"Adapun akar masalahnya karena diterapkannya sistem ekonomi kapitalisme liberal. Yaitu untuk mewujudkan kemakmuran rakyat, negara tidak perlu campur tangan terhadap perekonomian masyarakat."
Oleh. Luluk Kiftiyah
(Kontributor NarasiPost.Com dan Muslimah Preneur)
NarasiPost.Com-ظَهَرَ الْفَسَادُ فِى الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ اَيْدِى النَّاسِ لِيُذِيْقَهُمْ بَعْضَ الَّذِيْ عَمِلُوْا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُوْنَ
"Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia; Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)." (QS. Ar-Rum [30]: 41)
Dalam ayat di atas, Allah Swt. sudah mengingatkan apabila manusia tidak mau menerapkan hukum Allah Swt., maka akan terjadi kerusakan dan ketimpangan di bumi. Hal tersebut nyata terjadi saat ini. Faktanya tingkat kemiskinan di Indonesia masih tergolong ekstrem, hingga menyentuh angka 26,36 juta orang, dan Jawa menduduki tingkat kemiskinan tertinggi. (liputan6.com, 21/02/2023)
Jika disandingkan dengan program pemerintah untuk menurunkan kemiskinan ekstrem di level 0 persen, tentu ini menjadi pertanyaan besar, sebab antara rencana dan fakta tidaklah sinkron. Mengingat maraknya PHK yang terjadi saat ini, justru menambah daftar panjang kemiskinan yang ada. Kemiskinan yang terjadi sudah pada level ekstrem, yaitu kondisi ketidakmampuan dalam memenuhi kebutuhan dasar seperti makan, sanitasi layak, kesehatan, hunian, pendidikan, hingga akses informasi.
Di Batam, seseorang dikatakan miskin apabila penghasilan dalam satu bulan hanya Rp738 ribu. Standar atau parameter ini setiap tahun juga mengalami kenaikan (batam.tribunnews.com, 11/01/2023). Berbeda lagi dengan Daerah Istimewa Yogyakarta, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat daerah ini menjadi provinsi termiskin di Pulau Jawa per September 2022, dengan pendapatan per kapita sebesar Rp551.342 per bulan. (bisnis.tempo.co, 25/01/2023)
Fakta di atas menunjukkan bahwa kemiskinan yang terjadi akibat dari kegagalan struktural. Selama sistem yang diterapkan kapitalisme, mustahil akan menyelesaikan masalah. Sebab masalah kerak kemiskinan bersifat struktural, seperti akses pendidikan hingga kesehatan.
Jika program pemerintah mengentaskan kemiskinan dengan memberikan bantuan sosial (bansos), hal tersebut tidaklah cukup. Karena yang mendapatkan Bansos hanyalah segelintir orang. Sedangkan yang berada di garis kemiskinan pun belum tersentuh. Apalagi, mengingat banyak bansos yang tidak tepat sasaran karena data kurang akurat.
Selain itu, bansos bukanlah solusi yang menyentuh akar permasalahannya. Adapun akar masalahnya karena diterapkannya sistem ekonomi kapitalis liberal. Yaitu untuk mewujudkan kemakmuran rakyat, negara tidak perlu campur tangan terhadap perekonomian masyarakat. Posisi negara hanya sebagai regulator, bukan sebagai pengatur urusan rakyatnya.
Berbeda halnya dengan politik ekonomi Islam, kebijakan dibuat untuk kesejahteraan rakyat. Negara sebagai pengatur urusan umat. Dalam hal ini, negara menjamin terpenuhinya seluruh kebutuhan pokok atau dasar rakyat, serta kesempatan terpenuhinya kebutuhan sekunder seluruh rakyat, orang per orang (tanpa memandang ras, suku, dan agama) secara menyeluruh. Kebutuhan dasar rakyat meliputi sandang, pangan, dan papan, serta kebutuhan dasar rakyat secara umum, yaitu pendidikan, kesehatan, dan keamanan.
Jaminan pemenuhan kebutuhan dasar diberikan oleh negara dengan mekanisme tidak langsung. Sesuai ketentuan syariat Islam, yaitu dengan 3 strategi kebijakan:
Pertama, Islam menetapkan tanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan pokok individu berupa sandang, pangan, dan papan kepada individu dengan cara mewajibkan setiap pria yang balig, berakal, dan mampu, untuk bekerja. Tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan dirinya sendiri, melainkan berkewajiban untuk memenuhi kebutuhan orang yang menjadi tanggungannya, seperti anak, istri, ibu, bapak, dan saudaranya. Dalam hal ini negara wajib menyediakan lapangan kerja yang halal seluas-luasnya dan menutup lapangan kerja, transaksi bisnis yang haram, serta membangun iklim yang kondusif untuk berkembangnya usaha dan investasi yang halal.
Kedua, jika individu tersebut tidak mampu dan tidak bisa memenuhi kebutuhannya dan orang-orang yang menjadi tanggungannya, maka beban tersebut dibebankan kepada ahli waris dan kerabat dekatnya.
Ketiga, jika dengan strategi kedua kebutuhan pokok tersebut belum terpenuhi, maka beban beralih ke negara. Negara wajib menanggung pemenuhan kebutuhan pokok orang tersebut menggunakan harta yang ada di kas baitulmal, termasuk harta zakat.
Sedangkan untuk jaminan pemenuhan kebutuhan dasar rakyat secara umum berupa pendidikan, kesehatan, dan keamanan, negara memenuhinya secara langsung. Negara wajib menyediakan layanan pendidikan, kesehatan, dan keamanan sebagaimana yang dibutuhkan rakyat. Jika negara tidak mempunyai dana, maka negara bisa mengambil dharibah dari kaum muslim yang kaya, atau berutang yang dibolehkan oleh syariat. Adapun pungutan dharibah ini bersifat sementara, yaitu ketika kas di baitulmal kurang atau tidak ada, dan dalam jumlah yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan itu, tidak lebih.
Sedangkan dalam memenuhi kebutuhan sekunder, negara menciptakan kondisi agar warganya berkesempatan memenuhi kebutuhan sekunder mereka sesuai dengan kemampuan ekonomi masing-masing. Tak hanya itu, dengan dakwah dan pendidikan yang sistemik negara mengarahkan warganya memiliki corak dan gaya hidup yang islami (sederhana, tidak boros, tidak menggunakan hartanya untuk bermaksiat, mendorong rakyat untuk mendayagunakan hartanya di jalan Allah dll). Walhasil, ketika taraf hidup orang per orang meningkat, ditambah dengan corak dan gaya hidup yang islami, maka tentu pertumbuhan ekonominya akan stabil dan rakyat menjadi sejahtera.
Wallahu a'lam bishawab[]