"Karena itulah, Bestie, menjunjung tinggi nilai-nilai Al-Qur'an tidak cukup hanya dengan dibaca, dilombakan siapa yang paling bagus bacaannya. Bukan seperti itu cara memelihara dan memuliakan Al-Qur'an! Melainkan dengan dibaca, dihafal, diamalkan, dan dijadikan sebagai asas hukum bagi seluruh masalah manusia."
Oleh.Yana Sofia
(Tim Penulis Inti NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Bestie, seperti yang kita ketahui bulan Ramadan adalah bulan diturunkannya Al-Qur'an sebagai petunjuk untuk kehidupan manusia dalam mengatur masalah individu, masyarakat, bahkan negara. Al-Qur'anlah yang mampu membimbing umat menuju kehidupan yang mulia, karena di dalam Al-Qur'an berisikan pedoman hidup dan solusi berbagai masalah.
Namun sayangnya, Bestie! Saat ini jangankan untuk menerapkan Al-Qur'an dalam kehidupan, membaca Al-Qur'an saja mayoritas muslim tidak mampu. Di Indonesia, setidaknya ada 72 persen penduduk muslim yang buta aksara Al-Qur'an. Karenanya, wakil ketua MPR RI Yandri Susanto menyatakan kondisi ini harus segera diatasi, agar setiap muslim mampu baca Al-Qur'an. Dikutip Cnnindonesia.com, (06/03/2023).
Cukupkah Dibaca?
Allah berfirman dalam surah Al-Isra ayat 9, yang artinya,
"Sungguh, Al-Qur'an ini memberi petunjuk ke (jalan) yang paling lurus dan memberi kabar gembira kepada orang mukmin yang mengerjakan kebajikan, bahwa mereka akan mendapat pahala yang besar."
Dari ayat ini kita pahami, Bestie, bahwa kitab suci yang diturunkan Allah melalui malaikat Jibril kepada Rasulullah saw. adalah petunjuk hidup bagi seluruh umat manusia. Karena di dalamnya ada hukum-hukum yang mengatur hubungan muslim dengan Allah, dengan dirinya sendiri, dan dengan sesama manusia.
Sangat mengkhawatirkan, Bestie, jika umat Islam tak bisa baca dan tulis Al-Qur'an, bagaimana ia akan beribadah? Sementara untuk melaksanakan ibadah utama yakni salat wajib 5 waktu sehari semalam misalnya, kita wajib memahami apa yang kita ucap dan baca.
Selain itu, jika umat tidak lagi mau belajar dan memahami ayat-ayat Allah dan hidup jauh dari Al-Qur'an, kita takutkan umat akan semakin terperosok ke dalam lubang kehancuran, sehingga kehidupan umat akan semakin terhina.
Jadi, Al-Qur'an ini sebenarnya tidak boleh hanya sekadar dibaca. Di mana jika bacaannya bagus dijadikan sebagai pekerjaan saja. Hal ini tentu merusak makna Al-Qur'an secara syar'i yakni sebagai petunjuk bagi kehidupan manusia yang mengatur muamalah, pendidikan, politik, hingga pemerintahan.
Allah Swt. berfirman, dalam surah Al-Hujarat ayat 1,
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan Rasul-Nya dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui."
Larangan mendahului Allah dan Rasul-Nya di sini berkaitan dengan hukum yang kita adopsi, di mana hukum tersebut tidak boleh menyalahi Al-Qur'an dan sunah. Larangan berhukum dengan selain hukum syarak ini bersifat keras, dan bahkan Allah Swt. menggolongkan orang yang berhukum dengan hukum selain Al-Qur'an sebagai sosok yang kafir. Sebagaimana firman Allah dalam surah Al-Maidah ayat 44,
“Barang siapa tidak memutuskan perkara berdasarkan apa yang diturunkan Allah (Al-Qur'an) maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir."
Oleh karena itu, Bestie, dorongan membaca Al-Qur'an saja tidak cukup untuk mengembalikan kemuliaan umat ini. Lebih dari itu, kita wajib menerapkan Al-Qur'an dalam kehidupan negara sebagaimana kepemimpinan Islam saat institusi Khilafah Islamiah masih ada. Hanya dengan Al-Qur'an umat ini bangkit dari keterpurukannya. Dengan menerapkan Al-Qur'an dalam kehidupan bernegara, barulah umat ini mampu mengembalikan muruahnya.
Sumber Hukum Negara
Dahulu, yakni sejak Rasulullah saw. mendirikan Daulah Islam pertama di Madinah, hingga runtuhnya Kekhilafahan Turki Utsmani yakni pada 3 Maret 1924, umat Islam hidup dengan menjadikan Al-Qur'an dan sunah Rasulullah saw. sebagai landasan hukum dalam bernegara.
Maka atas dasar inilah, Bestie, kita melihat Rasulullah dan para sahabat di masa lalu bersegera dalam mengamalkan Al-Qur'an tanpa menunda-nunda pelaksanaannya. Saat salah satu ayat Al-Qur'an turun, Rasulullah langsung membacakannya kepada para sahabat, memerintahkan para sahabat menghafalkannya, dan menerapkan aturan tersebut dalam kehidupan masyarakat tanpa terkecuali.
Hal yang sama juga dilakukan oleh para Khulafaur Rasyidin yang melanjutkan kepemimpinan Islam setelah Rasulullah wafat. Para sahabat yang menjadi Khalifah pada saat itu menerapkan Al-Qur'an sebagai landasan dalam mengatur kehidupan masyarakat dan negara.
Dengan kepemimpinan yang berdasarkan Al-Qur'an inilah, sepanjang 13 abad lamanya kaum muslim berhasil berada pada puncak keemasan. Al-Qur'an telah membawa umat berada di puncak peradaban gemilang, melahirkan generasi-generasi ulama dan saintis yang termasyhur namanya hingga kini. Semua berkat penerapan aturan berdasarkan Al-Qur'an, di mana Al-Qur'an bukan hanya sekadar dibaca namun juga diterapkan sebagai dasar keputusan atau hukum, sehingga mampu meraih predikat negara digdaya di hadapan dunia.
Saat kepemimpinan diatur oleh Al-Qur'an, saat itulah negara menjadi berdaulat karena Al-Qur'an mampu menyatukan seluruh negeri-negeri Islam, berkat keterikatan mereka pada kalamullah. Ikatan ini telah mengokohkan sendi-sendi persatuan muslim di berbagai belahan dunia, di mana akidah Islam satu-satunya landasan yang mengikatnya. Oleh sebab itu, institusi Islam menjelma menjadi negara yang perkasa, tak ada negara kafir yang berani menindas Islam dan rakyatnya, juga menghinakan Al-Qur'an sebagai sumber hukumnya.
Saat Al-Qur'an Ditinggalkan
Namun sayangnya, Bestie, sejak Daulah Islam runtuh pada 28 Rajab 1342 H atau bertepatan 3 Maret 1924 M di Turki Utsmani, umat Islam harus terpisah dari Al-Qur'an. Jika dihitung berdasarkan kalender hijriah, maka sudah 102 tahun lamanya kita meninggalkan Al-Qur'an sebagai sumber hukum bernegara. Sejak itulah berbagai masalah datang bertubi-tubi menghantam umat yang pernah memimpin dunia ini, sehingga generasinya kehilangan identitasnya sebagai bangsa dan umat terbaik.
Sebagaimana yang kita saksikan hari ini, negara-negara kafir begitu leluasa menghina Islam dan umatnya, bahkan membakar kitab suci Al-Qur'an. Sebagaimana yang dilakukan oleh Rasmus Paludan, politisi sayap kanan Denmark saat melakukan aksi demonstrasi anti-Turki dan upaya Swedia bergabung dengan NATO di Stockholm, pada Sabtu, 21 Januari 2023. Paludan sudah berkali-kali melakukan aksi pembakaran Al-Qur'an yakni pada tahun 2019, 2022, dan yang terbaru Januari kemarin. Dikutip Detik.com, (23/01/2023)
Alasan para kafir itu itu berani menghinakan kitab suci umat Islam, tidak lain karena umat ini tak lagi memiliki perisai sebagai pelindung mereka (Daulah Islam). Kaum muslim banyak namun tercerai-berai layaknya buih di lautan. Tak ayal, kafir penjajah bebas semena-mena, menjajah dan merendahkan umat yang pernah hidup mulia.
Di sisi lain, penjajahan telah menghasilkan berbagai nestapa, menjadikan umat yang pernah memimpin dunia selama 13 abad lebih itu berada dalam kemerosotan berpikir dan berkubang kebodohan, sampai-sampai baca dan tulis Al-Qur'an saja tidak bisa. Dan inilah jadinya, Bestie, jika umat hidup dengan cara menjauhkan Al-Qur'an dari kehidupannya.
Karena itulah, Bestie, menjunjung tinggi nilai-nilai Al-Qur'an tidak cukup hanya dengan dibaca, dilombakan siapa yang paling bagus bacaannya. Bukan seperti itu cara memelihara dan memuliakan Al-Qur'an! Melainkan dengan dibaca, dihafal, diamalkan, dan dijadikan sebagai asas hukum bagi seluruh masalah manusia.
Terlebih di bulan Ramadan, bulan di mana Al-Qur'an diturunkan untuk pertama kalinya, sudah sepatutnya di bulan ini semangat berislam kaffah kita tingkatkan. Umat Islam wajib bersinergi, berjuang untuk mengembalikan kemuliaan Al-Qur'an yakni dengan menerapkan hukum-hukum Al-Qur'an sebagai asas kepemimpinan negara yang bernama Khilafah Islamiah. Wallahu a'lam bishawab.[]