"Kemiskinan dan pengangguran yang terjadi di negeri ini terjadi secara komprehensif, di mana akar permasalahannya yakni diterapkannya sistem kapitalisme yang membuat negara hanya berfungsi sebagai regulator semata. Pengurusan urusan rakyat pun senantiasa membuat para korporasi mendapatkan untung sebesar-besarnya dengan cara melibatkan mereka dalam pengurusan urusan rakyat."
Oleh. Khaziyah Naflah
(Kontributor NarasiPost.Com dan Freelance Writer)
NarasiPost.Com-Kemiskinan dan pengangguran memang masih menjadi PR bagi pemerintah hingga saat ini. Apalagi dengan maraknya fenomena pemutusan hubungan kerja (PHK) yang terjadi akhir-akhir ini, menambah tugas pemerintah untuk lebih semangat dalam menuntaskan kasus tersebut. Sehingga, hal ini membuat memerintah semakin gencar untuk melanjutkan program kartu prakerja yang dibuat pada tahun 2020 lalu untuk mengurangi kemiskinan akibat dampak wabah Covid-19.
Kartu prakerja ini dipercaya oleh pemerintah mampu menjadi alternatif untuk mengurangi pengangguran dan kemiskinan. Sebagaimana Kepala Komunikasi Manajemen Kartu Prakerja, William Sudhana, mengungkapkan pelaksanaan Kartu Prakerja dipercaya mampu untuk mengurangi masalah tersebut, namun dia belum bisa memastikan seberapa besar peluang kartu prakerja untuk menuntaskan kasus tersebut (kompas.com, 09/02/2023).
Selain itu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto juga mengatakan, program kartu prakerja yang telah diikuti lebih dari 16,4 juta peserta sejak diluncurkan pada tahun 2020 hingga akhir 2022. Dia mengatakan jika sepertiga dari peserta kartu prakerja yang menganggur itu kini sudah memiliki pekerjaan (kompas.com, 12/02/2023).
Sejatinya, program kartu prakerja tidak berpengaruh banyak untuk mengatasi kemiskinan dan pengangguran, sebab fakta di lapangan menunjukkan jumlah kemiskinan justru kian meningkat. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah penduduk miskin di Indonesia pada September 2022 mencapai 26,36 juta orang. Kepala BPS Margo Yuwono mengungkapkan, jumlah penduduk miskin pada September 2022 naik tipis sebesar 0,03 persen dibandingkan Maret 2022. Dengan demikian, orang miskin di Tanah Air naik 0,20 juta menjadi 26,36 juta orang pada September 2022. Menurutnya, peningkatan tersebut terjadi di wilayah perkotaan dan pedesaan.
Sedangkan, Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Indonesia 8,42 juta orang pada periode Agustus 2022, naik dari sebelumnya 8,40 juta orang pada Februari 2022.
Patut disadari, jika program kartu prakerja sejatinya hanya sebuah program peningkatan skill angkatan kerja semata, bukan sebuah jaminan untuk setiap lulusan atau setiap orang mendapatkan pekerjaan. Selain itu, tidak semua orang yang terkena PHK ataupun rakyat kecil mampu menjangkau program tersebut. Sebab, pengaturan yang begitu rumit dan ruwet. Tak hanya itu, insentif yang diberikan pun tidak cukup sebagai modal usaha di era yang serba mahal saat ini. Sehingga, program prakerja seakan sebuah solusi fatamorgana untuk mengatasi kemiskinan.
Pengurusan urusan rakyat pun senantiasa membuat para korporasi mendapatkan untung sebesar-besarnya dengan cara melibatkan mereka dalam pengurusan urusan rakyat. Misalnya saja, adanya program kartu prakerja tersebut yang menggandeng sejumlah pihak swasta. Seperti platfrom-platfrom digital yang membuat platfrom tersebut mendapatkan keuntungan dari program tersebut. Tak dapat dimungkiri, penguasa nyatanya lebih berpihak kepada korporasi daripada rakyatnya.
Kemudian, masalah pengangguran dan kemiskinan juga terjadi akibat penerapan sistem pendidikan sekuler. Yang mana pendidikan dikapitalisasi sehingga membuat biaya pendidikan mahal. Hal ini berdampak pada generasi, sebab mereka tak mampu untuk menempuh pendidikan yang mengakibatkan rakyat kekurangan keterampilan untuk mendapatkan pekerjaan.
Ditambah dengan gagalnya negara menyediakan lapangan pekerjaan dan menjamin terpenuhinya kebutuhan setiap individu rakyat. Sehingga, walaupun rakyat mampu untuk mengenyam pendidikan tinggi, namun setelah mereka keluar dari pendidikan, kebanyakan dari mereka kesulitan untuk mendapatkan pekerjaan. Dengan kata lain, terjadi ketimpangan antara kebutuhan kerja dengan lapangan pekerjaan yang ada.
