“Tampak moderasi telah masuk hingga ke urat nadi Arab Saudi secara sistematis dengan hadirnya beragam hiburan ala Barat. Jelas hal ini menjadi pertanda suksesnya Barat menginjeksi pemikiran sekuler di benak kaum muslim.”
Oleh. Muthiah Al Fath
(Tim Penulis Inti NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Sejak Putra Mahkota Mohammed bin Salman menjadi pemimpin de facto Arab Saudi, banyak gebrakan kontroversi yang dilakukan, baik dari sisi budaya, sosial, hingga ekonomi. Negeri Arab yang dikenal sebagai tempat lahirnya agama Islam dan menjadi barometer umat muslim dunia, kini telah menanggalkan syariatnya satu demi satu.
Pangeran Mohammed bin Salman ingin membuat Riyadh tidak lagi bergantung pada minyak di tahun 2030. Sebagai gantinya, Saudi menggarap beberapa proyek besar yang memakan biaya fantastis untuk menarik para wisatawan mancanegara dan investor. Bahkan, demi mewujudkan ambisinya tersebut, Arab Saudi akan membuka pintu bagi wisatawan Yahudi untuk mengunjungi Pulau Tiran dan Sanafir dengan menyediakan fasilitas hotel dan kasino.
Padahal sebelumnya, Saudi secara tegas melarang masuknya warga Israel ke wilayahnya, sebagai bentuk sikap tegas atas dukungannya terhadap muslim Palestina. Namun, semua tampak berubah sejak Perdana Menteri Israel, Benyamin Netanyahu mengadakan pertemuan dengan Putra Mahkota pada tahun 2020 lalu. Meskipun belum memiliki hubungan diplomatik dengan Israel, namun kebijakan Arab Saudi yang mengizinkan wisatawan Yahudi tersebut jelas menimbulkan kecurigaan. (CNBC Indonesia, 29/1/2023)
Arab Saudi dalam Pusaran Liberalisme
Sangat disayangkan, hanya demi keuntungan dunia, aneka proyek yang melanggar syariat Islam kini menjadi visi pemerintah Arab Saudi. Seperti pada tahun 2021, Arab Saudi telah membuka pantai bikini Pure Beach yang lokasinya sekitar 125 km dari Kota Internasional Jeddah. Pantai bikini tersebut dibuka untuk wisatawan asing maupun lokal dengan membayar 300 riyal Arab Saudi (Rp1,1 juta). Saat berada di Pure Beach, wisatawan tidak lagi memperhatikan batasan aurat, ikhtilat, dan abai akan rambu-rambu syariat lainnya.
Kemudian, Pengamat Politik Islam menilai, pengadaan proyek hotel dan kasino di Pulau Tiran dan Sanafir yang dapat dikunjungi wisatawan Yahudi menjadi bukti adanya keinginan pemerintah Arab Saudi untuk meningkatkan hubungan baik dengan Israel. Bahkan, bisa jadi kedua negara tersebut telah mengadakan hubungan diplomatik secara rahasia. Pasalnya, Pulau Tiran dan Sanafir merupakan lokasi strategis karena menjadi pintu masuk dari Laut Merah menuju Eliat, pusat ekonomi dan perdagangan Israel.
Reformasi besar-besaran terjadi bukan tanpa sebab, langkah tersebut memang telah dicanangkan sebagai “visioner 2030” dengan tujuan diversifikasi ekonomi Saudi sebagai tanggapan atas harga minyak dunia yang merosot. Akibatnya, sektor hiburan dan pariwisata dipilih sebagai alternatif penunjang ekonomi. Pengembangan industri hiburan dalam negeri dan pariwisata dinilai pemerintah Saudi berpotensi mendatangkan jutaan pengunjung domestik dan internasional, sehingga akan menambah pendapatan negaranya.
Aroma sekularisme dan liberalisme dapat dilihat melalui kebijakan pemerintah Saudi saat memberikan izin perayaan Halloween, festival musik, pakaian bikini, perayaan Natal secara terbuka di Riyadh, dan banyaknya ulama kritis yang dipenjara. Semua ini membuktikan bahwa pengaruh budaya Barat kian masuk dan telah merusak tatanan budaya Islam sedikit demi sedikit. Tampak moderasi telah masuk hingga ke urat nadi Arab Saudi secara sistematis dengan hadirnya beragam hiburan ala Barat. Jelas hal ini menjadi pertanda suksesnya Barat menginjeksi pemikiran sekuler di benak kaum muslim.
Makin Jauh dari Visi Islam
Lemahnya pemikiran politik yang menjangkiti penguasa di negeri-negeri muslim saat ini tak kecuali Arab Saudi, membuat mereka tidak menyadari potensi SDA dan hebatnya ideologi Islam yang dimiliki. Akibat pemikiran sekuler yang telah mendarah daging membuat mereka bangga mengadopsi sistem kapitalisme. Alhasil, hukum halal haram diabaikan demi meraih keuntungan sebesar-besarnya. Keuntungan materi menjadi satu-satunya tujuan, meskipun pada akhirnya harus mengadakan kerja sama diplomatik bersama kafir harbi fi’lan dan melakukan pengkhianatan terhadap syariat.
Di balik gemerlapnya proyek-proyek mercusuar Arab Saudi, ada hubungan internasional dan investor asing dalam pembiayaannya. Intinya, akan melegalkan swastanisasi dan mengurangi peran negara. Jelas hal ini bertentangan dengan syariat Islam, di mana negara seharusnya berperan penting dalam mengelola aset negara.
Dari politik luar negeri, Saudi lebih berorientasi kepada kepentingan nasional dan tidak sejalan dengan politik luar negeri Islam, misalnya jihad dan dakwah. Bahkan, keamanan negaranya didukung negara kafir harbi, yakni Inggris dan Amerika. Misal, untuk menjaga keamanan negaranya dari serangan musuh, Arab Saudi mengimpor senjata dari Amerika mencapai Rp625 triliun selama 2 tahun terakhir (2021-2022). Sangat disayangkan, semua kebijakan yang dilakukan makin jauh dari visi Islam dan hanya mengandalkan ambisi akal untuk mencapai kemaslahatan.
Tentu saja, hal ini akan memandulkan kritik otoritas Arab atas seluruh kebijakan kafir Barat dan melemahkan visi politik ekonomi berbasis syariat di negaranya. Jika terus dibiarkan maka dapat dipastikan, Arab Saudi akan mengalami kekalahan telak dalam perang pemikiran melawan Barat. Tidak hanya ketangguhan ekonomi negaranya yang menjadi taruhan, namun juga mengancam akidah umat Islam di sana.
Pentingnya Daulah Islam
Dengan tegaknya Khilafah maka segala bentuk aturan yang telah Allah Swt. tetapkan dapat diterapkan dalam segala aspek kehidupan. Seorang pemimpin, yakni khalifah tidak hanya bertanggung jawab dalam urusan dunia, namun berperan menjaga akidah masyarakatnya. Sehingga, pengadaan proyek kasino, pantai bikini, dan aneka proyek yang diharamkan oleh syariat Islam mustahil ada di dalam Daulah. Selain itu, wilayah umat Islam menjadi satu kesatuan dan tidak tersekat-sekat oleh batas daerah, sebagaimana saat ini.
Adapun wilayah strategis yang menjadi pintu masuk jalur perdagangan dan sentral ekonomi, akan tetap diawasi negara agar tidak menjadi celah masuknya pemikiran-pemikiran kufur yang bertentangan dengan syariat Islam. Pengadaan proyek dilakukan dengan prinsip ri’ayah (pelayanan), sehingga khalifah akan tetap menegaskan penjagaan terhadap rukun Islam dan aturan lainnya secara sempurna. Khalifah juga akan membangun berbagai sarana dan prasarana untuk kelancaran, ketertiban, keamanan, serta kenyamanan masyarakat dan wisatawan. Pengadaan proyek dilakukan untuk menyebarkan syiar Islam dan tidak semata-semata dilakukan untuk meraih keuntungan dunia, seperti halnya prinsip kapitalisme.
Bagi kafir harbi mu’amman maupun mu’ahad yang ingin memasuki wilayah Daulah harus menunjukkan kartu identitas dan wajib memiliki visa. Namun, tentu saja wisatawan kafir tetap mendapat pengawasan ketat dari negara. Untuk ini, Khilafah mempunyai Departemen Keamanan Dalam Negeri (Dairah al-‘Amn ad-Dakhili) yang akan menjalankan tugas dan fungsi intelijen. Departemen Keamanan Dalam Negeri akan mengawasi kafir musta’min dan hukman yang masuk dalam wilayah Daulah dengan alasan yang tidak melanggar aturan syariat. Misalnya, kafir yang menggunakan visa belajar Islam, atau karena negaranya terikat perjanjian damai dengan Khilafah, seperti duta, dan perdagangan asing, maka selama berada di dalam Daulah mereka tetap diawasi.
Dalam pemerintahan Islam, meskipun kafir, selama mereka tidak mengganggu keamanan masyarakat dan patuh terhadap aturan Khilafah, mereka tetap akan mendapatkan hak untuk dilindungi. Berbeda jika kafir harbi yang terbukti secara nyata memerangi umat muslim, maka tidak boleh adanya perjanjian izin apa pun karena asas interaksinya adalah perang. Perjanjian hanya boleh dilakukan jika setelah adanya perjanjian perdamaian.
Cara Menutup Arus Liberalisasi
Banyak umat Islam yang tidak menyadari bahwa seluruh pokok permasalahan, baik politik, sosial, maupun ekonomi yang sedang menimpa negeri-negeri muslim saat ini tak terkecuali Arab, sejatinya bersumber dari tidak diterapkannya syariat Islam secara kaffah. Kemudian diperparah dengan kurangnya kesadaran umat akan bahaya dari penerapan ideologi kapitalisme yang didesain kafir penjajah dengan visi imperialismenya. Untuk itu, perlu adanya upaya konkret yang mampu menutup pintu liberalisasi di negeri-negeri muslim. Adapun cara-cara yang dapat ditempuh, antara lain:
Pertama, memutus hubungan kerja sama dengan negara kafir harbi fi’lan (seperti AS dan Yahudi). Realitasnya, hampir semua negeri muslim yang menjalin kerja sama dengan negara kafir justru akan mengalami kerugian. Misalnya, melalui utang luar negeri berbasis ribawi dan investasi asing, sering kali membuat negara penerima bantuan terpaksa harus tunduk terhadap segala kebijakan yang diterapkan negara pemberi utang. Hal ini akan memperkuat kedudukan negara kafir untuk mengembuskan ide sekuler ke dalam negara muslim.
Tak jarang, berawal dari kerja sama tersebut, aset-aset penting dan SDA milik umat muslim berhasil dikuasai oleh kafir penjajah. Oleh karena itu, Allah Swt. telah memperingatkan kita dalam surah Ali Imran ayat 118, “Hai orang-orang beriman! Janganlah kamu menjadikan teman kepercayaanmu orang-orang yang di luar kalanganmu (seagamamu), karena mereka tidak henti-hentinya menyusahkan kamu. Mereka mengharapkan kehancuranmu…”
Kedua, mengelola SDA secara mandiri. Negeri-negeri muslim termasuk Arab Saudi telah dikaruniai potensi SDA oleh Allah Swt.. Sebenarnya, tanpa harus bergantung dan bekerja sama kepada negara kafir, negeri muslim mampu untuk menyejahterakan rakyatnya. Tentu saja, jika negara mengoptimalkan pengelolaan SDA dengan menerapkan sistem ekonomi Islam.
Ketiga, melakukan dakwah secara sistematis. Untuk mewujudkan kembali kehidupan Islam yang pernah jaya selama 13 abad tentu tidak mudah. Meskipun sistem kapitalisme secara internal substansial memiliki solusi yang sangat rapuh, namun ideologinya masif dipromosikan secara sistematis di berbagai media mainstream dan mendapat dukungan oleh para penguasa muslim. Karenanya, untuk mengubur sistem kufur ini dan menggantinya dengan sistem Islam butuh perjuangan yang sistematis pula. Membangun pemahaman dan kesadaran politik umat menjadi hal yang harus diperjuangkan. Sebab, kejahatan yang tersistematis dapat mengalahkan kebaikan yang tidak tersistematis. Sehingga, kegiatan dakwah juga harus terkontrol dan tersistematis dengan baik.
Khatimah
Berbagai kebijakan dan langkah-langkah pemerintah Arab Saudi yang makin jauh dari visi Islam, cepat atau lambat akan membawa dampak negatif bagi umat Islam. Pembangunan kasino dan memberi izin wisatawan Yahudi merupakan bukti nyata negeri Arab dalam pusaran arus liberalisasi. Oleh karena itu, peluang untuk melawan propaganda Barat dan arus liberalisasi adalah dengan dakwah yang berkarakter intelektual dan politis, dengan meneladani metode Rasulullah saw. dan para sahabat. Jika lawannya negara, maka perang pemikiran tersebut hanya bisa dikalahkan dengan negara juga. Sehingga, menegakkan negara Islam, yakni Khilafah Islamiah menjadi kebutuhan mendesak dan solusi jitu untuk mengakhiri arus liberalisasi yang dapat membahayakan akidah umat. Wallahu a’lam bishawwab[]