Tidak Cukup dengan Menolak Timnas Israel!

”Faktanya, olahraga hari ini telah dijadikan alat politik oleh kapitalisme global untuk eksploitasi dan kampanye gaya hidup liberal dan sekuler.”

Oleh. Muthiah Al Fath
(Tim Penulis Inti NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Akhirnya, FIFA resmi membatalkan drawing Piala Dunia U-20 2023 di Denpasar, Bali, yang akan digelar pada 31 Maret. Pembatalan tersebut disebabkan penolakan masyarakat Indonesia terhadap Timnas Israel. (CNBC Indonesia, 30/3/2023)

Tentu saja penolakan terhadap Timnas Israel adalah sikap yang benar terhadap bangsa penjajah. Namun, bukan Indonesia namanya jika tidak terjadi pro dan kontra.

Seperti dilansir dari tempo.co (26/3/2023), Dosen Hubungan Internasional Unpad, Rizki Ananda Ramadhan mengatakan bahwa Indonesia sebagai tuan rumah seharusnya tidak bersikap diskriminatif. Menurut Rizki, semua Timnas peserta Piala Dunia U-20 harus diperlakukan sama tanpa mengesampingkan berbagai hal yang bersifat politis. Rizki menyarankan agar Kementerian Luar Negeri ikut menghadapi polemik ini dan menjamin perlindungan pemain Israel.

Mengapa Harus Menolak?

Alasan utama Ketua MUI bidang HLNKI (Hubungan Luar Negeri dan Kerja sama Internasional), Sudarnoto menolak kedatangan Timnas Israel ke Indonesia karena konstitusi, yaitu amanat pembukaan UUD RI 1945 yang menegaskan “Penjajahan di atas dunia harus dihapuskan”. (cnnindonesia.com, 28/3/2023)

Tentu saja penolakan yang dilakukan beberapa pihak penuh pertimbangan dan bukan tanpa sebab. Berikut beberapa alasan mengapa Indonesia harus menolak kedatangan Timnas Israel:

Pertama, Israel adalah negara penjajah. Bukankah rekam jejak Israel sudah jelas sebagai negara yang menjajah kaum muslim di Palestina. Korban dari kebiadaban mereka itu nyata dan bukan omong kosong. Sekitar 750.000 warga Palestina harus terusir karena sekarang terdapat tujuh kota yang sudah dicaplok Israel di tanah Palestina. Masalah Palestina itu bukan hanya soal agama, namun juga masalah kemanusiaan. Apa yang dilakukan Israel terhadap Palestina tidak manusiawi dan tidak beradab.

Kedua, mengkhianati amanat pembukaan UUD 1945. Mendukung kemerdekaan segala bangsa (bangsa Palestina), namun mengizinkan Israel bermain bola bersama, ibarat mengajak minum kopi bangsa yang tangannya berlumuran darah kaum muslim. Lebih baik mengorbankan Israel, ketimbang memantik disharmoni sesama umat muslim yang juga mendukung kemerdekaan Palestina.

Ketiga, seolah mengakui adanya “negara” Israel. Kehadiran Timnas Israel bisa dianggap sebagai bentuk kemenangan langkah-langkah politik Israel atau kemenangan diplomasi, khususnya terhadap Indonesia. Sebab, pemerintah Israel sedang berupaya meraih penerimaan yuridis (legal acceptance) atas eksistensi negaranya.

Faktanya hingga kini, Israel belum diterima secara yuridis oleh beberapa negara. Sedangkan penerimaan yuridis hanya mungkin terjadi jika ada penerimaan politik. Dan penerimaan politik terjadi jika ada penerimaan sosial (sebagai landasan awal). Sehingga, penerimaan sosial, seperti hadirnya Timnas Israel di Indonesia merupakan sebuah bentuk kemajuan (sebab hal ini tidak pernah terjadi sebelumnya).

Bayangkan jika Israel diizinkan, maka tahap selanjutnya adalah penerimaan politik dan hukum. Tidak bisa dimungkiri setelah perhelatan momentum Piala Dunia U-20 bisa dimanfaatkan Israel dalam konteks yang lebih besar, misalnya dengan membuka peluang hubungan diplomatik.

