”Investasi dari Cina bisa dipastikan akan membahayakan negara ini, karena akan berakibat negatif di sektor ekonomi dan politik.”
Oleh. Nur Rahmawati, S.H.
(Tim Penulis Inti NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Negara maju selalu didukung dengan infrastruktur yang memadai. Merupakan hal yang wajar ketika harapan ini dimiliki semua negara, tak terkecuali Indonesia. Sayangnya, negara acap kali mengambil utang luar negeri (ULN) sebagai solusi pembangunan infrastrukturnya. Ketidakberdayaan negara mendanai berbagai pembangunan, berdampak diterimanya investasi dari negara lain.
Ketergantungan Indonesia
Tercatat, posisi ULN Indonesia pada akhir Oktober 2022, sebesar angka US$390,2 miliar. Sedangkan ULN swasta pada Oktober 2022, sebesar angka US$202,2 miliar (bi.go.id, 15/12/2022). Hal ini meresahkan rakyat, karena seringnya negara yang berutang mengakibatkan rakyat menjadi korban, seperti yang sudah-sudah, pemerintah menaikkan pajak dan bahan pokok, bahkan menghapus subsidi guna membayar utang negara.
Ketergantungan Indonesia akan utang membuka keran investasi besar-besaran bagi negara asing, dalam hal ini Cina. Terbaru, adanya pembangunan Jembatan Garuda di Kapuas oleh PT Kapuas Berkah Illahi bekerja sama dengan kontraktor Cina State Construction Overseas Development Shanghai. (cnnindonesia.com, 3/2/2023).
Hal tersebut tentu membahayakan Indonesia. Selain akan kehilangan harga diri dan kedaulatannya, Indonesia juga kehilangan kewibawaan di mata dunia. Penyebab utama ketergantungan Indonesia terhadap utang adalah defisit anggaran oleh pemerintah, artinya besar pasak daripada tiang. Pengeluaran lebih besar daripada pemasukan, yang berdampak utang makin membengkak dan akhirnya jalan investasi pun ditempuh.
Investasi dari Cina bisa dipastikan akan membahayakan negara ini, karena akan berakibat negatif di sektor ekonomi dan politik. Pun adanya fakta kelicikan Cina kepada negara lain ketika investasi mulai digelontorkan. Sebagaimana pernah terjadi pada Sri Lanka yang harus merelakan mayoritas sahamnya di sebuah proyek pelabuhan, sebab gagal melunasi utang kepada Cina. Munculnya spekulasi bahwa Cina sengaja melakukan pembebanan kredit yang berlebihan dengan dugaan mengeksploitasi ekonomi dari negara pengutang, hal ini disebut dengan istilah "diplomasi perangkap utang." (theconversation.com, 27/11/2020).
Implikasi Politik
Terlepas dari implikasi ekonomi, ketergantungan Indonesia dengan investasi dari Cina membawa efek negatif di bidang politik, seperti ketidaktegasan pemerintah dalam menindak kapal Cina yang makin agresif di Laut Cina Selatan. Terbukti banyak kapal Cina yang masuk ke laut Indonesia tanpa izin, penindakannya tidak tegas, karena pemerintah enggan kehilangan mitra dagang dan sumber investasi terbesar negara.
Pada saat yang sama, investasi Cina ke Indonesia berdampak ketergantungan. Sehingga menjadi bumerang yang berpotensi mencederai prinsip politik luar negeri bebas aktif yang menjunjung netralitas dalam menerapkan kebijakan luar negerinya. Pun akan berpotensi menodai reputasi Indonesia dalam politik global yang dianutnya.
Islam Adalah Solusi
Persoalan yang terjadi harus dicari solusinya. Sepanjang diberlakukannya sistem kapitalisme-demokrasi, negeri ini tak henti dilanda krisis dari aspek ekonomi, politik, hukum, sosial, budaya, bahkan pertahanan dan keamanannya terus bermasalah. Tak terkecuali utang negara yang terus menggunung tiada berkesudahan. Akhirnya, jalan yang ditempuh untuk memuluskan pembangunan infrastrukturnya diambil dari investasi negara asing. Dampaknya yang telah dibahas di atas, akan mempertaruhkan kedaulatan dan kemerdekaan negara ini.
Maka, Islam sebagai agama yang komprehensif punya solusi ampuh atas segala problematik kehidupan, baik individu, masyarakat, hingga negara. Bagaimana cara Islam membangun infrastruktur negaranya? Yaitu dengan jalan mengelola sendiri sumber daya alamnya, tidak menyerahkannya kepada pihak swasta. Selain itu, pembiayaan juga diambil dari baitulmal sebagai kas negara. Dari hasil pengelolaan inilah, hasilnya dapat digunakan untuk membangun infrastruktur bagi kepentingan dan kesejahteraan rakyat. Inilah prioritas utama negara Islam, memenuhi semua kebutuhan rakyatnya, mulai dari sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan, dan kebutuhan lainnya.
Sistem yang digunakan untuk mengelola negara adalah sistem ekonomi Islam. Sistem ini merupakan bagian dari totalitas sistem Islam yang didasarkan pada Al-Qur'an dan As-Sunah. Oleh karenanya, pengaturan urusan rakyat menggunakan paradigma dasar yaitu akidah dan hukum syariat niscaya dilakukan.
Dalam Islam, negara diperbolehkan berutang, dengan syarat:
Pertama, keadaan keuangan negara sedang defisit. Kondisi ini memperbolehkan negara untuk berutang, dengan syarat tidak ada riba di dalamnya dan tidak berutang pada negara kafir harbi fi`lan karena tiada hubungan yang terjalin dengan mereka kecuali hubungan perang.
Kedua, kurangnya uang kas negara, baik yang ada di baitulmal maupun hasil dari pengelolaan sumber daya alam yang belum cukup memenuhi kebutuhan negara dan rakyat, maka diperbolehkannya berutang.
Ketiga, utang negara diperuntukkan sepenuhnya untuk kebutuhan primer bukan kebutuhan sekunder, karena kebutuhan pokok ini tidak dapat ditunda, sehingga perlu pemenuhan segera.
Ketakutan Rasulullah saw. akan utang membawa keberkahan bagi seluruh penghuni negeri. Diceritakan Aisyah r.a., Rasulullah saw. berdoa dalam salat:
“Ya Allah aku berlindung kepadamu dari berbuat dosa dan terlilit utang. Lalu ada seseorang yang bertanya, ‘Mengapa Anda banyak meminta perlindungan dari utang, wahai Rasulullah?’ Beliau menjawab, ‘Sesungguhnya seseorang apabila sedang berutang ketika dia berbicara biasanya berdusta dan bila berjanji sering menyelisihinya.” (HR. Bukhari Muslim)
Demikianlah ketangguhan ekonomi negara Khilafah yang pengelolaan APBN negaranya tanpa pajak dan utang, disertai dengan penerapan sistem ekonomi Islam yang sandarannya pada perekonomian riil. Seyogianya, penguasa harus cerdas dalam mengambil solusi tuntas dalam permasalahan utang negara. Sehingga, negara asing tidak lagi memperdaya negara kita. Wallahu'alam bishawab.[]