Ancaman Pembunuhan Berantai Kian Menjadi, di Mana Peran Negara?

Ancaman Pembunuhan Berantai Kian Menjadi, di Mana Peran Negara?

”Sistem kapitalis yang berlaku saat ini tidak mampu mencegah terjadinya pembunuhan sadis. Dalam kehidupan modern yang serba materialistis, hedonis, dan bebas, menjadikan manusia tak segan menghilangkan nyawa sesama demi memuaskan syahwat dunia.”

Oleh. Irawati Tri Kurnia
(Kontributor NarasiPost.Com dan Pemerhati Sosial-Politik)

NarasiPost.Com-Mengerikan. Sembilan orang tercatat menjadi korban kekejian dua Serial Killer, Wowon (60) dan Solihin (70) di Cianjur dan Bekasi, Jawa Barat (detik.com, 20/1/ 2023). Sebagian besar korban ternyata merupakan keluarga dari pelaku, mulai dari istri, anak, hingga mertua (news.detik.com, 17/1/2023). Polisi masih mendalami motif para tersangka. Terungkap ada motif ekonomi (news.detik.com, 21/1/ 2023). Para tersangka ini menghimpun dana dari sejumlah tenaga kerja wanita (TKW). (news.detik.com, 20/1/2023)

Pembunuhan berantai ini terungkap setelah satu keluarga ditemukan tergeletak lemas di rumah kontrakan daerah Ciketing Udik, Bantargebang, Kota Bekasi. Mereka diracun karena mengetahui penipuan dan pembunuhan yang sebelumnya dilakukan Wowon bersama adiknya M Dede Solehudin, dan rekannya Solihin alias Duloh di Cianjur dan Garut. Dalam kasus di Cianjur, pelaku menipu para korban dengan modus mengaku memiliki kemampuan supranatural untuk memberikan kesuksesan dan kekayaan.

Kasus kriminal berupa pembunuhan akhir-akhir ini seolah menjadi berita yang biasa. Hukuman yang berlaku jauh dari memberikan efek jera bagi pelaku kriminal. Jangankan jera, para pelaku malah berani melakukan kejahatan serupa, bahkan sampai pada kasus Serial Killer. Sekalipun hukum tegak, pelaku masih tidak jera untuk melakukannya kembali. Asas yang berlaku hari ini hanya mengatasnamakan hak asasi manusia, sehingga dinilai banyak menghilangkan hak keluarga korban pembunuhan.

Nyawa begitu mudah melayang di dalam sistem kapitalisme. Banyak pula yang diawali dengan perdukunan. Sistem sekuler kapitalisme yang menihilkan agama sebagai standar hidup dan mendewakan materi telah nyata membuat akidah lemah. Dampaknya masyarakat mudah percaya dengan hal-hal yang tidak masuk akal. Ditambah, beban ekonomi yang menambah pemicu faktor pembunuhan. Belum lagi, maraknya tontonan dan media yang memberikan contoh taktik pembunuhan dengan mudah bisa didapat.

Sistem kapitalis yang berlaku saat ini tidak mampu mencegah terjadinya pembunuhan sadis. Dalam kehidupan modern yang serba materialistis, hedonis, dan bebas, menjadikan manusia tak segan menghilangkan nyawa sesama demi memuaskan syahwat dunia. Apalagi, penyebab pembunuhan kini makin beragam, bisa karena balas dendam, utang, perampokan, hingga pembunuhan disertai pemerkosaan, bahkan bisa dipicu masalah sepele hingga tanpa alasan.

Caranya pun makin bervariasi dan berimprovisasi dengan mutilasi. Pelakunya tak hanya masyarakat biasa, pelaku kriminal, sampai sekelas jenderal ikut terlibat kasus pembunuhan. Hukum saat ini pun lemah dalam menekan angka pembunuhan. Karena bersumber dari akal manusia yang lemah dan terbatas. Sehingga, tidak mampu memberikan sanksi yang pasti akan menimbulkan efek jera pada pelaku.

Berbeda dengan Islam yang perannya dalam kehidupan tidak sebatas agama ritual (akidah ruhiyah), tapi juga sebagai agama politis (akidah siyasiyah). Di mana makna politis dalam Islam adalah bagaimana mengurus urusan umat dalam segala aspek kehidupan dengan syariat Islam. Karena Islam berasal dari Allah Swt., Sang Pencipta Manusia. Sehingga wajar syariat-Nya akan mampu menyelesaikan problem hidup manusia, karena berasal dari Sang Pencipta Yang Maha Tahu hakikat manusia.

Syariat-Nya akan tegak dengan sempurna jika diterapkan secara menyeluruh. Karena ibarat penyangga tiang bangunan, setiap syariat akan bergantung pada kemampuan menyangga syariat lainnya. Sehingga, Islam sebagai bangunan akan kokoh berdiri. Alhasil, Islam harus diterapkan secara kaffah (menyeluruh). Dan satu-satunya institusi negara yang mampu menerapkannya secara kaffah adalah Khilafah. Tidak heran, Khilafah disebut sebagai “taajul furud” (mahkota kewajiban). Sebab tanpa kehadiran Khilafah, syariat hanya sebatas wacana. Khilafah akan memastikan penerapannya sebagai undang-undang di tengah kehidupan manusia.

Khilafah akan memperkuat akidah masyarakat dengan menerapkan kurikulum pendidikan berasas akidah Islam, baik formal maupun nonformal. Sehingga, semua bangku pendidikan mulai playgroup sampai bangku kuliah akan diselenggarakan berdasar akidah Islam. Semua media baik cetak, televisi, radio, dan media sosial, akan masif menyuarakan pendidikan islami. Agar di tengah masyarakat tercipta sosok-sosok berkepribadian Islam yang tangguh, di mana pola pikir dan pola sikapnya islami. Sehingga, masyarakat tidak akan mudah gelap mata melakukan tindak pembunuhan demi melampiaskan hawa nafsunya, karena ada kontrol iman dalam diri mereka.

Dengan adanya pendidikan islami, terciptalah masyarakat islami yang akan melakukan kontrol sosial secara masif untuk mendakwahkan Islam dan saling menasihati tentang Islam. Sehingga, individu di tengah masyarakat islami akan terjaga untuk tidak mudah melakukan kemaksiatan dan tindak pembunuhan jika ada masalah. Karena, ada bimbingan dan kepedulian dari masyarakat.

Jika ada yang sampai melakukan pembunuhan, walau sudah ada upaya penguatan iman pada individu dan masyarakat oleh Khilafah, Islam mempunyai mekanisme hukum yang lengkap dan pasti memberi efek jera, yaitu sistem hukum pidana (sistem sanksi/ nizham uqubat ) Islam. Ini disyariatkan untuk mencegah manusia dari tindak kejahatan serupa. Sanksi hukum dalam Islam berfungsi sebagai zawajir (pencegah) dan jawabir (penebus dosa).

Walaupun syariat telah sempurna dan jika diterapkan akan mampu menjaga manusia, tapi tidak menutup kemungkinan manusia akan tetap berbuat salah. Wajar, karena manusia tempat salah dan khilaf. Ini bukan berarti ada kecacatan dalam Islam, melainkan manusia sebagai yang berkewajiban melaksanakan syariat memang bukanlah malaikat yang tidak pernah berbuat dosa. Sehingga, kehadiran syariat akan mampu menekan seminim mungkin tindak pembunuhan, bukan menghilangkannya sama sekali. Berbeda dengan sistem hukum saat ini yang tidak berefek dalam menekan tindak pembunuhan. Karena sumbernya adalah akal manusia yang terbatas, sehingga produk hukumnya pun mandul ketika diterapkan.

Dalam kitab Nizham Uqubat (Sistem Sanksi dalam Islam) karangan Abdurrahman Al-Maliki, uqubat (sanksi) dalam Islam ada empat macam, yaitu hudud, jinayah, takzir, dan mukhalafat. Sedangkan pembunuhan disengaja termasuk jinayah, yaitu pelanggaran terhadap badan yang di dalamnya mewajibkan qishash atau harta (diat). Qishash -nya pembunuhan disengaja adalah dengan hukuman mati (hukum bunuh), atau pihak wali meminta tebusan, atau memaafkan. Sesuai firman Allah:
“Dan barang siapa dibunuh secara zalim, maka sesungguhnya Kami telah memberi kekuasaan kepada ahli warisnya, tetapi janganlah ahli waris itu melampaui batas dalam membunuh.” (QS. Al-Isra [17] : 33)

Imam Bukhari meriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah saw. bersabda,
“Barang siapa yang terbunuh, maka walinya memiliki dua hak, bisa meminta tebusan (diat), atau membunuh si pelaku.”

Eksekusi pada pelaku pembunuhan boleh dilakukan dengan alat apa pun yang mempermudah proses eksekusi. Di negara kita, eksekusi hukuman mati dengan ditembak pun diperbolehkan karena mempermudah kematian. Nabi saw. bersabda,
“Jika kalian mengeksekusi, maka mudahkanlah cara pembunuhannya. Dan jika kalian menyembelih, maka mudahkanlah penyembelihannya.”

Jika ahli waris meminta diat (ganti rugi) dalam kasus seperti di atas yaitu pembunuhan disengaja, maka diatnya 100 ekor unta di mana 1 ekor unta saat ini harganya Rp25 juta. Sehingga jika dikurskan dengan uang nilainya sebesar Rp2,5 miliar. Sungguh jumlah yang besar dan bisa langsung membangkrutkan si pelaku.

Inilah solusi Islam untuk mengatasi tindak pembunuhan. Beratnya hukuman dan besarnya diat, akan mampu mencegah orang untuk membunuh. Ditambah penjagaan Khilafah dengan penguatan akidah, menjadikan masyarakat tak tebersit dalam benaknya untuk membunuh, karena itu dosa besar dan berat hisabnya di akhirat kelak. Hanya dalam Islam nyawa seorang manusia akan dinilai sebagai sesuatu yang berharga, bahkan lebih penting dibandingkan seluruh dunia dan isinya. Dan hanya Khilafah yang mampu mewujudkan tegaknya syariat kaffah pencegah pembunuhan, sehingga tercipta peradaban yang gemilang seperti telah terbukti di masa jayanya selama 13 abad lamanya.
Wallahu a’lam bish-shawwab[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Kontributor NarasiPost.Com Dan Pegiat Pena Banua
Irawati Tri Kurnia Kontributor NarasiPost.Com
Previous
Adakah Secercah Harapan di Tengah Resesi?
Next
Membaca Isu Politik di Pakistan
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram