Stunting merupakan persoalan yang urgen untuk bisa segera diselesaikan. Sebab kasus ini akan sangat berkaitan dengan masa depan sebuah bangsa. Apa jadinya negara ini jika generasi penerusnya dibiarkan tumbuh dalam kondisi stunting? Apa yang akan mereka lakukan pada peradaban di masa mendatang?
Oleh. Hessy Elviyah, S.S.
(Kontributor NarasiPost.Com )
NarasiPost.Com-Gemah ripah loh jinawi, begitulah gambaran negara Indonesia yang subur dan makmur karena sumber daya alamnya yang melimpah ruah di setiap pelosok daerah. Selain itu, Indonesia juga digadang-gadang sebagai paru-paru dunia. Hal ini disebabkan negeri berpenduduk muslim terbesar di dunia itu mempunyai keadaan alam yang sempurna bahkan menjadi negara penting karena mampu menekan kenaikan suhu bumi lantaran memiliki hutan yang luas sebagai aset dunia untuk keberlangsungan hidup.
Namun sayangnya, semua itu kini ibarat sebuah dongeng sebelum tidur. Hal ini bisa dilihat dari fakta bahwa Indonesia harus menghadapi kenyataan di negaranya masih dijumpai kemiskinan ekstrem yang akhirnya mengakibatkan kasus stunting pada anak cukup tinggi. Sungguh miris, paru-paru dunia saat ini sedang sakit kronis.
Dalam Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) menyebutkan terdapat 21,6% prevalensi stunting. Sementara itu Menteri Koordinator bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy menyebutkan keluarga yang termasuk kedalam kategori miskin ekstrem, anak-anaknya juga terkena stunting. Maka dari itu Kemenko PMK melakukan konvergensi program untuk memerangi stunting dan kemiskinan ekstrem. Duet kerja berbagai pihak diharapkan mampu mengatasi permasalahan kemiskinan ekstrem dan stunting dengan cepat dan tepat. Karena menurutnya, kemiskinan dan stunting saling berkaitan. (Antaranews.com, 19 Maret 2023)
Ketidakselarasan antara kondisi alam dengan kekayaan melimpah dan kondisi masyarakat ini memunculkan pokok persoalan baru. Walaupun berbagai program telah diupayakan namun angka kemiskinan dan stunting masih bertengger dalam data. Tentu saja kebijakan-kebijakan tersebut perlu evaluasi yang menyeluruh. Pasalnya selain tidak menyelesaikan masalah, kebijakan yang dikerjakan dan menggunakan anggaran negara tersebut malah justru terkesan merugikan negara. Hal ini bisa diperhatikan dari berbagai kebijakan mereka yang terkesan buang-buang anggaran semata. Sebab angka stunting selalu ada setiap tahunnya. Persoalan ini seolah menjadi persoalan yang tak pernah bisa diselesaikan.
Stunting merupakan persoalan yang urgen untuk bisa segera diselesaikan. Sebab kasus ini akan sangat berkaitan dengan masa depan sebuah bangsa. Apa jadinya negara ini jika generasi penerusnya dibiarkan tumbuh dalam kondisi stunting? Apa yang akan mereka lakukan pada peradaban di masa mendatang? Sungguh ini perkara penting yang harus segera diatasi.
Namun begitulah ciri khas negara pengemban kapitalisme. Setiap kebijakannya tidak fundamental sehingga cenderung menimbulkan masalah baru. Asas dari setiap pengambilan keputusan adalah manfaat, yang lebih mementingkan keuntungan para pengambil kebijakan, bukan untuk kemanfaatan rakyat.
Hal ini jauh berbeda dengan Islam. Islam memandang negara sebagai pelindung warganya bukan justru sebagai alat bisnis. Negara dalam Islam diperintahkan oleh Allah Swt. untuk tampil melakukan kebijakan dengan menjamin kebutuhan dasar rakyatnya, seperti kebutuhan pokok (sandang, pangan, papan), kesehatan, pendidikan serta keamanan.
Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, negara dapat memfasilitasi dengan membuka lapangan pekerjaan untuk kepala keluarga. Negara pun harus memastikan bahwa setiap kepala keluarga bertanggung jawab untuk bekerja demi menafkahi keluarganya. Ketika ada kepala keluarga yang nakal, tidak mau menjalankan kewajibannya maka negara pun tidak akan tinggal diam. Sanksi tegas akan diberlakukan setelah adanya edukasi hingga nasihat yang seharusnya akan membuat para kaum laki-laki selalu giat dalam mencari nafkah.
Lebih dari itu, negara juga mengambil kebijakan yang paling tepat yaitu dengan menerapkan sistem ekonomi syariah, di antaranya dengan memanfaatkan sumber daya alam sebagai kepemilikan umum untuk memenuhi kebutuhan pokok masyarakat. Tentu saja harta jenis ini tidak boleh dikuasai asing sebagaimana yang dilakukan hari ini. Hal ini sebagaimana sabda Rasulullah saw. yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Ahmad bahwa kaum muslimin berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air dan api.
Sistem ekonomi Islam juga meniscayakan pemenuhan kebutuhan masyarakat menggunakan kas negara (baitulmal). Sistem ini dilakukan oleh Islam untuk mengelola pemasukan dan pengeluaran sesuai syariat, bukan pada utang dan pajak yang mencekik umat. Penerapan ekonomi syariah hanya akan tegak bersamaan dengan tegaknya sistem pemerintahan yang juga segaris dengan syariah Islam.
Sistem inilah yang akan mampu mengkondisikan umat untuk bisa mencukupi kebutuhan pokok bahkan kebutuhan sekundernya. Dengan begitu kasus stunting yang saat ini menjadi pekerjaan rumah dapat diselesaikan sebab kemiskinan ekstrem tidak akan menjamur sebagaimana terjadi saat ini. Kondisi alam sebuah negara yang melimpah ruah akan linear dengan kondisi masyarakat yang berkah, atas ijin Allah. Masa depan negara pun akan lebih terarah sebab calon para pemimpinnya terpenuhi gizinya karena kehidupan sejahtera.[]