saham mayoritas PT Inalum ternyata berada di tangan pemerintah Jepang. Sebab, 58,9% saham perusahaan ini dimiliki oleh Nippon Asahan Aluminium. Maka, sebagian besar keuntungannya akan masuk ke perusahaan ini.

Namun, untuk menghentikan kontrak itu juga tidak mudah. Jika kontrak karya itu tidak diperpanjang, Freeport bisa saja mengajukan Indonesia ke arbitrase internasional. Dalam situasi seperti ini, kecil sekali kemungkinannya Indonesia akan memenangkan perseteruan ini. Justru sebaliknya, Indonesia akan kalah dan harus membayar ganti rugi ke Freeport. Jika tidak mau membayar, aset Indonesia yang di luar negeri akan disita. Inilah penjajahan yang tidak langsung dirasakan oleh rakyat Indonesia saat ini.

Pengelolaan Bahan Tambang dalam Islam

Setiap manusia memiliki naluri mempertahankan diri. Salah satunya terwujud dalam kecintaannya terhadap harta. Agar naluri dari tiap orang tidak berbenturan dengan naluri yang lainnya, maka dibutuhkan aturan. Allah Swt. sebagai Sang Pencipta telah memberikan petunjuk kepada manusia untuk mengatur hal ini. Melalui risalah yang dibawa oleh Rasulullah saw., kezaliman pun akan dapat dihindari.

Dalam mengatur pengelolaan bahan tambang, perlu diperhatikan apakah bahan tambang tersebut sedikit atau sangat banyak. Jika sedikit, boleh dikelola oleh pribadi. Sementara, jika jumlahnya sangat banyak, dimasukkan ke dalam kepemilikan umum yang harus dikelola oleh negara.

Hal ini sesuai dengan apa yang dilakukan oleh Rasulullah saw. saat Abyad bin Hamal meminta tambang garam. Awalnya, Beliau saw. memberikan tambang garam tersebut kepadanya. Namun, setelah diingatkan oleh sahabat akan besarnya tambang garam tersebut, Rasulullah saw. pun menariknya kembali.

Besarnya tambang ini menjadi illat bagi dilarangnya privatisasi terhadap barang tambang yang jumlahnya berlimpah. Demikian pula terhadap harta milik umum lainnya. Sebab, Rasulullah saw. bersabda dalam hadis riwayat Abu Dawud dan Ahmad,

"Kaum muslimin berserikat dalam tiga hal, padang rumput, api, dan air."

Karena itu, pengelolaan bahan tambang harus diserahkan kepada negara yang menerapkan sistem ekonomi Islam. Hasilnya dapat dimanfaatkan untuk kepentingan masyarakat secara umum, baik muslim maupun nonmuslim, kaya maupun miskin. Namun, sistem ekonomi ini hanya dapat diterapkan oleh negara yang menerapkan Islam secara kaffah. Wallaahu a'lam bi-ashshawaab.[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Mariyah Zawawi Tim Penulis Inti NarasiPost.Com
Previous
Kontrak Freeport, Rakyat Tambah Repot
Next
Glubelwubel
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram