"Di akhir pemaparan, Mbak Erni Susanti juga menyelipkan nasihat bahwa apa pun bentuk tulisannya, nonfiksi ataupun fiksi, harus tetap dilandasi dengan keikhlasan dan semata-mata hanya untuk mengharapkan rida Allah Swt."
Oleh. Ima Khusi
(Kontributor NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Grup Konapost kembali ramai. Kali ini, bukan karena Mbak Dia yang sedang bikin huru-hara. Tetapi, karena sedang ada bagi-bagi ilmu dari salah satu penulis cerpen hebat di Konapost, yaitu Mbak Erni Susanti atau yang lebih dikenal dengan nama pena Ghumaisha Gaza.
Di sharing ilmu bertema "Menebar Inspirasi melalui Karya Fiksi" ini, Mbak Erni mengulik tentang keutamaan dan manfaat dari menulis, dalam hal ini karya fiksi.
Di awal sharing, Mbak Erni buka dengan kutipan perkataan Imam Al-Khatib Al-Baghdadi yang ditulis dalam Kitab Adabul Alim wal Muta'allim karya Hadratussyekh KH. M. Hasyim Asy'ari bahwa, "Penulisan suatu karya itu dapat memantapkan hafalan, mencerdaskan hati, mengasah otak, memperbaiki penjelasan, memperoleh nama baik, pahala yang agung, dan abadi sepanjang masa."
Beliau juga mengutip perkataan dari Imam As-Syafi'i bahwa, "Ilmu laksana hewan buruan dan pena adalah tali pengikatnya. Maka, ikatlah hewan buruanmu dengan kuat. Adalah sebuah kebodohan jika engkau berburu namun buruanmu kemudian engkau biarkan begitu saja."
Sebagai penegasan, bahwa menulis memiliki keutamaan dan manfaat yang luar biasa. Menulis adalah bagian dari proses belajar. Karena dengan menulis, kita makin menguatkan hafalan dari ilmu yang didapat.
Di sharing ini, Mbak Erni memaparkan secara umum bahwa pada dasarnya menulis karya fiksi sama seperti menulis opini atau yang lainnya. Perlu iradah, tsaqafah, daya analisis, dan teknis kepenulisan. Perlu juga itqan atau totalitas dalam menghadirkan sebuah karya, dan juga harus mengerjakan secara maksimal, serta tidak asal-asalan. Di sini, sebagai penulis ideologis, tentu saat menulis karya fiksi kita harus memasukkan tsaqafah Islam dalam cerita kita. Sehingga, karya fiksi yang kita buat punya makna dan bisa menambah ilmu bagi pembacanya.
Oleh karenanya, beberapa karakteristik serta kelebihan dari menulis karya fiksi menurut Mbak Erni adalah lebih fleksibel atau mudah disesuaikan. Seperti cerpen, saat menulisnya kita tidak dituntut untuk segera menyelesaikannya, karena tidak terikat tema (TOR) mingguan. Dan juga saat menulis karya fiksi, kita lebih leluasa menuliskan apa pun yang ingin ditulis, termasuk peluang dalam menyelipkan ilmu yang dimiliki, ide yang ingin disampaikan, atau hal yang disukai.
Ketika menulis sebuah karya fiksi, kita juga perlu menentukan target ataupun tujuan, menentukan gambaran cerita, baik penokohan, konflik, dan ending cerita. Melakukan riset, agar tulisan kita bisa terasa nyata dan tidak hanya sekadar berimajinasi. Tulislah sesuai alur, jangan melebar, agar pesan yang ingin disampaikan bisa tersampaikan dengan baik pada pembaca. Dan yang tak kalah pentingnya tulislah hingga tuntas (tamat). Kan lucu, kalau menulis tetapi tidak tamat, bisa jadi file pojokan, tak terbaca , dan tak bermakna.
Jadi, menulis karya fiksi juga perlu ilmu, bukan hanya menghalu. Bagi penulis ideologis, menulis karya fiksi adalah salah satu jembatan sekaligus batu loncatan, untuk menasihati tanpa harus menggurui, menyelipkan ilmu secara halus, dan memberitahukan tsaqafah Islam dengan cara yang asyik. Karena jujur saja, sampai saat ini, tidak sedikit dari pengemban dakwah yang menganggap sebelah mata tentang karya fiksi. Menganggap bahwa karya fiksi hanyalah kegiatan menulis halu yang tak serius dan tak mengandung ilmu, dibandingkan dengan menulis opini.
Nah, mulai sekarang mindset ini harus dibuang. Karena karya fiksi bagi penulis ideologis akan ditulis dengan tetap memasukkan tsaqafah Islam di dalamnya.
Makanya, di sharing "Menebar Inspirasi melalui Karya Fiksi" ini, di akhir pemaparan Mbak Erni Susanti juga menyelipkan nasihat bahwa apa pun bentuk tulisannya, nonfiksi ataupun fiksi, harus tetap dilandasi dengan keikhlasan dan semata-mata hanya untuk mengharapkan rida Allah Swt.
Wallahu a'lam bish shawwab.[]