Benarkah Cadangan Minyak RI Menipis?

Benarkah Cadangan Minyak RI Menipis?

”Sejatinya, asing dan swasta bebas mengeruk minyak bumi negeri ini bukan disebabkan kinerja mereka saja, melainkan karena kekuasaan dan kewenangan besar yang diberikan oleh negara.”

Oleh. Muthiah Al Fath
(Tim Penulis Inti NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Dilansir dari CNBC Indonesia, jika dalam waktu dekat ini belum menemukan cadangan minyak yang baru, maka Republik Indonesia (RI) diperkirakan akan kehabisan cadangan minyak dalam jangka waktu 10 tahun ke depan. Terkait hal ini, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arifin Tasrif menyatakan, pihaknya sedang berupaya untuk memompa peningkatan produksi minyak bumi Indonesia. Menurutnya lagi, sebenarnya RI memiliki 6-7 area baru yang berpotensi dapat dikembangkan untuk meningkatkan produksi migas nasional.

Menurut Praktisi Migas, Hadi Ismoyo menyatakan bahwa RI perlu melakukan eksplorasi lebih masif lagi dalam menemukan cadangan minyak yang potensial. Sebelumnya, memang telah ditemukan potensi minyak raksasa di wilayah Warim, Papua dan Seram, Maluku. Untuk itu, menurut Hadi, RI membutuhkan investor kelas kakap yang dapat menggarap potensi minyak di Warim dan Seram. Hal ini dikarenakan, kedua wilayah tersebut sulit untuk dijangkau, sehingga membutuhkan konstruksi mahal. (13/2/2023)

Menurut Shinta Damayanti selaku Sekretaris SKK Migas, bahwa kalimat “Cadangan minyak tinggal 10 tahun lagi” sudah sering ia dengar sejak zaman SMA, namun faktanya cadangan minyak tidak habis-habis hingga sekarang. Menurutnya, semua itu karena adanya eksplorasi pada pengeboran sumur. Oleh karena itu, pengeboran eksplorasi terus mengalami kenaikan, di mana tahun 2022 tercatat mencapai 30 sumur sedangkan tahun sebelumnya hanya terdapat 28 sumur, kemudian tahun ini ditargetkan sebesar 57 sumur (meningkat 90%). Pun investasi eksplorasi pada 2022 mencapai US$ 0,8 miliar meningkat 33% dibandingkan tahun lalu, dan tahun ini ditargetkan sebesar US$ 1,7 miliar (meningkat 112%). (14/2/2023)

Potensi Cadangan Minyak RI

Sebelumnya, Kementerian ESDM (energi dan sumber daya mineral) mencatat, sisa cadangan minyak Indonesia sebesar 3,95 miliar barel pada 2021. Namun, baru-baru ini telah ditemukan 2 wilayah yang memiliki potensi cadangan minyak yang luar biasa di wilayah timur Indonesia. Kementerian ESDM mencatat, potensi cadangan minyak di Blok Seram memiliki potensi sebesar 7,596 miliar barel minyak dan gas sebesar 13,69 TFC (triliun kaki kubik). Sementara area Warim memiliki potensi sebesar 25,968 miliar barel minyak dan gas bumi sebesar 47,37 TFC. Jika potensi minyak area Seram dan Warim tersebut dapat dikembangkan, maka dapat menjadi cadangan minyak nasional dalam jangka panjang.

Belum lagi cadangan minyak di wilayah lain, misalnya di Laut Natuna Utara. Menurut laporan Kementerian ESDM, cadangan potensial minyak bumi di sana sebesar 137,13 MMSTB (milion stock tank barrel), dengan jumlah cadangan harapan sebesar 88,90 MMSTB dan cadangan mungkin sebesar 88,90 MMSTB. (Kompas.com, 3/12/2021)

Namun, sampai detik ini, RI belum mampu mengelola secara mandiri atas kekayaan minyak bumi yang dimilik. Sangat disayangkan, negara dengan SDM dan SDA terbanyak dunia yang telah merdeka lebih dari 70 tahun, hingga kini belum juga mampu menggarap semua blok migas nasional melalui tangan Pertamina, hanya karena alasan kekurangan modal.

Berdasarkan data Wood Mackenzie, saat ini Indonesia hanya menguasai 10% dari total cadangan minyak perseroan, dan 90% dikuasai oleh perusahaan asing. Perusahaan asing, seperti Chevron, Total, ConocoPhilips, Shell, dan Petrochina mendominasi dalam pengelolaan minyak nasional, sedangkan sisanya dikelola perusahaan nasional, seperti PGN dan Medco Energi.

Ironi Ekspor-Impor RI

Faktanya, minyak yang dikelola perusahaan asing sebagian besar hasilnya dibawa ke negara asal mereka. Saat yang sama, konsumsi minyak dan gas di dalam negeri terus mengalami peningkatan dan tidak mampu dipenuhi dari hasil produksi perusahaan nasional. Belum lagi, Indonesia secara teknis belum mampu menghasilkan minyak siap pakai, misalnya dalam bentuk Pertalite, Pertamax, atau solar. Akibatnya, demi memenuhi kebutuhan migas nasional, RI harus rutin mengimpor dari luar negeri.

Pada 2021 lalu, RI telah mengimpor minyak mentah sebanyak 13.700 juta ton, dan untuk olahan minyak (BBM) sebanyak 42.126 juta ton. Berdasarkan data BPS (Badan Pusat Statistik), secara keseluruhan, pada Juli 2022, total impor RI naik 1,64% dari US$21 miliar menjadi US$21,3 miliar. Sedangkan, total ekspor mengalami penurunan 2,2% dari US$26,15 miliar menjadi US$25,57 miliar. (CNN Indonesia, 12/10/2022)

Dampak Dominasi Asing

Dampak lain dari diberikannya wewenang pada swasta maupun perusahaan asing dalam melakukan eksplorasi dan eksploitasi minyak bumi adalah menghilangkan peran negara dalam pengelolaan migas. Akibatnya, perusahaan asing dan swasta berhak menetapkan harga sesuai keinginan mereka. Sehingga, wajar jika harga BBM dan gas meningkat meskipun produksinya telah dilakukan besar-besaran. Sebab, 80% hasil produksi akan dijual keluar negeri oleh perusahaan asing tersebut. Alhasil, RI yang semula terkenal sebagai negara produsen minyak dunia dan merupakan anggota OPEC, justru telah menjadi negara pengimpor minyak, bahkan jumlahnya meningkat setiap tahun.

RI bukan lagi pemilik tunggal dari setiap produksi minyak nasional, dan rakyat harus membayar mahal atas minyak olahan tersebut. Hal ini dikarenakan, RI masih bergantung pada AS sebagai negara pengimpor. AS sebagai salah satu negara penghasil minyak dunia, juga termasuk negara adidaya kapitalisme yang menguasai kebijakan global. Ketika AS menurunkan stok minyak, maka dunia akan mengalami kelangkaan suplai, dan berimbas pada mahalnya harga minyak. Mahalnya harga minyak jelas akan menambah beban APBN, sehingga negara terpaksa menghapus subsidi BBM. Mencabut subsidi BBM tentu akan berdampak pada perekonomian, seperti penurunan daya beli, ancaman inflasi, dan akan merembet pada mahalnya biaya produksi barang.

Belum lagi, keserakahan kapitalis dalam mengelola SDA yang sering mengabaikan penjagaan lingkungan. Akibatnya, pembuangan limbah pabrik sering mencemari lingkungan hidup masyarakat pribumi dalam jangka panjang.

Secara ekonomi, dominasi swasta dan asing menyebabkan hasil kekayaan alam nasional tidak terdistribusi secara adil kepada seluruh rakyat. Di sisi lain, rakyat hanya dijadikan alat legitimasi oleh nafsu serakah oligarki. Kemudian hal ini akan berimbas pada keadilan politik, hukum, dan sosial. Sebab oligarki akan menjadikan hukum lebih tumpul terhadap mereka dengan melepaskan diri dari berbagai kebijakan pajak.

Buah Penerapan Sistem Ekonomi Kapitalisme

Saat ini penjajahan gaya baru oleh negara adidaya tidak dengan mengarahkan senjatanya kepada Indonesia, namun dengan menancapkan hegemoninya melalui sistem, aturan, dan UU yang mereka wariskan. Semua itu dapat dilihat melalui sistem dan undang-undang yang lebih memihak pada kepentingan para konglomerat asing, misalnya UU Migas, UU Minerba, RUU Omnibus Law dan lain-lain. Undang-undang tersebut sarat akan kepentingan kapitalis asing dengan memberikan karpet merah kepada para korporasi untuk merampok kekayaan negeri ini.

Dampak dari penjajahan ekonomi tersebut menyebabkan ancaman krisis dan kesenjangan sosial yang begitu tajam. Alhasil, negeri yang kaya akan SDA seperti minyak bumi, nikel, emas, dan kekayaan alam yang diperoleh dari laut maupun hutan tidak mampu untuk menyejahterakan rakyatnya. Seorang ekonom, Faisal Basri menyebut, 10% orang terkaya di Indonesia menguasai 75,3% kekayaan nasional. Bahkan, 1 orang terkaya di Indonesia menguasai 44% kekayaan nasional.

Jika ditelusuri maka akan ditemukan akar masalahnya, yakni amburadulnya kebijakan pengelolaan SDA. Ujung-ujungnya, semua disebabkan oleh penerapan UU yang membuat pengelolaan SDA berbasis liberal. Sejatinya, asing dan swasta bebas mengeruk minyak bumi negeri ini bukan disebabkan kinerja mereka saja, melainkan karena kekuasaan dan kewenangan besar yang diberikan oleh negara.

Pengelolaan Migas dalam Islam

Sistem ekonomi kapitalisme dengan konsep kebebasan kepemilikan telah mengakibatkan terjadinya monopoli terhadap SDA yang seharusnya milik rakyat, sehingga terjadi kesenjangan yang luar biasa. Akibatnya, jumlah produksi minyak berbanding terbalik dengan kesejahteraan rakyat. Sebaliknya, dalam pemerintahan Islam, sistem kepemilikan akan dijalankan sesuai dengan hukum Allah Swt. yang telah menciptakan bumi dan seluruh isinya. Rasulullah saw. bersabda, "Kaum muslim berserikat (memiliki hak yang sama) dalam 3 hal, yaitu air, rumput dan api.” (HR. Ibnu Majah)

Berdasarkan hadis di atas, syariat Islam telah menetapkan bahwa harta kepemilikan umum wajib dikelola oleh negara sebagai institusi yang berwenang mengelola dan mengurus rakyatnya. Oleh karena itu, haram hukumnya menyerahkan harta kepemilikan umum kepada swasta dan asing seperti dalam sistem kapitalisme. Dengan dikelola secara mandiri, maka hasil produksinya 100% tidak dapat diintervensi oleh pihak ketiga, dan rakyat akan mendapatkan haknya secara adil dan merata. Dengan segenap kewenangannya, negara juga dapat mendistribusikan hasil produksi SDA dengan sebaik-baiknya kepada seluruh rakyat. Jika hasil produksi telah memenuhi kebutuhan konsumsi nasional, maka negara boleh mengekspornya dan keuntungan untuk mengisi baitulmal. Hasil produksi juga bisa dialihkan untuk kemaslahatan rakyat dalam bentuk lain, seperti layanan keamanan, pendidikan, kesehatan, jalan raya, dan lain sebagainya.

Kesejahteraan dan kemakmuran rakyat menjadi salah satu fokus periayahan negara. Sejarah telah menorehkan tinta emas, selama 1300 tahun, penerapan sistem pemerintahan Islam hanya sedikit terjadi tindak kriminalitas akibat permasalahan dan kesenjangan ekonomi. Khilafah akan mengelola sumber daya alam secara adil dengan menggunakan hukum-hukum Islam. Selain itu, pelaksanaan politik dalam negeri dan politik luar negeri mengharuskan Khilafah menjadi negara yang kuat dan berdaulat dari sisi militer sehingga mampu mencegah upaya negara-negara imperialis untuk menguasai SDA yang terdapat di dalam wilayahnya.

Oleh karena itu, Islam sebenarnya menawarkan solusi realistis untuk mengubah haluan politik ekonomi negara menjadi berdaulat. Karena aturannya berasal dari wahyu Allah Yang Maha Tahu yang terbaik bagi manusia dan bumi ini. Penerapan sistemnya bertujuan agar manusia terlepas dari segala bentuk penjajahan, sehingga seluruh umat akan merasakan kebahagiaan hakiki dalam hidupnya. Setiap penerapannya akan membawa rida Allah dan membawa keberkahan, bukan semata-semata karena ada sisi manfaat yang diperoleh. Wallahu a’lam bishawwab.[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Tim Penulis Inti NarasiPost.Com
Muthiah Al Fath Salah satu Penulis Tim Inti NarasiPost.Com. Pemenang Challenge NP dengan reward Laptop 256 GB, penulis solo Meraki Literasi dan puluhan buku antologi NarasiPost.Com
Previous
Nikah Beda Agama: Institusi Keluarga Sasaran Empuk Sekuler-Kapitalisme
Next
PBB Alat Invasi Hegemoni di Palestina
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

1 Comment
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram