“Ya, kebahagiaan ala sistem sekuler kapitalis inilah Kawan, yang ternyata biang kerok dari kerusakan manusia dalam menentukan standar kebahagiaannya. Sistem ini mampu menghidangkan racun dalam bentuk kesenangan yang dibalut kebahagiaan.”
Oleh. Nur Rahmawati, S.H.
(Tim Penulis Inti NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Wow! Bali disebut-sebut sebagai destinasi yang paling membahagiakan di dunia lho, Kawan. Jika kita amati, Bali dengan pengunjung yang rata-rata ingin mencari kesenangan dan tempat liburan bebas, memang cocok sekali dengan posisi teratas dunia sebagai tempat terfavorit dan bikin happy.
Melansir laman berita liputan6.com (27/1/2023), Bali menempati posisi teratas dengan skor 73,7 dari pengukuran skala penilaian 0-100, sebagai destinasi wisata paling membahagiakan di dunia. Predikat ini berdasarkan sembilan indikator penilaian dan survei yang dilakukan oleh Club Med, operator pariwisata asal Prancis.
Standar Kebahagiaan ala Sekuler Kapitalis
Kawan, yuk cari tahu apa saja sembilan indikator penilaiannya, sehingga Bali ditempatkan sebagai destinasi wisata nomor satu paling membahagiakan. Jika diperhatikan, ternyata sembilan indikatornya adalah keamanan, kejahatan, polusi, aktivitas luar ruangan, spa dan pusat kesehatan, perjalanan sehari, kebahagiaan, harga bir domestik, dan ramah LGBTQ.
Menyoroti sembilan indikator penilaian di atas, kira-kira ada yang ganjil enggak nih? Betul banget Kawan! Legalnya bir dan ramah LGBTQ. Kalau dilihat dari indikator di atas, berarti Bali menjadi yang terbaik dunia. Seram juga ya! Bagaimana bisa di negara yang mayoritas muslim melegalkan sesuatu yang haram seperti dua indikator di atas?
Memang tidak berlebihan jika standar penilaian kebahagiaan saat ini, yakni di iklim sekularisme yang memisahkan agama dari kehidupan adalah berdasarkan pada nafsu. Sehingga, menempatkan kepuasan jasmani dan materi tanpa melihat halal haram lagi. Pun, sistem kapitalisme ini akan menambah kekuatan para pengusaha atau elite kapital untuk terus memanfaatkan apa saja sebagai barang dagangan, termasuk menjual bir dan ramah LGBTQ.
Bukankah kita tahu bahwa bir bisa merusak pikiran? Apalagi, LGBTQ akan meracuni generasi sehingga rusak mental dan jasmani mereka. Tetapi, mengapa negara melegalkan? Pertanyaan-pertanyaan ini memiliki satu jawaban, yaitu karena sistem yang diterapkan negeri inilah akar permasalahannya. Sistem ini bernama sekuler kapitalisme. Sistem yang mencederai akal sehat manusia. Sistem yang mampu meracik kombinasi nafsu, pikiran, dan materi menjadi hidangan manis, sehingga menghipnotis siapa saja yang lemah iman.
Ya, kebahagiaan ala sistem sekuler kapitalis inilah Kawan, yang ternyata biang kerok dari kerusakan manusia dalam menentukan standar kebahagiaannya. Sistem ini mampu menghidangkan racun dalam bentuk kesenangan yang dibalut kebahagiaan. Bahkan, mengaborsi standar kebahagiaan manusia hanya berdasarkan pada kenikmatan jasmani dan kepuasan materi. Ini enggak benar ya, Kawan! Lantas, apa yang harus kita lakukan untuk melawan ini semua? Tentunya berpegang teguh pada agama Islam yang sempurna.
Destinasi Pariwisata dalam Islam
Islam adalah agama sekaligus pandangan hidup, lho! Semestinya, kita bangga telah memilih Islam sebagai agama yang sempurna. Sebab, Islam memiliki aturan dalam menyelesaikan segala permasalahan umat, termasuk destinasi pariwisata yang standarnya adalah halal dan haram. Islam sangat menjaga akidah umatnya, termasuk dalam bidang pariwisata. Adapun cara Islam dalam menjaga akidah umat, di antaranya;
Pertama, diharamkannya aktivitas di tempat wisata yang bertentangan dengan syariat Islam seperti menjual bir, apalagi meminumnya. Kemudian, aktivitas penyimpangan seperti kaum LGBTQ yang telah nyata merusak mental dan jasmani, bahkan menjadi suatu kutukan keras bagi manusia sebagaimana kaum Luth. Sebagaimana firman Allah Swt.,
وَلُوْطًا اِذْ قَالَ لِقَوْمِهٖٓ اَتَأْتُوْنَ الْفَاحِشَةَ وَاَنْتُمْ تُبْصِرُوْنَ ٥٤ اَىِٕنَّكُمْ لَتَأْتُوْنَ الرِّجَالَ شَهْوَةً مِّنْ دُوْنِ النِّسَاۤءِ ۗبَلْ اَنْتُمْ قَوْمٌ تَجْهَلُوْنَ ٥٥
Artinya :”Dan (ingatlah kisah) Luth, ketika dia berkata kepada kaumnya, ‘Mengapa kamu mengerjakan perbuatan fahisyah (keji), padahal kamu melihatnya (kekejian perbuatan maksiat itu)? Mengapa kamu mendatangi laki-laki untuk (memenuhi) syahwat(mu), bukan (mendatangi) perempuan? Sungguh, kamu adalah kaum yang tidak mengetahui (akibat perbuatanmu)’.” (QS. An-Naml: 54-55)
Kedua, Islam melarang mendatangi destinasi wisata yang dijadikan tempat ibadah dan perayaan hari besar agama lain. Misalnya, Candi Borobudur yang merupakan salah satu tempat ibadah orang-orang Budha. Allah Swt. berfirman dalam surah Al-Furqan ayat 72:
وَالَّذِينَ لَا يَشْهَدُونَ الزُّورَ وَإِذَا مَرُّوا بِاللَّغْوِ مَرُّوا كِرَامًا
Artinya : “Dan orang-orang yang tidak menghadiri az zuur, dan apabila mereka bertemu dengan (orang-orang) yang mengerjakan perbuatan-perbuatan yang tidak berfaedah, mereka lalui (saja) dengan menjaga kehormatan dirinya.” (QS. Al-Furqan: 72)
Ketiga, dalam Islam, standar destinasi pariwisata tidak hanya sebagai tempat hiburan semata, tetapi juga sebagai ajang bertafakur guna menambah keimanan kepada Allah Swt.. Dengan begini, akidah umat aman terkendali dan kecerdasan spiritualnya pun akan meningkat pesat.
Nah, bagaimana Kawan? Islam luar biasa bukan! Maka, jangan lagi kita terlena dengan kesenangan semu yang ditawarkan oleh sistem rusak sekularisme lewat destinasi wisata yang nyata merusak umat, terutama remaja. Mari, kita ambil sistem Islam sebagai solusi dalam mengatur kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Agar jaminan kebahagiaan yang sesungguhnya dapat kita raih tidak hanya di dunia, tapi juga di akhirat. Wallahu'alam bishawab[]