Istana dalam Pusaran Korupsi

Sungguh, penguasa yang dilahirkan sistem demokrasi adalah mereka yang berorientasi pada kursi dan kuasa. Bukannya memberikan kemaslahatan pada umat, yang ada malah bekerja sama dengan koorporasi untuk menggarong kekayaan alam milik umat.

Oleh : Mia Denah Mentari, SP (Aktivis Muslimah Lahat)

NarasiPost.Com — Baru-baru ini netizen seantero jagat media sosial dihebohkan oleh cuitan Imam Darto. Seorang presenter dan podcaster tanah air yang menganggap korupsi yang dilakukan Mensos adalah suatu hal yang sulit dihindari. Ia menyebutkan, siapa yang nggak gentar disodorkan 17M di depan mata.

Alih-alih mendapat dukungan, cuitannya justru menuai kritik pedas dari warganet hingga menjadi trending topic twitter Indonesia. Mendapat cemoohan dari netizen, dia memberi klarifikasi yang justru makin blunder. Korupsi itu terjadi karena ada kesempatan. Begitu pikir sebagian besar orang-orang. Tapi, benarkah begitu?

Ya, Mensos dikabarkan korupsi dana bansos. Lagi, rakyat harus menelan pahitnya pengkhianatan pemangku kekuasaan. Tega menyelewengkan uang rakyat secara bertubi-tubi. Belum reda hiruk-pikuk kasus korupsi ekspor benih lobster yang melibatkan pejabat di lingkaran istana, Edhy Prabowo, selaku Menteri Kelautan dan Perikanan. Selang dua minggu terkuak kasus korupsi bantuan covid-19 yang melibatkan Menteri Sosial RI, Juliari Batubara.

Hal ini menimbulkan kemarahan luar biasa dari masyarakat. Di tengah pandemi yang banyak memakan korban jiwa, usaha gulung tikar, dan banyaknya pengangguran terimbas PHK. Masih saja masyarakat dizalimi oleh pejabat negara yang telah hilang akal dan nuraninya.

Korupsi adalah Keniscayaan Demokrasi

Siapa yang tak gentar disodori uang sebanyak 17 Milyar? Uang yang pada hari ini bisa membeli rumah mewah dan mobil mewah. Tentu saja hampir tak ada yang bisa, jika dilihat dari kacamata sistem demokrasi.

Mungkin masih banyak masyarakat yang belum menyadari, bahwa pejabat korupsi itu dilandasi oleh gaya hidup hedonisme dan ongkos politik demokrasi yang mahal. Sistem demokrasi meniscayakan para calon menggandeng koorporasi untuk bisa membiayai kampanye politiknya. Sehingga, terjadi politik transaksional dengan adanya jual beli jabatan dan jual beli kebijakan.

Sungguh, penguasa yang dilahirkan sistem demokrasi adalah mereka yang berorientasi pada kursi dan kuasa. Bukannya memberikan kemaslahatan pada umat, yang ada malah bekerja sama dengan koorporasi untuk menggarong kekayaan alam milik umat.

Edhy Prabowo ataupun Juliari Batubara bukan yang pertama terciduk KPK. Sebelumnya, ada Mensos Idrus Marhan, Menpora Imam Nahrawi dan Andi Mallarangeng, Menteri Kebudayaan Jero Wacik, Menag Suryadarma Ali dan deretan nama-nama yang mendongkrak popularitas negeri ini atas prestasinya dalam hal korupsi.

Korupsi dalam demokrasi berpangkal pada paham kebebasan (liberalisme) yang menjadi asasnya. Politik dipisahkan dari agama (sekularisme), sehingga pemerintahan dijalankan sesuai nafsu manusia (penguasa). Vox populi vox dei hanya menjadi jargon basa-basi. Suara rakyat dibeli secara murah dalam demokrasi, lalu dijadikan legitimasi atas peraturan yang rusak dan merusak.

Pemerintahan Bersih itu Khilafah

Khilafah memiliki solusi jitu memberantas korupsi yang tidak ditemukan dalam sistem demokrasi. Pertama, ketakwaan individu. Bahwa satu-satunya motivasi seseorang menduduki kursi jabatan adalah ketakwaanya kepada Allah. Bukan harta, tahta, dan wanita yang mereka incar, tetapi pahala. Mereka hanya takut kepada Allah SWT. Jika ada rakyatnya yang terzalimi, maka dia akan menjadi orang yang paling dibenci Allah SWT.

Dari Abu Sa’id radhiyallahu ‘anhu ia berkata, Rasulullah saw bersabda:

إِنَّ أَحَبَّ النَّاسِ إِلَى اللَّهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَأَدْنَاهُمْ مِنْهُ مَجْلِسًا إِمَامٌ عَادِلٌ وَأَبْغَضَ النَّاسِ إِلَى اللَّهِ وَأَبْعَدَهُمْ مِنْهُ مَجْلِسًا إِمَامٌ جَائِرٌ

“Sesungguhnya manusia yang paling dicintai oleh Allah pada hari kiamat dan paling dekat kedudukannya di sisi Allah adalah seorang pemimpin yang adil. Sedangkan orang yang paling dibenci oleh Allah dan paling jauh kedudukannya dari Allah adalah seorang pemimpin yang zalim.” (HR. Tirmidzi)

Tata cara kepengurusan umat, telah tertuang dalam Al-Qur'an dan Al Hadis. Maka dari itu, orang yang berani mengambil amanah ini dan orang yang ditunjuk umat dalam mengemban amanah ini, mestilah orang yang paham agama. Sehingga, keimanan kepada Allah Swt. dan kepiawaiannya dalam mengurusi urusan umat sudah tak diragukan lagi. Akhirnya, para pemimpin terpilih, dialah yang dalam hatinya hanya takut kepada Allah Swt. Secara otomatis mereka akan berlomba-lomba menjadi pemimpin yang adil. Para pemimpin akan menjaga tingkah laku mereka, karena apa yang diperbuat pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban Allah Swt.

Jika para politisi telah diliputi oleh keimanan yang tinggi, tentulah partai politik yang ada berisikan orang-orang yang saleh. Roda yang mendorong pergerakan partai pun adalah akidah Islam, bukan kemaslahatan.

Setelah terpilih, jangankan korupsi yang merugikan masyarakat, kemaslahatan hewan pun jadi perhatian. Seperti yang dilakukan Umar bin Khaththab, ketika menjabat sebagai Khalifah. Umar bin Khaththab suatu kali pernah bertutur, “Seandainya seekor keledai terperosok ke sungai di kota Baghdad, niscaya Umar akan dimintai pertanggungjawabannya dan ditanya, "mengapa engkau tidak meratakan jalan untuknya?"

Kedua, upaya preventif. Upaya tersebut berupa pemberian gaji yang layak pada para pejabat, perhitungan yang ketat terhadap harta sebelum dan sesudah menjabat.

Rasulullah pernah menyita harta yang dikorupsi pegawainya. Nabi pernah mempekejakan Ibn Atabiyyah, sebagai pengumpul zakat. Setelah selesai melaksanakan tugasnya Ibn Atabiyyah datang kepada Rasulullah seraya berkata, "Ini kuserahkan kepadamu, sedangkan harta ini adalah yang diberikan orang kepadaku." Lalu Rasulullah bersabda, "seorang pegawai yang kami pekerjakan, kemudian dia datang dan berkata, "ini kuserahkan kepadamu, sedangkan harta ini adalah yang diberikan orang kepadaku. Apakah tidak lebih baik dia duduk (saja) di rumah bapak/ibunya, kemudian dapat mengetahui apakah dia diberi hadiah atau tidak. Demi Zat yang nyawaku ada di tangan-Nya, salah seorang dari kalian tidak akan mendapatkan sedikitpun dari hadiah itu, kecuali pada hari kiamat dia akan datang dengan membawa unta di lehernya.” (HR Bukhari-Muslim, Abdul Qadim Zallum, Sistem Keuangan Khilafah, hlm. 119)

Ketiga, sistem sanksi yang berefek jera. Menurut Ustaz Hafidz Abdurahman Karena korupsi ini tidak termasuk mencuri dalam pengertian syariat, maka kejahatan ini tidak termasuk dalam kategori hudud. Tetapi, masuk dalam wilayah ta’zir, yaitu kejahatan yang sanksinya diserahkan kepada ijtihad hakim. Sanksinya bisa berbentuk publikasi, stigmatisasi, peringatan, penyitaan harta, pengasingan, cambuk, hingga hukuman mati.

Oleh karena itu, hanya sistem khilafah yang mampu menjadikan pemangku kekuasaan tak gentar korupsi uang rakyat 17 M. Sebab, keimanan dan ketakwaan pada Allah telah cukup baginya. Sehingga, jika ingin benar-benar menuntaskan korupsi, menerapkan sistem Islam adalah jawabannya. Wallahu 'alam bishawab []

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Kontributor NarasiPost.Com Dan Pegiat Pena Banua
Mia Denah Mentari, SP Kontributor NarasiPost.Com
Previous
Kiprah Ulama: Lantang Menentang Kezaliman
Next
Musim Hujan, Banjir Mengintai
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram