Iman yang berasal dari proses berpikir. Iman yang menghasilkan keyakinan yang berdasar bukti dan pada akhirnya akan berpengaruh menjadi sebuah perbuatan.
Oleh: Irma Sari Rahayu
NarasiPost.com - Jika bukan karena iman, rasa tawakal dan dorongan ruhiyah yang kuat, tentu kita takkan menjumpai kisah heroik menyebrangnya kapal Muhammad Al Fatih yang jika dipikirkan secara logika manusia sungguh sebuah kisah yang berada di luar nalar.
Kata iman berkaitan dengan sebuah keyakinan (believe). Seorang Muslim wajib beriman kepada hal yang enam (rukun iman) karena akan berdampak pada akidahnya. Banyak Muslim yang menyatakan keimanannya pada rukun iman, namun tidak tercermin pada perbuatannya. Bisa dikatakan imannya bukanlah iman yang produktif. Mengapa demikian? Seperti apa iman yang produktif?
Ustaz Felix Siaw memberi gambaran tentang iman yang produktif sebagai "iman yang berasal dari proses berpikir. Iman yang menghasilkan keyakinan yang berdasar bukti dan pada akhirnya akan berpengaruh menjadi sebuah perbuatan". Dengan kata lain, iman yang produktif adalah iman yang berasal dari akidah yang benar, berdasarkan dalil aqli yang kuat tanpa ada keraguan sedikitpun dan bukan berdasarkan doktrin semata.
Nabi Ibrahim As yang memberikan keteladanan luar biasa tentang iman yang produktif. Bapak para Nabi ini melalui proses berpikir yang cemerlang untuk meyakini keberadaan Rabbnya. Proses pencarian Tuhan yang dilalui oleh Nabi Ibrahim As Allah jelaskan dalam surat Al An'am ayat 76-78. Akibatnya, iman yang dihasilkan membentuk sikap Nabi Ibrahim yang tak pernah merasa ragu saat ia menghancurkan berhala, diberikan kabar gembira dengan hadirnya seorang anak padahal ia sudah lanjut usia, patuh dan taat saat mendapatkan perintah Allah untuk meninggalkan keluarga kecilnya di gurun tandus hingga perintah menyembelih putera yang disayanginya.
Iman yang produktif juga tercermin pada generasi Islam di masa Rasul dan para sahabat. Kala itu, para sahabat dihadapkan pada sebuah realita adanya agama baru yang berbeda dengan keyakinan mereka sebelumnya. Benak mereka bergumul dengan pemikiran dan pilihan, apakah akan menerima ataukah menolak. Dari hasil pergumulan pemikiran tersebut para sahabatpun beriman.
Iman yang produktif akan menghasilkan Muslim yang powerfull atau berdaya juang. Selain itu, modal utama untuk menjadi Muslim yang powerfull adalah memiliki sifat tawakal dan kekuatan ruhiyah (motivasi spiritual) yang tinggi. Seorang Muslim yang memiliki keimanan yang kuat akan qadha dan qadar Allah yang menimpa dirinya. Iapun harus selalu menyadari hubungannya dengan Allah dan meyakini kelak Allah akan meminta pertanggungjawaban atas perbuatannya di akhirat kelak.
Banyak kisah inspiratif yang menggambarkan implementasi iman yang produktif berhasil mencetak Muslim yang berdaya juang tinggi. Kisah hijrah para sahabat ke Madinah adalah contoh ketaatan dan pengorbanan luar biasa kepada Allah. Jika bukan karena iman dan dorongan kekuatan ruhiyah yang tinggi, mana mungkin para sahabat rela untuk meninggalkan kampung halaman, rumah, harta dan keluarga yang mereka cintai menuju suatu daerah yang asing dan tak ada satupun sanak keluarga. Namun kecintaan para sahabat kepada Allah dan Rasul- Nya, membuat hati mereka lapang dan langkah kaki mereka ringan menjalankan perintah.
Kisah menakjubkan lainnya kita jumpai pada kisah penaklukan Konstantinopel oleh Sultan Muhammad Al Fatih. Keyakinannya pada bisyarah Allah membentuk sebuah tekad ingin meraih "sebaik-baik pemimpin dan sebaik-sebaik pasukan" seperti yang telah dijanjikan Allah lewat sabda Rasul- Nya. Jika bukan karena iman, rasa tawakal dan dorongan ruhiyah yang kuat, tentu kita takkan menjumpai kisah heroik menyebrangnya kapal Muhammad Al Fatih yang jika dipikirkan secara logika manusia, sungguh sebuah kisah yang berada di luar nalar.
Lalu, tanyakanlah pada diri kita, apakah iman kita sudah produktif? Jika belum, bagaimana membuatnya menjadi produktif? Banyak yang bisa kita lakukan agar memiliki iman yang produktif. Cobalah kita optimalkan daya pikir dan sucikan hati. Pikirkanlah tentang keagungan Allah Al Khalik, Al Mudabbir yang telah menciptakan dan mengatur alam semesta. Bacalah dan resapi ayat-ayat yang bercerita tentang surga dan neraka. Tidakkah hati kita tergetar? Jangan lupa agar kita senantiasa mengingat kematian. Dengan mengingat kematian, maka kita akan semakin berhati-hati dalam bertindak. Memperbanyak amalan wajib, menyempurnakan amalan sunah, menghindari perbuatan maksiat dan menyedikitkan perbuatan mubah. Insyaa Allah, atas izin-Nya jualah kita mampu menjadi Muslim yang powerfull. Wallahua'lam