Politik dan Sepak Bola Dunia

Pengamat Politik Internasional, Ustaz Budi Mulyana menyampaikan bahwa ketika olahraga (sepak bola) mencapai suatu tingkat popularitas tertentu, maka itu menjadi sebuah sarana yang penting dalam politik. Memisahkan politik dan olahraga sangat sulit terjadi. Misalnya, ketika FIFA secara purely memutuskan Rusia untuk diskualifikasi dari peserta Piala Dunia Qatar 2022 (karena Rusia menyerang Ukraina). Tentu saja keputusan tersebut berdasarkan pertimbangan politik.

Posisi kapitalisme global terlihat jelas memihak dan menganakemaskan Yahudi Israel. Pun FIFA yang kebijakannya tentu seirama dengan titah kapitalisme global.

Untuk itu, penolakan Timnas Israel tidak akan goyah hanya karena pernyataan “Politik dan olahraga tidak boleh dicampuradukkan”. Sebab apa pun yang terjadi di negeri ini, sebenarnya tidak terlepas dari aspek politik pemerintah dalam mengurusi urusan rakyatnya. Sudah seharusnya semua sikap politik Indonesia jangan diputuskan dengan kacamata Barat. Indonesia sebagai negeri muslim terbesar, seharusnya memutuskan segala sesuatu berdasarkan standar Islam.

Jadi, jika ada yang menyatakan bahwa politik tidak boleh dibawa-bawa dalam olahraga, tetapi faktanya, olahraga hari ini telah dijadikan alat politik oleh kapitalisme global untuk eksploitasi dan kampanye gaya hidup liberal dan sekuler.

Dampak dari Penolakan

Sebelumnya, banyak pihak khawatir jika Indonesia sebagai tuan rumah Piala Dunia U-20, lalu menolak Timnas Israel, maka FIFA akan menjatuhkan sanksi serius. Jika pemerintah Indonesia takut tidak dipercaya oleh FIFA, hal ini justru menunjukkan bahwa pemerintah tidak memiliki sikap tegas sehingga mampu disetir oleh FIFA. Dijadikan tuan rumah Piala Dunia U-20, lantas tidak menjadi kebanggaan tersendiri untuk negeri ini. Pemerintah Indonesia patut berbangga jika sudah mampu berdikari dan menjalankan pemerintahan tanpa bergantung pada investor asing dan tanpa utang luar negeri.

Memang pembatalan menjadi tuan rumah Piala Dunia U-20 akan berdampak secara ekonomi, misalnya para pemain, wasit, klub dan pihak-pihak yang terlibat bisa kehilangan mata pencaharian. Selain itu, hotel dan pariwisata juga akan berdampak, namun semua tidak sebanding dengan kejahatan Israel terhadap Palestina.

Jika Indonesia menjadi tuan rumah Piala Dunia U-20, maka negara akan mengeluarkan dana fantastis. Bukankah penyelenggaraan Piala Dunia pasti menelan biaya yang tidak sedikit, mulai dari biaya renovasi, dll. Padahal, tahun lalu Indonesia baru menyelenggarakan KTT G20 di Bali yang juga menelan biaya fantastis. Oleh karena itu, lebih baik pemerintah Indonesia memprioritaskan memperbaiki kondisi ekonomi yang makin sulit dan fokus mewujudkan kesejahteraan rakyat.

Syariat Islam dalam Menyikapi Perhelatan Sepak Bola

Identitas kita yang universal dan di bawah sampai ke akhirat adalah Islam. Sehingga aneh jika ada yang bertanya, "Mengapa agama selalu dibawa-bawa, bahkan dalam urusan olahraga?". Sebab, agama adalah identitas yang paling fundamental dan Islam tidak hanya mengatur urusan ibadah mahdhah. Bahkan ghairu mahdhah terlihat dalam urusan sosial, budaya, politik, ekonomi, dan termasuk olahraga. Bisa kita lihat, jika sesuatu tidak diatur oleh agama maka akan terjadi kekacauan.

Meskipun olahraga adalah perkara mubah, namun sikap Islam (negara Islam) seharusnya mempertimbangkan beberapa hal yang berkenaan terhadap syariat. Misalnya, sebagai seorang muslim harus menutup aurat, sehingga jika pihak penyelenggara tidak bisa memenuhi hal tersebut, maka umat Islam tidak boleh mengikuti ajang sepak bola dunia. Selain itu, penyelenggara pertandingan tidak boleh ikhtilat (harus terpisah antara penonton laki-laki atau perempuan). Tidak boleh diperjualbelikan makanan atau minuman haram. Tidak boleh mengikuti ajang olahraga yang diselenggarakan negara penjajah maupun mengundang negara penjajah.

Umat Islam harus memiliki sikap yang tegas dan jelas terhadap penjajahan dengan menentang segala bentuk kezaliman. Jika pihak penyelenggara tidak mengindahkan syariat Islam, maka umat Islam tidak boleh mengikuti ajang tersebut. Sebab, menjaga syariat Islam adalah bagian dari muruah umat dan negaranya. Demikianlah Islam dalam menyikapi perhelatan olahraga dalam ajang kompetisi dunia.

Khilafah Menyelamatkan Palestina

Nestapa yang menimpa muslim Palestina merupakan bentuk penjajahan oleh Zionis Yahudi yang pokok masalahnya tidak bisa diselesaikan dengan sekadar menolak Timnas Israel. Mengecam, memboikot, dan seruan perdamaian juga nyatanya tidak membuat penjajah Yahudi jera dan takut untuk mengulang menyerang Palestina. Mirisnya lagi, justru beberapa penguasa muslim, bahkan negeri-negeri Arab mulai menjalin hubungan kerja sama dengan pemerintahan Israel seperti UEA, Turki, Maroko, Bahrain, dan Mesir. Hal ini menjadi bukti bahwa kecaman para pemimpin muslim kepada Israel hanyalah tipu daya belaka.

Terbukti bahwa demokrasi dan nasionalisme telah menghancurkan persatuan umat muslim di dunia. Padahal, untuk menyelamatkan Palestina dan membebaskan kembali Al-Quds dari cengkeraman kaum Zionis harus dengan jihad fisabilillah. Sebab, kewajiban menolong sesama muslim yang teraniaya merupakan perintah Allah Swt. dalam surah Al-Anfal ayat 27 yang artinya, “Jika mereka meminta pertolongan kepadamu dalam (urusan pembelaan) agama, maka kamu wajib memberikan pertolongan”.

Kemudian Rasulullah Muhammad saw. pernah bersabda, “Tolonglah saudaramu yang berbuat zalim dan dizalimi”. (HR. Bukhari)

Dalil di atas merupakan seruan keras yang diarahkan bagi seluruh umat muslim, terutama para penguasa yang memiliki kekuasaan dan kekuatan militer untuk menolong umat muslim yang terjajah. Tidak bisa dimungkiri bahwa seruan jihad akan semakin kuat pengaruhnya jika pemimpin dalam suatu negara yang menyerukannya secara langsung. Karena itu, mengembalikan kehidupan Islam kaffah dalam bentuk negara menjadi bukti nyata pembelaan atas konflik Palestina. Sehingga, umat muslim tidak boleh lengah dengan senantiasa berdakwah menyerukan penerapan syariat Islam kaffah.

Khatimah

Sikap masyarakat, MUI, dan pejabat negara yang menolak Timnas Israel patut diacungi jempol. Namun, untuk mengatasi penjajahan tidak cukup dengan menolak Timnas Israel, melainkan harus dengan menolak eksistensi Israel di Palestina. Mengembalikan kehidupan Islam kaffah dalam politik bernegara merupakan solusi dan bukti nyata pembelaan umat muslim kepada Palestina. Sebab, jihad fisabilillah merupakan solusi syar'i yang komprehensif atas masalah penjajahan hingga ke akarnya. Kekuatan dan kesatuan politik militer Islam hanya bisa diraih dengan menegakkan kembali Daulah Islam, yakni Khilafah.

Sebagaimana Allah Swt. berfirman, “Dan perangilah mereka itu sampai tidak ada lagi fitnah, dan agama hanya bagi Allah semata…” (QS. Al-Baqarah: 193). Wallahu a’lam bishawwab.[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Tim Penulis Inti NarasiPost.Com
Muthiah Al Fath Salah satu Penulis Tim Inti NarasiPost.Com. Pemenang Challenge NP dengan reward Laptop 256 GB, penulis solo Meraki Literasi dan puluhan buku antologi NarasiPost.Com
Previous
Tren Thrifting dan Ilusi Sustainable Living
Next
Nestapa Uyghur di Bawah Dekapan Rezim Cina
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram