”Dengan lepasnya negara-negara jajahan ini dari kungkungan Barat, negara-negara kaya itu akan kehilangan sumber kekayaannya. Mereka akan “pucat pasi tidak bertenaga” seperti drakula yang gagal mengisap darah. Selanjutnya, tinggal menunggu ajalnya saja.”
Oleh. Ragil Rahayu, S.E.
(Tim Penulis Inti NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Kita semua tentu tidak asing dengan sosok drakula. Makhluk seram pengisap darah ini identik dengan kekejaman dan pembunuhan. Nah, jika ada negara yang karakternya mirip drakula, seperti apa wujudnya?
Negara laksana drakula ini nyata adanya, bukan dongeng rekaan. Bahkan, negara-negara ini tengah memimpin dunia sekarang. Mereka adalah negara-negara kaya yang mengisap “darah” negara miskin hingga terus terjebak dalam lingkaran kemiskinan yang tidak berkesudahan.
Hal ini dinyatakan oleh pemimpin Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Antonio Guterres dalam konferensi tingkat tinggi (KTT) 46 Negara Kurang Berkembang (LDC/ Least Developed Countries). Guterres mengatakan bahwa negara kaya serta perusahaan raksasa energi mereka telah mencekik negara miskin dengan memangsa suku bunga mereka dan melumpuhkan harga bahan bakar.
“Raksasa bahan bakar fosil meraup keuntungan besar, sedangkan jutaan orang di negara Anda kelaparan,” ujar Guterres (CNN Indonesia, 5-3-2023).
Pada kesempatan itu, Guterres juga mengungkap bahwa sistem keuangan global dirancang oleh negara-negara kaya. Akibatnya, mayoritas keuntungan mereka dominasi. Negara-negara miskin pun menjadi kesulitan untuk membangun perekonomian, terutama karena mereka tidak punya sumber daya memadai serta terjebak utang luar negeri.
Menurut Guterres, negara-negara kaya sudah melanggar janji untuk memberikan 0,15-0,2 persen Pendapatan Nasional Bruto kepada LDC. Negara kaya juga melanggar janji untuk membantu negara miskin melawan perubahan iklim.
Oleh karenanya, menurut Guterres, negara-negara kaya harus memberikan US$500 miliar atau setara Rp7,6 kuadriliun per tahun untuk membantu LDC keluar dari “lingkaran setan” kemiskinan. Hal ini sebagaimana tertuang dalam Program Aksi Doha.
Guterres berjanji, PBB akan terus mendorong negara-negara kaya agar merealisasikan komitmen mereka. Negara kaya akan membantu LDC dalam menggaet investasi asing. LDC juga akan dikenakan suku bunga yang lebih rendah.
Janji Palsu
Manis di bibir, tetapi pahit adanya. Itulah gambaran pernyataan Guterres. Janji-janjinya serupa dengan janji palsu para caleg yang nihil realisasi. Sejak berdirinya pada tujuh dekade yang lalu, PBB sudah menjanjikan kesejahteraan bagi dunia, tetapi hasilnya nol besar. Justru negara kaya makin jemawa dan negara miskin makin sengsara.
Sejak awal, justru ketimpangan yang ada di dunia hari ini merupakan akibat adanya PBB. Bisa dikatakan PBB adalah biang keladi masalah ekonomi dunia.
Jika kita merunut sejarah, berdirinya PBB berawal dari Liga Bangsa-Bangsa, sebelumnya lagi adalah Liga Suci yang merupakan gabungan negara-negara Kristen Eropa. Berdirinya Liga Suci merupakan gagasan Paus Pius V untuk menghentikan laju futuhat Khilafah Utsmaniyah pada abad ke-16. Dengan demikian, berdirinya PBB tidak lepas dari tujuan untuk menghancurkan institusi politik pemersatu umat Islam sedunia, yaitu Khilafah.
Ketika Khilafah runtuh dan kaum muslimin tercerai-berai, PBB menjadi alat negara-negara besar untuk menancapkan kuku penjajahan di negeri-negeri muslim. Negara-negara penjajah seperti Amerika Serikat, Eropa, dll. Mengendalikan PBB untuk berkolaborasi dengan lembaga ekonomi internasional, yaitu IMF, Bank Dunia, dan WTO dalam rangka menguasai ekonomi dunia.
Negara-negara miskin dijerat dengan utang luar negeri untuk kemudian dipaksa mengikuti “resep pemulihan ekonomi” dan “rencana pembangunan” yang dibuat negara-negara Barat. Hakikatnya, ini adalah liberalisasi ekonomi, yakni liberalisasi kekayaan alam negeri-negeri muslim. Bermodal liberalisasi ini, berbondong-bondong masuklah para kapitalis asing, atas nama investasi, ke negeri-negeri muslim untuk “merampok” kekayaan alam mereka secara legal.
Sementara itu, penduduk negeri muslim hanya bisa gigit jari. Mereka tidak mendapatkan apa-apa dari pengerukan kekayaan alamnya, kecuali sekadar pajak yang nominalnya “recehan”, atau kesempatan menjadi pekerja kasar di pertambangan dengan gaji pas-pasan.
Padahal, dampak eksploitasi alam tersebut adalah alam mereka rusak, mata air mati, laut tercemar, sungai kotor, hutan menjadi gundul. Sedangkan yang tersisa adalah limbah beracun serta bekas galian di mana-mana.
Setelah melakukan “resep” liberalisasi ekonomi dan kehilangan kekayaan alamnya, negeri-negeri muslim itu tidak lantas bebas dari utang luar negeri. Bahkan, mereka terus menambah utang baru hingga total utangnya mencapai ribuan triliun. Negeri-negeri muslim pun makin tenggelam dalam jebakan utang hingga mereka tidak bisa lepas darinya kecuali dengan menyerahkan seluruh kekayaan alamnya.
Campakkan Kapitalisme, Tegakkan Khilafah
Walhasil, berharap kesejahteraan pada PBB adalah ibarat “mimpi pada siang bolong”, tidak akan pernah terealisasi. PBB justru menjaga hegemoni kapitalisme. Padahal, kapitalisme dan penjajahan adalah dua sisi mata uang yang tidak terpisahkan. Kapitalisme hanya bisa eksis dengan menjajah.
Selama kapitalisme masih tegak di muka bumi, penjajahan akan terus ada. Oleh karenanya, kapitalisme harus dicampakkan dan diganti sistem lain. Harapan satu-satunya hanya ada pada sistem Islam, yaitu Khilafah.
Khilafah akan menghapuskan penjajahan di muka bumi dengan memerdekakan negeri-negeri muslim yang terjajah. Khilafah akan menyatukan seluruh negeri muslim dalam satu institusi politik yang kuat sehingga tidak bisa dijajah.
Khilafah akan menerapkan sistem ekonomi Islam yang mengharamkan liberalisasi kekayaan alam karena terkategori kepemilikan umum. Khilafah juga akan membentuk militer yang kuat dan komitmen menjaga perbatasan sehingga tidak ada negara asing yang berani mencuri kekayaan alam Khilafah dengan dalih apa pun. Dengan demikian, negara-negara Barat tidak akan mampu menganeksasi wilayah Islam.
Bahkan, Khilafah akan membebaskan negeri-negeri nonmuslim yang terjajah untuk kemudian merangkul mereka dalam pangkuan Islam. Dengan lepasnya negara-negara jajahan ini dari kungkungan Barat, negara-negara kaya itu akan kehilangan sumber kekayaannya. Mereka akan “pucat pasi tidak bertenaga” seperti drakula yang gagal mengisap darah. Selanjutnya, tinggal menunggu ajalnya saja.
Demikianlah, wahai umat Islam, loyalitas kita hendaknya diserahkan pada Islam, yakni pada Khilafah. Karena Khilafah adalah junnah (perisai) yang melindungi umat dari kemiskinan dan penjajahan.
Allah Taala memerintahkan kita untuk loyal pada Islam. Allah Taala berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا عَدُوِّي وَعَدُوَّكُمْ أَوْلِيَاءَ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menjadikan musuh-Ku dan musuhmu sebagai teman-teman dekat.” (QS. Al-Mumtahanah:1).
Terkait ayat ini, Imam Muhammad bin Abdul Wahab di dalam kitab Al-Ushuluts Tsalaatsah menjelaskan, “Sesungguhnya barang siapa yang menaati Rasul saw. dan menauhidkan Allah, maka dia tidak boleh loyal (patuh, setia) pada orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya.”
Wahai umat Islam, janganlah kita menyerahkan loyalitas pada PBB berdasarkan pada hukum kufur dan justru menjadi alat penjajahan musuh-musuh Islam. Wallahualam.[]