Sudah seharusnya ulama kembali kepada fitrahnya dan hanya berkiprah demi Islam. Bukan menjadi ulama yang siap menjual ilmunya demi uang ataupun jabatan.
Oleh: Pitra Delvina, S. Pd. (Pemerhati Kebijakan Publik)
NarasiPost.Com — Beberapa waktu lalu, Munas MUI X mengumumkan struktur kepengurusan baru. Ada sederet nama baru, bahkan ada nama lama yang hilang. Sebagian pihak menduga perombakan ini terkesan sebagai aksi pembungkaman sikap kritis ulama. Dikarenakan selama ini dinilai aktif mengkritisi kebijakan pemerintahan Jokowi. Terlebih, nama yang hilang itu adalah yang kritis terhadap pemerintah, juga pentolan 212.
Hal ini semakin membuat publik berspekulasi. Akhirnya, Ma'ruf Amin menampakkan manuver politiknya. Selama ini masih belum terlihat sepak terjang Ma'ruf Amin dalam mempengaruhi kebijakan yang dibuat oleh kabinet Jokowi. Banyak pihak yang menduga kuat terdepaknya sejumlah nama ulama yang selama ini dinilai berseberangan dengan pemerintah ada hubungannya dengan posisi Ma'ruf Amin. Pasalnya Ma'ruf Amin juga menjabat sebagai ketua dewan pertimbangan MUI dalam Munas X periode pengurusan 2020-2025 menggantikan posisi Din Syamsudin pada periode sebelumnya.
Sebagaimana diketahui, MUI merupakan himpunan dari sejumlah ulama dari ormas-ormas Islam yang ada di Indonesia. MUI hanyalah sebuah lembaga masyarakat bukan organisasi politik. Harusnya keberadaannya tidak boleh dicampuri oleh elit politik kekuasaan manapun. Apalagi dijadikan sebagai senjata untuk membungkam suara kritis ulama yang merupakan pewaris para Nabi.
Terlebih jika aksi ini digunakan sebagai politik belah bambu untuk mengadu domba umat. Ulama yang kritis menolak berbagai kezaliman penguasa dikebiri, sedangkan ulama yang dekat dengan penguasa dihormati. Na'udzubillah min dzalik.
Inilah wajah asli sistem kapitalis sekuler demokrasi. Rezim represif yang memaksa umat agar sejalan dengan kepentingannya. Jika ada yang berseberangan maka akan disingkirkan. Tidak peduli siapa mereka, meski seorang ulama sekalipun.
Ulama Kembalilah Pada Fitrahmu
Secara harfiyah ulama artinya orang-orang yang berilmu. Ulama adalah orang-orang yang siap mengabdikan dirinya demi Allah, Rasul, dan agama-Nya. Disamping itu, ulama juga identik dengan sosok insan yang memiliki keimanan dan ketakwaan yang tinggi terhadap Allah SWT. Ulama adalah manusia yang paling takut kepada Allah. Sebagaimana firman Allah SWT,
"Sungguh yang takut kepada Allah di kalangan para hamba-Nya hanyalah para ulama" (TQS. Fathir : 28)
Ayat ini mempertegas bahwa ulama tidak hanya dikenal dengan keluasan dan kedalaman ilmunya, melainkan juga istimewa disisi Allah yaitu sebagai satu-satunya hamba-Nya yang paling takut kepada-Nya.
Oleh karena itu, kiprah ulama sangat penting bagi Islam dan kaum muslimin. Ulama harus menjadi hamba Allah yang selalu berada di garda terdepan dalam membela dan menolong agama Allah. Seorang ulama tidak boleh mengabdikan dirinya kepada selain Allah. Apalagi menjadi alat bagi para penguasa untuk menyesatkan dan memecah belah umat dengan ilmu-Nya. Para ulama harus lantang menolak setiap kezaliman yang ada, tanpa rasa takut kecuali hanya kepada Allah. Apalagi, Allah sudah memberi keistimewaan kepadanya dengan julukan pewaris para Nabi. Sebagaimana sabda Rasulullah saw;
"Sungguh para ulama itu adalah pewaris para Nabi." (HR. Abu Dawud dan At-Tirmidzi)
Ulama pewaris Nabi adalah ulama yang siap mengabdikan hidupnya hanya untuk Allah dan kemuliaan agama-Nya. Para ulama pewaris Nabi tidak akan berpihak kepada penguasa yang jelas-jelas zalim terhadap rakyatnya. Diantara ulama-ulama yang terkenal akan rasa takutnya kepada Allah adalah Syaikh Hasan Al-Bashri dan Imam Abu Hanifah.
Syaikh Hasan Al-Bashri rahimahullah adalah sosok ulama yang begitu besar rasa takutnya kepada Allah. Beliau berani menentang penguasa Irak yang terkenal dengan kezalimannya. Beliau berani melakukan amar ma'ruf dan nahi munkar di depan penguasa Hajjaj ketika Itu. Beliau mengungkap keburukan penguasa Irak tersebut di depan rakyat dan menyampaikan kebenaran di depan penguasa tersebut. Ya, kiprah ulama pewaris para Nabi adalah lantang menyerukan amar ma'ruf nahi munkar kepada siapapun, tanpa pandang bulu, baik kepada para penguasa sekalipun.
Disamping itu, Imam Abu Hanifah rahimahullah juga memberikan teladan yang sama kepada kita. Beliau pernah menolak jabatan yang ditawarkan kepadanya dan menolak uang sebesar 10.000 dirham yang akan diberikan kepadanya. Beliau tidak mau menjual ilmunya dengan uang, karena Allah dan Rasul-Nya sudah cukup bagi-Nya.
Sudah seharusnya ulama kembali kepada fitrahnya dan hanya berkiprah demi Islam. Bukan menjadi ulama yang siap menjual ilmunya demi uang ataupun jabatan. Cukuplah Allah dan Rasul-Nya baginya. Semoga para ulama senantiasa istiqomah dalam mengawal kebangkitan umat dan berjuang demi terterapkannya syariat Allah dalam institusi negara Khilafah nan mulia. Allahu 'alam bish shawwab []