Tak sampai di situ, sumber daya alam yang melimpah pun seyogianya bisa dijadikan salah satu sumber untuk menjamin terpenuhinya kebutuhan rakyat, justru dikuasai atau dikelola oleh asing. Dengan dalih jika pengelolaan tambang dilakukan oleh investor maka bisa menyerap tenaga kerja lokal. Namun faktanya tenaga kerja asing yang justru memenuhi daerah pertambangan. Walaupun tenaga kerja lokal bekerja di dalamnya, mereka juga hanya sebagai buruh yang digaji sangat rendah.
Seyogianya, kemiskinan dan pengangguran yang terjadi di negeri ini terjadi secara komprehensif, di mana akar permasalahannya yakni diterapkannya sistem kapitalisme yang membuat negara hanya berfungsi sebagai regulator semata. Padahal, negara memiliki peran penting dalam mengurus urusan rakyatnya. Sebagaimana dalam hadis disebutkan,
“Imam (khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya.” (HR. Bukhari)
Begitulah jika Islam diadopsi sebagai sistem kehidupan umat manusia. Islam memerintahkan kepada pemerintah untuk me- riayah rakyat dengan baik, yakni salah satunya untuk menjamin terpenuhinya kebutuhan per individu rakyat. Baik sandang, pangan, dan papan dengan mekanisme tidak langsung, serta pendidikan, kesehatan, dan lainnya dengan mekanisme secara langsung. Kemudian penerapan ekonomi Islam yang mengatur terciptanya harga pasar yang sehat, serta sebab kepemilikan yang tepat.
Untuk mendorong dan mengurangi kemiskinan serta pengangguran, Islam melakukan beberapa poin.
Pertama, mendorong setiap kepala keluarga dan rijal yang balig, berakal, dan mampu untuk bekerja. Jika mereka tidak memiliki modal untuk membuka usaha, maka negara melalui mekanisme baitulmal akan menyediakan modal dan prasarana yang dibutuhkan. Jika tidak memiliki keahlian, maka negara akan mengajarinya.
Kedua, negara memberikan pendidikan gratis yang di mana ilmu pendidikan yang diajarkan adalah ilmu yang terkait dengan kehidupan manusia, mulai dari tsaqafah lslam untuk membentuk pribadi yang islami, kemudian ilmu pengetahuan seperti peternakan, pertanian, dan lainnya. Dengan demikian, rakyat akan memiliki kemampuan untuk mendirikan usaha sendiri ataupun bekerja sesuai dengan kemampuannya.
Ketiga, negara menyediakan lapangan pekerja seluas-luasnya dan mudah dijangkau oleh rakyat dengan gaji yang sesuai dengan kebiasaan rakyatnya.
Keempat, negara juga akan mengembangkan industri dan perdagangan di sektor riil, serta melarang pengembangan usaha dan kekayaan di sektor nonriil. Sehingga, rakyat akan mudah mengembangkan perekonomian mereka. Negara pun mengawasi setiap perindustrian agar terhindar dari persaingan yang tidak sehat.
Kelima, negara juga akan melakukan pengembangan di seluruh sektor baik pertanian, peternakan, dan kelautan. Di mana negara menyediakan sarana dan prasarana, serta modal untuk menunjang keberhasilan seluruh sektor tersebut. Misalkan dalam sektor pertanian, negara akan melakukan intensifikasi dan ekstensifikasi. Penghidupan tanah mawaat (terlantar) yang selama 3 tahun berturut-turut tidak dikelola dengan cara diberikan kepada siapa saja yang mau menghidupkannya dengan cara dikelola atau dipagari.
Keenam, pengaturan kepemilikan umum, yakni sumber daya alam, seperti tambang emas, nikel, aspal, dan lainnya benar-benar dikelola oleh negara yang hasilnya digunakan untuk menjamin kesejahteraan rakyatnya. Negara melarang penyerahan barang tambang kepada pihak swasta ataupun para oligarki dengan dalih apa pun. Sebab, kepemilikan umum telah jelas jenis dan karakteristiknya sesuai dengan hukum Islam.
Dengan mekanisme tersebut, maka insyaallah kemiskinan dan pengangguran akan dapat diatasi, rakyat akan sejahtera di bawah naungan sistem Islam. Sehingga, rakyat wajib sadar bahwa sistem kapitalisme buatan manusia adalah sistem yang gagal, serta bobrok. Wallahu a'lam bishawab.[]