Islam memuliakan perempuan. Perempuan bagaikan mahkota yang wajib dijaga. Dengan berbagai perlindungan keamanan serta pemenuhan semua kebutuhannya, kaum perempuan bisa dengan fokus menjalankan kewajiban mereka tanpa pusing dengan urusan yang lainnya. Bisa terus belajar Islam.
Oleh: Ummu Ainyssa
(Pendidik Generasi dan Member AMK)
NarasiPost.com - Perempuan merupakan salah satu makhluk ciptaan Allah Swt yang mulia. Perempuan mempunyai kedudukan yang sangat agung di dalam Islam. Terutama perempuan yang selalu menjaga ketaatannya kepada Allah Swt dan Rasul-Nya, serta menjaga harkat dan martabatnya sebagai muslimah shalihah.
Hal ini terbukti dengan banyaknya ayat dalam Alquran dan juga hadits yang menjelaskan tentang kemuliaannya. Sehingga ada satu surah dalam Alquran yang dinamakan surah An-Nisa, artinya wanita-wanita, karena hukum-hukum yang berkaitan dengan wanita lebih banyak disebutkan dalam surah ini daripada dalam surah yang lain.
Di dalam sebuah hadits disebutkan Rasulullah Saw bersabda:
"Dunia adalah perhiasan, dan sebaik-baik perhiasan dunia adalah perempuan yang shalihah" (HR. Muslim dari Abdullah bin Amr).
Bahkan di dalam riwayat lain yang berasal dari Hibban bin Ali Jabalah yang dijelaskan oleh Ibnu Mubarak, Rasulullah Saw menyampaikan bahwa perempuan dunia mempunyai keunggulan di surga-Nya. "Sesungguhnya wanita dunia yang masuk surga lebih unggul dibandingkan wanita surga, disebabkan amal yang mereka kerjakan sewaktu di dunia".
Amalan wanita dunia inilah yang telah ditetapkan oleh Islam sebagai dua peran penting bagi perempuan yaitu sebagai ibu ( ummun ) dan pengelola rumah tangga ( Rabbah Al bayt ). Ibu adalah pendidik utama dan pertama bagi para buah hatinya. Dari tangan-tangannyalah akan terlahir generasi rabbani, para pejuang yang tangguh dan pemberani.
Ibu adalah peletak dasar jiwa dan karakter pada anaknya. Karena seorang ibu sudah pastilah hanya akan mengajarkan hal-hal yang baik bagi buah hatinya, serta selalu menasihati untuk selalu menjauhi hal-hal yang dilarang oleh syara'. Segala gerak gerik anaknya sejak lahir ada dalam pengawasan ibunya.
Sebagai pengurus rumah tangga perempuan juga sangat dimuliakan. Asma binti Zayid pernah datang kepada Rasulullah dan menyampaikan kebimbangannya tentang peran istri di rumah, apakah sama mulianya dengan peran laki-laki? Kemudian Rasulullah Saw menjawab, "Pahamilah wahai perempuan, dan ajarkanlah kepada para perempuan di belakang kamu. Sesungguhnya amal perempuan bagi suaminya, meminta keridaan suaminya dan mengikuti apa yang disetujui suaminya, setara dengan amal yang dikerjakan oleh kaum lelaki seluruhnya".
Hanya saja, keberadaan aktivitas pokok wanita sebagai ibu dan pengatur rumah tangga ini bukan berarti bahwa aktivitas perempuan hanya dibatasi pada aktivitas tersebut dan dilarang melakukan aktivitas lainnya. Akan tetapi perempuan juga boleh melakukan aktivitas di kehidupan umum sebagaimana aktivitasnya di kehidupan khusus.
Allah Swt mewajibkan perempuan untuk mengemban dakwah dan menuntut ilmu. Juga membolehkan perempuan untuk bekerja membantu suami, melakukan transaksi jual-beli, kontrak kerja (ijarah), dan perwakilan (wakalah). Selama semua aktivitas tersebut dilakukan tanpa melanggar hukum syara'.
Namun sayang, keadaan saat ini sungguh sangat berbeda. Perempuan yang dirindukan surga tersebut banyak meninggalkan peran utamanya. Dan semua ini tidak lain akibat sistem demokrasi yang rusak yang masih bercokol di setiap negara khususnya di negeri ini. Perempuan tidak lagi dimuliakan. Sistem demokrasi yang diterapkan di negeri ini sungguh telah merusak semua tatanan kehidupan. Perempuan yang seharusnya mulia sebagai pendidik generasi peradaban, kini telah dieksploitasi menjauh dari perannya sebagai seorang ibu.
Rusaknya sistem yang ada, menyebabkan PHK buruh melonjak di mana-mana, terutama semenjak adanya pandemi covid-19 yang menyebabkan ekonomi semakin terpuruk. Sementara di sisi lain lowongan pekerjaan lebih banyak ditujukan bagi kaum perempuan. Sehingga kaum perempuanpun, mereka turut keluar untuk mencari nafkah. Bahkan ada yang menjadi tulang punggung menggantikan peran suami yang terkena PHK.
Sebagian perusahaan menerapkan kerja shif, dan juga long shif, di mana mereka harus berangkat pagi pulang malam. Setiba di rumah terkadang anak-anak mereka telah terlelap. Hanya sedikit waktu bagi mereka atau bahkan tidak lagi bisa mendampingi anak-anak mereka belajar, mengerjakan tugas sekolah, menuntunnya belajar mengaji, murojaah, dll. Terkadang ini juga diakibatkan sang ibu sudah terlalu capek dengan pekerjaannya.
Mereka hanya memfasilitasi hand phone (HP) sebagai bekal belajar anak-anaknya. Terlebih di masa pandemi yang mengharuskan belajar secara online. Padahal tanpa disadari pengaruh HP ini sangatlah merusak kepribadian mereka. Iklan yang tak layak tonton muncul setiap waktu. Game online yang melenakan, dan berbagai tontonan tak seronok sangat mudah diakses oleh anak-anak di bawah umur sekalipun.
Akibatnya perilaku anak banyak yang rusak dan miskin adab. Anak-anak sudah berani melakukan tindakan kriminal, asusila dengan alasan meniru dari HP. Ini semua membuktikan tatkala kaum perempuan mengabaikan peran utamanya sebagai seorang ibu dan pengelola rumah, maka kerusakan dan kekacauan peradaban menjadi sebuah ancaman yang nyata.
Hal ini sangat berbeda saat aturan islam diterapkan secara kaffah (menyeluruh) dalam bingkai negara. Tentu perempuan akan lebih banyak berada di rumah bersama mahram mereka. Fokus dengan perannya di dalam rumah tangga dan juga dakwah maupun menuntut ilmu.
Karenanya demi kemuliaan perempuan, Islam telah menetapkan serangkaian hukum-hukum praktis untuk menyempurnakan peran keibuannya. Seperti hukum seputar kehamilan, kelahiran (wiladah), penyusuan (radha'ah), pengasuhan (hadhanah), perwalian, dan juga nafkah.
Di saat hamil dan menyusui, perempuan tidak diwajibkan untuk berpuasa demi tumbuh sempurna anak yang dikandungnya dan juga agar mampu menyempurnakan masa penyusuannya. Namun, mereka wajib menggantinya di waktu lapang dari kehamilan dan penyusuan.
Perempuan punya kewajiban dalam pengasuhan anak-anaknya hingga usia tamyiz (mampu membedakan baik dan buruk). Agar mampu menjalankan kewajiban pengasuhan ini Allah membebaskan perempuan dari kewajiban bekerja, berjihad, dan hukum-hukum lain yang menelantarkan fungsi keibuannya.
Islam juga menjamin setiap perempuan dalam kondisi apapun untuk tetap mendapatkan nafkah tanpa harus bekerja. Hal ini diawali dengan penetapan hukum perwalian laki-laki atas perempuan. Perwalian di dalam Islam bukan hanya sekadar hak untuk menikahkan saja seperti saat ini, tetapi kewajiban laki-laki untuk melindungi, mendidik, dan memberikan nafkah bagi anak dan perempuan yang berada di bawah perwaliannya.
Perempuan yang belum menikah wali utamanya adalah ayahnya. Jika dia menikah maka perwalian berpindah ke tangan suaminya. Bila ayah atau suami sudah tidak ada perwalian pindah kepada kerabat laki-lakinya. Negaralah yang akan menyediakan pekerjaan bagi laki-laki yang sudah mampu bekerja. Jika sudah tidak ada satupun kerabatnya maka negaralah yang akan menjamin penghidupannya.
Begitulah Islam memuliakan perempuan. Perempuan bagaikan mahkota yang wajib dijaga. Dengan berbagai perlindungan keamanan serta pemenuhan semua kebutuhannya, kaum perempuan bisa dengan fokus menjalankan kewajiban mereka tanpa pusing dengan urusan yang lainnya. Bisa terus belajar Islam, mengamalkan dan menyebarkannya agar mereka punya tameng untuk menangkal pemikiran yang tidak sesuai dengan Islam. Emosi mereka lebih bisa terkontrol. Sehingga menjadikan mereka semakin taat terhadap suami mereka, semakin taat kepada Allah dan Rasul-Nya.
Kemuliaan ini hanya akan sempurna ketika Islam diterapkan secara kaffah. Maka yang terakhir mari kita turut berjuang dan berdoa kepada Allah Yang Maha Rahman dan Rahim, semoga Islam bisa segera diterapkan secara kaffah dalam bingkai negara, sehingga perempuan bisa kembali kepada fitrah mereka secara sempurna sebagai ummun wa rabbatul bayt. Menjadi sosok perempuan shalihah yang dirindukan surga. Aamiin.