“Selingkuh merupakan perilaku mengkhianati ikatan pernikahan. Sekalipun ada pelaku selingkuh yang melakukannya sebagai upaya balas dendam terhadap pasangannya.”
Oleh. Putri Ira
(Kontributor NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Selingkuh menjadi tema hangat saat ini. Berdasarkan data dari survei aplikasi Justdating, Indonesia menempati kasus kedua terbanyak se-Asia. Untuk Indonesia, sebanyak 40% menyatakan pernah menyelingkuhi pasangannya. Thailand menduduki peringkat pertama terbanyak di Asia. Sedangkan Malaysia, menduduki peringkat paling setia terhadap pasangan. Data menunjukkan sebanyak 20% kasus pasangan yang selingkuh (tribunnews.com, 18/2/2023).
Jika melihat data kasus selingkuh di dunia, Indonesia menempati peringkat keempat di dunia. Satu tingkat di bawah Amerika Serikat. Tentu, ini bukan prestasi yang patut dibanggakan. Mengingat Indonesia, mayoritas penduduknya muslim (pikiran-rakyat.com, 17/2/2023).
Perempuan sebagai Pelaku Selingkuh
Perempuan dan laki-laki berpeluang sama untuk berselingkuh. Survei Justdating menyatakan, perempuan lebih sering selingkuh dibandingkan laki-laki. Antara perempuan dan laki-laki berbeda perspektif terhadap selingkuh. Laki-laki di Indonesia, menganggap pasangannya selingkuh jika mereka bepergian berdua dengan laki-laki. Sedangkan perempuan, menganggap pasangannya selingkuh jika berkenalan dan saling berkirim pesan di antara keduanya (Popmama.com, 17/2/2023).
Banyak faktor yang menyebabkan perempuan berani berselingkuh. Mulai dari faktor ketertarikan kepada fisik, kenyamanan dalam berkomunikasi, hingga alasan ekonomi. Berbagai alasan tersebut, tentu tak dapat membenarkan perilaku selingkuh. Selingkuh merupakan perilaku mengkhianati ikatan pernikahan. Sekalipun ada pelaku selingkuh yang melakukannya sebagai upaya balas dendam terhadap pasangannya.
Bagi perempuan yang keimanannya lemah, arus sekuler menjadikan faktor kelemahan pasangan menjadi faktor pendorong berselingkuh. Kebebasan berpikir telah membutakan mata untuk durhaka kepada Ilahi. Dalam pandangannya, selingkuh menjadi solusi dari masalah keluarga yang dialami.
Ikatan Keluarga Rusak
Selingkuh jelas bukanlah solusi dari masalah yang dialami sebuah keluarga. Sering kali orang tua yang terlibat selingkuh, justru anaknyalah yang menjadi korban. Anak menjadi stres. Sehingga, tak jarang anak terjerumus ke arah pergaulan bebas dan narkoba. Anak turut menanggung malu akibat perbuatan orang tua yang berselingkuh. Selain itu, anak juga rentan mendapat luka pengasuhan di masa yang akan datang.
Bisa juga anak akan mempraktikkan hal yang sama dalam pernikahannya kelak. Tentu, bukan hanya anak yang mengalami kerugian. Bahkan, cucu pun ikut rugi. Tak pelak, ikatan keluarga semakin rapuh. Anak dan cucu tak dapat merasakan kenyamanan dan ketenangan dalam keluarga. Lalu, di manakah rasa tenang dan nyaman didapatkan? Jika mereka tak menemukan ketenangan dalam dekapan keluarga, mereka akan mencari tempat yang lain. Bisa saja dari lingkungan teman dan media yang diakses. Sangat disayangkan jika lingkungan teman dan akses media memberikan solusi yang keliru. Mereka pun akhirnya ikut terjerumus.
Tidak dapat dimungkiri, dalam hubungan pernikahan pasti ada onak dan duri. Sebagai seorang muslim, akidah Islam seharusnya menjadi standar dalam berpikir dan bertingkah laku. Jika menemukan pasangannya tidak taat kepada Allah, maka ada upaya untuk mengingatkan dengan cara yang makruf. Selain itu, seorang muslim diperintahkan untuk bersabar terhadap kekurangan yang ada pada diri pasangannya dan menutupi kekurangan pasangannya.
Jika dia tak mampu bersabar pada hal-hal yang tidak bisa ditoleransi seperti menuduh istrinya berzina, maka istri bisa mengajukan khuluk (cerai). Ataupun karena alasan ekonomi yakni ketidakmampuan laki-laki memberi nafkah, ini pun menjadi salah satu faktor istri menggugat suami. Atmosfer sekuler telah mewarnai kehidupan keluarga muslim. Perempuan pun gampang meminta cerai dari suaminya. Apalagi jika kehidupan ekonomi perempuan lebih mapan dibandingkan laki-laki.
Khatimah
Islam menempatkan hubungan suami dan istri bagaikan sahabat, bukan sebagai atasan dan bawahan. Sebagaimana sahabat, satu dengan yang lain saling memberikan kedamaian dan ketenteraman. Sebab, Allah telah menjadikan kehidupan suami-istri sebagai tempat yang penuh kedamaian. Sebagaimana firman Allah Swt. : “Dialah yang menciptakan kamu dari diri yang satu dan dari padanya Dia menciptakan istrinya, agar dia merasa senang kepadanya.” (TQS. Al-A’raf : 189).
Pemahaman terhadap syariat dalam kehidupan suami istri mutlak diperlukan. Suami memahami hak dan kewajibannya, demikian juga istri. Suami dan istri berlomba-lomba melakukan yang terbaik di mata Allah.
Kehidupan tenang dan damai tidak hanya berusaha diwujudkan oleh pasangan suami dan istri. Tapi juga masyarakat dan negara. Negara berperan sebagai pihak yang akan mempertahankan ketahanan keluarga. Negara akan menerapkan sistem pergaulan dengan melarang wanita bertabaruj (menampakkan kecantikan kepada nonmahram), melarang ikhtilath (campur baur laki-laki dan perempuan) tanpa keperluan, melarang khalwat (berdua-duaan dengan nonmahram), dan menjaga pandangan. Selain itu, negara akan membuka lapangan pekerjaan kepada laki-laki. Sehingga laki-laki dapat menjalankan perannya sebagai kepala keluarga dan pencari nafkah. Jika ada pelaku selingkuh yang sampai ke perzinaan, maka dihukum dengan hukuman rajam. Jika berkhalwat, dikenai takzir. Negara tidak hanya hadir, pada saat individu bermasalah. Tetapi negara hadir berperan sebagai pengatur urusan umat, termasuk urusan ketahanan keluarga. Wallahu ‘alam bisshawab.[]