PRT dalam Jebakan Perbudakan Modern

"Islam menetapkan bahwa penguasa memiliki tanggung jawab untuk mengurus seluruh kebutuhan rakyatnya termasuk memberikan lapangan pekerjaan seluas-luasnya. Sebab, penguasa adalah pelindung dan pengayom."

Oleh. Sartinah
(Penulis Inti NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Alkisah seorang ibu yang rela bekerja di negeri seberang demi mengubah nasib keluarganya menjadi lebih baik. Bayang-bayang keberhasilan tampak menari-nari di pelupuk mata. Anak dan suami pun rela ditinggalkannya demi mengejar satu impian, yaitu sejahtera. Sayang seribu sayang, setelah mengadu nasib sebagai buruh migran di negeri orang, realitas ternyata jauh dari ekspektasinya. Untung yang dikejar, kemalanganlah yang diterima.

Namanya Meriance Kabu. Dia merupakan mantan pekerja migran yang menjadi korban penyiksaan oleh majikannya pada 2014 silam. Meriance menjadi salah satu korban yang berhasil selamat dari apa yang disebutnya "neraka" di Malaysia. Bagaimana tidak, saat meninggalkan kampung halaman, tubuhnya baik-baik saja. Namun, saat kembali dari perantauan, fisiknya tidak lagi dikenali oleh keluarganya. Kondisi bibir atasnya terbelah, tulang hidung atas rata karena hancur, lidah terpotong, dan telinganya tak lagi berbentuk. Tak hanya disiksa, Meriance pun tak mendapatkan gaji yang menjadi haknya.

Meriance hanyalah satu dari banyaknya korban perdagangan manusia di Malaysia. Kasus-kasus tersebut sejatinya ibarat fenomena gunung es, di mana fakta yang tidak terungkap jumlahnya jauh lebih banyak. Lantas, apa sebenarnya yang menyebabkan ratusan PRT mengalami penyiksaan hingga gaji tidak dibayarkan? Benarkah penyaluran PRT menjadi bisnis menggiurkan? Jika pekerja ilegal dapat masuk dengan mudah ke Malaysia, mungkinkah terjadi persekongkolan antara pihak-pihak terkait?

Penyebab Penganiayaan

Jumlah korban yang mengalami penyiksaan fisik hingga gaji tidak dibayar terus bertambah dari waktu ke waktu. Hal ini sebagaimana dikemukakan oleh Duta Besar Indonesia untuk Malaysia, Hermono. Bahkan, dia mengatakan tidak mengetahui kapan kasus-kasus serupa akan berakhir karena terus bertambahnya jumlah korban. Berdasarkan data dari lima tahun terakhir, kasus-kasus gaji yang tidak dibayarkan (dari rentang waktu bekerja satu hingga sepuluh tahun), berjumlah lebih dari 2.300 kasus. (Bbc.com, 03/03/2023)

Jika ditelusuri lebih dalam, kasus penyiksaan PRT oleh para majikan disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu:

Pertama, minimnya hak-hak pekerja asing di Malaysia. Berdasarkan fakta yang terjadi, banyak asisten rumah tangga yang diperlakukan seperti budak oleh para majikan. Mereka diberi gaji dan waktu istirahat yang sangat sedikit, tetapi dipaksa bekerja hingga melebihi waktu yang seharusnya.

Kedua, TKI yang bekerja di luar negeri tidak memiliki serikat pekerja sebagai wadah bagi mereka untuk mengadukan berbagai permasalahan. Padahal, keberadaan serikat pekerja sangat penting bagi mereka. Selain sebagai tempat berkeluh kesah, lembaga tersebut berfungsi untuk melindungi para pekerja dari hal-hal yang tidak diinginkan seperti penyiksaan, gaji tidak dbayar, dan sebagainya.

Ketiga, minimnya aturan hukum di Malaysia yang dapat melindungi hak-hak pekerja rumah tangga. Seharusnya pemerintah Malaysia lebih menekankan undang-undang yang mengatur tentang perlindungan para pekerja asing. Hal ini dilakukan agar kasus-kasus penyiksaan hingga berujung kematian tidak terjadi lagi. Selain itu, pemerintah Malaysia seharusnya menjatuhkan sanksi berat kepada pelaku penganiayaan PRT Indonesia. Pasalnya dalam banyak kasus, para majikan justru tidak dihukum. Meski dilaporkan ke pengadilan, tetapi akhirnya pun dibebaskan.

Keempat, banyaknya TKI yang tidak mengantongi surat izin dari pemerintah Indonesia dalam melakukan pekerjaannya alias ilegal. Masuknya PRT melalui jalur ilegal membuat posisi mereka tertekan dan tidak memiliki banyak pilihan. Pada akhirnya mereka diperlakukan semena-mena oleh para majikan.

Faktor-faktor tersebutlah yang menyebabkan banyaknya penganiayaan oleh majikan, mulai pelecehan ringan hingga penganiayaan yang berujung kematian. Berdasarkan data KBRI, terdapat 5.000 masalah yang menimpa para TKI di Malaysia, ratusan di antaranya terkait kasus penganiayaan.

"Bisnis Haram" yang Menggiurkan

Di tengah banyaknya kasus penganiayaan TKI di Malaysia, permintaan pekerja di sektor rumah tangga justru terus bertambah. Berdasarkan data KBRI, permintaan PRT dari agen-agen di Malaysia bahkan mencapai lebih dari 66.000 hingga Februari 2023. Dari jumlah tersebut, baru sekitar 3.000 orang yang diproses melalui One Channel System atau aturan yang disepakati berdasarkan nota kesepahaman antara Indonesia dan Malaysia pada April 2022 lalu. Artinya, masih banyak pekerja yang masuk dan diproses melalui jalur nonprosedural.

Di sisi lain, proses pengurusan berbagai administrasi, khususnya dari imigrasi Malaysia yang mengeluarkan calling visa sangat lama yakni sekitar dua bulan, membuat proses pengiriman TKI terhambat. Padahal, banyak yang membutuhkan pekerja rumah tangga saat itu juga. Permintaan yang membeludak tetapi administrasi sangat lama membuat banyak perusahaan perekrut (yang notabene memiliki izin resmi) akhirnya menempuh jalan instan. Inilah bisnis haram yang oleh Kris Foo Yin Choo (dari asosiasi perusahaan perekrut pekerja asing PAPSMA) disebut sebagai bisnis lukratif alias sangat menguntungkan. Lantas, bagaimana proses perdagangan manusia bisa terjadi hingga aman tanpa kendala yang berarti?

Penyelundupan tenaga kerja Indonesia ke Malaysia secara ilegal disebut sebagai bisnis haram yang mampu mendulang miliaran rupiah. Bisnis gelap ini pun telah berlangsung secara terstruktur, masif, dan sistematis. Menurut Chrisanctus Paschalis Saturnus dari Komisi Keadilan Perdamaian Pastoral Migran dan Perantau (KKPPMP), bisnis haram ini terorganisasi rapi di bawah kendali mereka yang disebut "mafia perdagangan manusia" yang bekerja sama dengan oknum-oknum petugas. (Bbc.com, 20/12/2022)

Berdasarkan penyelidikan yang dilakukan oleh tim Paschalis (peraih penghargaan sebagai pegiat antiperdagangan orang), ada dua jalur yang digunakan untuk menyelundupkan para pekerja migran nonprosedural, yakni melalui jalur resmi dan jalur tidak resmi atau ilegal. Menurutnya, para pekerja seolah-olah masuk ke Malaysia sebagai turis, nyatanya mereka adalah calon pekerja migran yang diselundupkan dan akan bekerja secara ilegal. Menurut Duta Besar Republik Indonesia, Hermono, 70 persen pekerja migran yang ada di Malaysia justru masuk melalui pintu resmi.

Beberapa pola penyelundupan yang dilakukan adalah diberikannya kode-kode khusus pada nomor tiket kapal. Hal ini untuk membedakan tenaga kerja nonprosedural dan penumpang umum. Kode-kode tersebut untuk memudahkan oknum aparat mengetahui berapa jumlah orang yang dikirim oleh para pemain tersebut setiap harinya.

Oknum aparat akan menghitung per kepala dan meminta imbalan kepada para mafia ini. Untuk setiap orang calon tenaga migran yang terperangkap dalam bisnis haram tersebut akan dikenakan biaya Rp10-Rp20 juta. Sedangkan untuk para oknum yang sudah memberi bantuan, maka akan diberi jatah Rp300-Rp500 ribu dari masing-masing pekerja. Jika pekerja migran berjumlah ratusan orang saja, maka keuntungan yang diraup dari bisnis haram tersebut bisa mencapai ratusan bahkan miliaran rupiah setiap harinya.

Tak hanya kongkalikong dalam urusan tiket, penyelundupan pekerja migran pun diberi "karpet merah" di pintu imigrasi. Pada titik ini, para pekerja migran yang diselundupkan tersebut justru lolos dari pemeriksaan imigrasi. Mereka melenggang bebas tanpa hambatan sedikit pun. Fakta ini makin menguatkan dugaan keterlibatan oknum polisi, imigrasi, manajemen, hingga petugas kapal sebagaimana penelusuran tim Paschalis.

Negara Lalai

Dugaan keterlibatan oknum kepolisian dan imigrasi menunjukkan lemahnya negara dalam melakukan pengawasan. Namun yang lebih menggelikan, negara yang seharusnya menjadi pelindung dan pengayom rakyatnya dari praktik perdagangan manusia, justru menjadi pihak yang menggali ceruk untuk meraup keuntungan melalui oknum aparatnya.

Sejatinya negara tidak pernah serius memberikan perlindungan dan pencegahan terhadap WNI yang akan menjadi pekerja migran. Meski pemerintah sempat menunda pengiriman TKI karena Malaysia melanggar kesepakatan yang dibuat kedua negara, tetapi tak lantas memupus praktik haram perdagangan manusia. Selain itu, pemerintah juga meneken Permenaker Nomor 4 Tahun 2023 tentang Jaminan Sosial Pekerja Migran Indonesia.

Namun sekali lagi, sebanyak apa pun undang-undang yang diterbitkan untuk melindungi pekerja, jika realisasinya di lapangan masih minim, maka nasib mereka tetap dalam ancaman perbudakan. Apalagi mayoritas pekerja migran yang berada dalam sektor rumah tangga berada pada taraf pendidikan rendah hingga banyak tidak mengetahui hak-haknya.

Berbagai persoalan yang menimpa para pekerja migran adalah dampak penerapan sistem kapitalisme. Sistem ini telah melahirkan kesengsaraan dan kemiskinan sistemis yang tidak mampu diurai hingga kini. Negara telah gagal mewujudkan kesejahteraan hingga rakyat berbondong-bondong menjadi pekerja migran meski harus bertaruh nyawa.

Jaminan Islam

Islam diturunkan sebagai petunjuk dan rahmat bagi seluruh alam. Syariatnya memberi kebaikan kepada manusia jika diterapkan dalam seluruh aspek kehidupan. Syariat Islam pula yang mampu menyelesaikan seluruh persoalan manusia termasuk masalah buruh migran yang tidak mampu dituntaskan oleh sistem kapitalisme.

Islam menetapkan bahwa penguasa memiliki tanggung jawab untuk mengurus seluruh kebutuhan rakyatnya termasuk memberikan lapangan pekerjaan seluas-luasnya. Sebab, penguasa adalah pelindung dan pengayom. Hal ini sejalan dengan hadis riwayat Bukhari dan Muslim yang berbunyi,

"Sesungguhnya seorang imam itu (laksana) perisai. Dia akan dijadikan perisai, di mana orang akan berperang di belakangnya, dan digunakan sebagai tameng."

Berdasarkan tanggung jawab itu pula, Khilafah wajib memberikan kesejahteraan bagi seluruh rakyat. Langkah-langkah yang ditempuh oleh Khilafah adalah:

Pertama, mewajibkan bekerja bagi laki-laki untuk memenuhi nafkah bagi keluarganya.
Kedua, negara wajib menyediakan lapangan kerja seluas-luasnya agar rakyat tidak perlu berbondong-bondong ke luar negeri demi mencari sesuap nasi.
Ketiga, negara mewajibkan bagi kerabat yang mampu untuk menolong keluarganya yang kesulitan.
Keempat, jika keluarga atau kerabat tidak mampu menolong, maka negara wajib memberikan bantuan dengan menafkahi yang miskin.

Selain itu, Islam menetapkan konsep kepemilikan berdasarkan sistem ekonomi Islam yang tidak membolehkan individu maupun swasta menguasai harta milik umum. Pengelolaan harta milik umum oleh negara akan memberikan pemasukan yang besar bagi kas negara. Dana tersebut cukup untuk menyejahterakan rakyat. Dengan penerapan sistem ekonomi Islam inilah, rakyat bisa menikmati pendidikan dan kesehatan secara gratis. Jika lapangan kerja tersedia sangat luas di dalam negeri, maka rakyat tak perlu repot mencari pekerjaan di luar negeri.

Khatimah

Bisnis haram perdagangan manusia akan tetap langgeng di bawah sistem kapitalisme. Selama kemiskinan dan sempitnya lapangan pekerjaan masih menjadi momok di negeri ini, maka keinginan menjadi buruh migran akan tetap ada. Padahal, maraknya pekerja migran tanpa perlindungan serius dari negara justru menjadi celah terjadinya praktik perbudakan modern. Tidak ada solusi terbaik menyelesaikan problem PRT khususnya dan umat manusia umumnya, kecuali kembali pada aturan Islam. Jika kesejahteraan hanya akan didapat dalam sistem Islam, mengapa masih menjadikan kapitalisme sebagai solusi? Wallahu a'lam bishawab.[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Penulis Rempaka literasiku
Sartinah Seorang penulis yang bergabung di Tim Penulis Inti NarasiPost.Com dan sering memenangkan berbagai challenge bergengi yang diselenggarakan oleh NarasiPost.Com. Penulis buku solo Rempaka Literasiku dan beberapa buku Antologi dari NarasiPost Media Publisher
Previous
Keputusan Salah, Menambah Masalah
Next
Dari Konspirasi hingga Solusi Peracunan Ratusan Siswi di Iran
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

1 Comment
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
Reva Lina
Reva Lina
1 year ago

Itulah mengapa perlunya menerapkan Islam secara menyeluruh baik memilih pemimpin atau mengatur sistem kehidupan, karena jika ingin kesejahteraan hanya akan didapat dalam sistem Islam

bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram