”Pragmatisme politik Barat sering kali menghalalkan segala cara untuk memberikan citra buruk tentang penerapan syariat Islam kaffah dengan membentuk kelompok ekstremis sebagai aksi jihad.”
Oleh. Muthiah Al Fath
(Tim Penulis Inti NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Dilansir dari dunia.tempo.co (12/03/2023), kelompok separatis ADF berafiliasi dengan Negara Islam (IS) telah menyerang Desa Kirindera, Provinsi Kifu Utara, Republik Demokratik Kongo. Aksi penyerangan ini terjadi sekitar pukul 01.00 waktu setempat, dan menewaskan 19 warga sipil. Menurut Sadame Patanguli, salah seorang warga desa Kirindera menyatakan bahwa militan ADF (Pasukan Demokratik Sekutu) datang membakar rumah sakit setelah menjarah obat-obatan, membakar hotel, dan menculik beberapa orang lainnya.
Anehnya, kelompok separatis brutal yang mengeklaim berafiliasi dengan Negara Islam tersebut justru jauh dari karakter dan syariat Islam. Sebaliknya, aksi militan ADF tersebut justru memperburuk citra Islam karena dianggap biang kerok dalam setiap konflik dan permasalahan yang tengah melanda RD Kongo. Lantas, siapa sebenarnya pengusung kelompok ekstremis dan separatis ADF tersebut? Benarkah kelompok ini merupakan kelompok Islami?
Hubungan ADF, ISIS dan Kolonialisme Barat
ADF (Allied Democratic Forces) adalah sebuah kelompok bersenjata paling mematikan yang terbentuk di Uganda dan pindah ke Kongo Timur pada 1990-an. Dilansir dari KumparanNews (1/3/2022), ADF sendiri telah berjanji setia pada ISIS sejak 2019. ADF terkenal sebagai kelompok militan jihadis yang sering melakukan penyergapan di desa-desa, dan telah membunuh ribuan warga sipil di Kongo dan Uganda.
Meskipun ISIS mengakui bahwa kelompoknya sebagai pasukan jihadis dan membawa identitas Islam, namun banyak spekulasi mengatakan kelompok ini merupakan buatan Amerika Serikat. Terlebih ISIS memang dirancang sebagai instrumen teror untuk menaklukkan negara-negara kaya minyak di Timur Tengah.
Dilansir dari CNN Indonesia, Donald Trump pernah menyebutkan bahwa presiden Barack Obama dan mantan Menteri Luar Negeri, Hillary Clinton telah “menciptakan ISIS”. Komentar Trump yang kontroversial ini dibenarkan oleh Charlie Fiorina dan Rick Santorum. (1/3/2016)
Bahkan, Hillary Clinton secara terang-terangan mengakui bahwa ISIS adalah gerakan buatan untuk memecah belah dan membuat Timur Tengah senantiasa bergejolak. Pengakuannya tersebut dimuat dalam buku “Hard Choice”. Selain itu, perusahaan raksasa semen asal Prancis Lafarge kedapatan mendanai pergerakan kelompok ISIS di Suriah. Hal ini menjadi bukti bahwa negara-negara Barat kerap berdiri di dua sisi karena perpaduan sikap islamofobia dan hipokrit yang lahir dari akidah sekularisme.
Pragmatisme politik Barat sering kali menghalalkan segala cara untuk memberikan citra buruk tentang penerapan syariat Islam kaffah dengan membentuk kelompok ekstremis sebagai aksi jihad. Negeri-negeri Barat telah lama menggunakan terorisme dan kelompok separatis dalam metode politiknya untuk mengukuhkan neoimperialismenya di negeri-negeri yang kaya SDA.
Makanya tidak heran saat AS menawarkan hadiah hingga $5 juta (Rp77 miliar) untuk menangkap pemimpin ADF. Dari sini terlihat bahwa AS berupaya berkamuflase bak pahlawan dan seolah mengecam tindakan ADF maupun ISIS. Namun, aksi brutal ADF yang terus berulang membuat banyak penduduk lokal dan para aktivis mengkritik kegagalan operasi gabungan militer Kongo dan PBB dalam menghentikan pembantaian.
Kondisi RD Kongo
Sejak merdeka pada 30 Juni 1960 dari Belgia, Kongo sering dihadapkan pada serangkaian gerakan separatis. Bagaimana tidak, Kongo adalah negara yang sangat kaya akan SDA, namun justru mengalami ketidakstabilan politik, korupsi, kurangnya infrastruktur, dan kemiskinan. Pada tahun 2020 saja, RD Kongo menjadi salah satu dari tiga produsen berlian teratas dunia. Menurut Kementerian pertambangan Kongo, negara ini telah memproduksi sekitar seperlima dari berlian industri dunia.
Pada 2018, sekitar 600 ribu orang telah melarikan diri ke negara-negara tetangga akibat konflik di tengah dan timur Kongo. Alhasil, 2 juta anak berisiko kelaparan dan membuat 4,5 juta orang kehilangan tempat tinggal. Pada tahun 2019, menurut Indeks Pembangunan Manusia menyebutkan bahwa Kongo menduduki peringkat ke-175 dari 189 negara.
Awalnya, kelompok separatis ADF bermaksud menggulingkan rezim Presiden Uganda, Yoweri Museveni. Dapat disimpulkan bahwa adanya kelompok separatis akibat akumulasi dari sebuah kekecewaan atas ketidakadilan dan kegagalan pemimpin dalam mengelola negara dengan baik dan benar.
Buah Penerapan Sistem Sekularisme
Sesungguhnya, adanya kelompok separatis disintegrasi memiliki peluang besar dan terbuka lebar dalam sistem pemerintahan demokrasi-kapitalisme. Akibat mengadopsi sistem sekularisme dari Barat, pemerintahan Kongo tidak mampu memberikan kesejahteraan dan keadilan bagi masyarakatnya secara merata. Saat yang sama, negara juga tidak mampu berdaulat di hadapan internasional dalam menyelesaikan konflik internal. Alhasil, negara tidak mampu melindungi warga sipil dari rongrongan kelompok separatis yang menyebar teror. Hal ini menjadi bukti nyata lemahnya negara beserta sistem yang dianut dalam menumpas kaum separatis.
Terlebih saat kelompok militan separatis tersebut telah ditunggangi kepentingan Barat dan korporasi. Terkadang demi bayaran, para anggota akan bertempur secara brutal demi menyelesaikan misinya tanpa memikirkan nasib umat manusia. Kemiskinan dan ketidakadilan penguasa membuat mereka mudah disusupi para kapitalis Barat.
Sejatinya kolonialisme Barat belum hilang, namun hanya mengubah metodenya menjadi neokolonialisme dalam bentuk ekspansi. Sedangkan resolusi PBB adalah lembaga yang menegaskan kembali nilai-nilai ekonomi kapitalisme untuk membantu negara-negara Eropa tertentu, dalam upaya menguasai dan mengendalikan negara yang kaya SDA. Selain memaksa rezim mengadopsi sistem ala Barat, mereka juga membentuk kelompok ekstremis separatis, seperti ADF maupun ISIS untuk memastikan kontrol jangka panjang dengan menciptakan perpecahan internal di negara jajahan.
Solusi Islam Atasi Kelompok Separatis
Allah Swt. mengutus Nabi Muhammad saw. dengan membawa Islam sebagai agama sekaligus aturan hidup untuk mewujudkan “rahmatan lil alamin”. Sehingga, kebahagiaan seluruh manusia dan harmoni alam semesta bisa terwujud saat syariat Islam kaffah diterapkan dalam negara Khilafah.
Terbukti tanpa Khilafah, negara maupun manusia tidak bisa mencegah dan membasmi para pelaku teroris maupun kelompok separatis brutal untuk menyerang warga sipil. Tidak seperti ideologi sekuler, syariat Islam sangat menghargai setiap nyawa manusia, sebagaimana Allah Swt. berfirman, “Sesungguhnya siapa saja yang membunuh seorang manusia bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan di muka bumi, seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Siapa saja yang memelihara kehidupan seorang manusia, seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya.” (QS. Al-Maidah: 32)
Dalam pemerintahan Islam, keselamatan dan kehormatan seluruh warga negara akan terjaga karena Imam/Khalifah akan bertindak sebagai junnah (perisai). Sehingga seorang Khalifah haruslah yang berkepribadian kuat dan berani, bukan menjadi pemimpin yang pengecut serta lemah dan tunduk pada intervensi Barat. Demi terwujudnya keamanan, ketertiban dan pertahanan, syariat Islam telah memiliki tindakan pencegahan dan penanganan terhadap kelompok separatis.
Dalam buku “Dirasat fi al-Fikri al-Islami” karya Muhammad Husain Abdullah menyatakan bahwa kelompok bersenjata yang memiliki kekuatan untuk melawan negara dan masyarakat akan di cap sebagai “bughal”. Cara pemecahan masalahnya adalah Khalifah akan mengutus seseorang untuk berunding dengan mereka. Jika mereka insaf maka akan dibiarkan, diampuni dan dibebaskan. Namun jika mereka menolak maka akan diperangi untuk diberi pelajaran dengan menaklukkannya sampai mereka tunduk.
Jika ada salah seorang di antara mereka yang membangkang maka akan dipenjara. Mereka akan diperlakukan sebagai seorang yang berdosa bukan sebagai tawanan perang. Sebagaimana Allah Swt. berfirman dalam surah Al-Hujurat ayat 9, “Jika ada dua golongan dari orang-orang mukmin berperang, maka damaikanlah antara keduanya. Jika salah satu dari golongan itu berbuat aniaya terhadap yang lain, maka perangilah golongan yang berbuat aniaya itu hingga golongan Itu kembali kepada perintah Allah.”
Hal ini berbeda dengan kelompok atau seseorang yang telah merampas harta manusia di jalan umum dengan kekuatan senjata dan penyerangan. Untuk kasus ini maka sanksinya tertera pada surah Al-Maidah ayat 33, sebagai berikut:
- Dibunuh. Sanksi ini dijatuhkan bila orang tersebut hanya membunuh namun tidak merampas harta.
- Dibunuh dan disalib. Sanksi ini dijatuhkan bila orang tersebut membunuh dan merampas harta.
- Dipotong tangan kanan dan kaki kiri. Sanksi ini diberikan bagi orang yang merampas dan merampok tetapi tidak membunuh
- Dibuang. Sanksi ini berlaku bagi orang yang meresahkan masyarakat tanpa merampas dan membunuh.
Dengan begitu, darah dan jiwa manusia akan terjaga karena ada hukum jera bagi pelaku separatis. Inilah rahmat Islam dalam menjaga setiap jiwa umat manusia, baik muslim maupun kafir.
Untuk pencegahan maka negara harus benar-benar me- riayah masyarakat untuk memenuhi seluruh kebutuhan warganya seperti sandang, pangan dan papan. Saat yang sama, negara juga memberikan fasilitas pendidikan, kesehatan, dan fasilitas umum secara merata ke seluruh wilayah untuk menghindari diskriminasi dan kemiskinan.
Jika membaca sirah Nabawiyah maka kita akan mendapati, bagaimana cara Rasulullah saw. dalam membersihkan institusi politik yang ingin merebut kekuasaan yang sah dari tangan Beliau. Seperti pembersihan institusi politik Yahudi Qainuqa dan siapa saja yang melakukan pemberontakan, maka langsung ditangani secara cepat dan tanggap oleh Rasulullah saw. sebagai kepala negara. Rasulullah juga berkali-kali mengirimkan ekspedisi kecil untuk menyisir seluruh wilayah negara demi memastikan keamanan warganya.
Sistem ini berlanjut hingga masa kekhalifahan Turki Utsmani. Semua ini dilakukan sebab kelompok separatis brutal dalam sistem pemerintahan Islam tidak boleh terjadi, apalagi sampai berulang karena bisa menghancurkan ukhuwah Islamiyah yang terjalin di tengah-tengah masyarakat.
Khatimah
Sejatinya, kelompok ekstremis, separatis seperti ADF maupun ISIS tidak lain merupakan skenario pengusung kapitalisme global untuk memperburuk citra Islam di mata dunia, dan memecah belah persatuan masyarakat demi memudahkannya menguasai SDA. Masifnya kelompok teroris maupun separatis yang brutal pada era sekarang menjadi bukti gagalnya sistem sekularisme dalam melindungi jiwa manusia.
Sebaliknya, secara preventif, penerapan syariat Islam kaffah akan menutup semua peluang yang memungkinkan lahirnya bibit-bibit separatisme untuk memisahkan diri dari negara. Hal ini tampak pada perlakuan syariat Islam yang adil terhadap semua warga negaranya, baik muslim maupun kafir. Wallahu a’lam bishawab.[]