"Ada seorang di tengah umat sebelum kalian terluka. Ia merintih kesakitan lalu diambillah sebuah pisau untuk mengiris tangannya sendiri. Darah mengalir hingga ia mati. Allah berfirman: "Hambaku telah mendatangiku lebih dahulu dengan sendirinya, karena itu aku haramkan surga atasnya"." (HR. Bukhari dan Muslim)
Oleh. Bunga Padi
(Kontributor NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Tiada hentinya kita menyaksikan dan mendengar berita mengenai orang yang bunuh diri dan korban meninggal akibat bunuh diri. Berita tersebut seliweran di media sosial, cetak maupun elektronik. Mirisnya, bukannya menjadikan peristiwa itu sebagai pelajaran agar berhati-hati dalam menjalani kehidupan sehari-hari, malah ada sebagian orang mencontohnya ketika tidak bisa keluar dari masalah yang dihadapinya. Astagfirullah.
Ramai jadi perbincangan baru-baru ini, seperti yang dilakukan sepasang insan berinisial RA (26) dan TPN (23). Mereka nekat menenggak racun potas di sebuah kamar hotel pada Selasa (3/1) di Ciputat, Tangerang Selatan yang menyebabkan keduanya tewas. Sebelum melakukan aksinya, keduanya menulis sepucuk surat untuk kerabat masing-masing, agar tidak memperkarakan kematiannya ke ranah hukum dan menyiarkan ke publik karena ini atas kemauan mereka sendiri. (ccindonesia.com, 7/1/2023)
Fenomena kasus bunuh diri hingga kini merupakan persoalan yang masih kerap terjadi. Beragam motif yang menyebabkan mereka mengambil jalan pintas tersebut. Ada cinta yang tak direstui berujung nekat teguk racun, pertengkaran dalam rumah tangga yang tak kunjung usai, bosan dan lelah dengan penyakit, kemiskinan yang mendera, terjerat utang riba, dan lain-lain. Pun jika dilihat dari sisi usia, ternyata keinginan untuk mengakhiri hidup beragam, mulai dari orang tua, remaja, bahkan ada yang masih anak-anak. Nauzubillah.
Terkadang kita berpikir, apa sebenarnya yang terlintas di benak mereka. Sehingga dengan mudahnya melepas nyawa dari raga. Sementara Allah telah mengaruniakan napas, rezeki, dan kehidupan. Supaya kita mereguk sebanyak-banyaknya pelajaran, kebaikan, rasa syukur, dan kebermanfaatan di muka bumi.
Apa yang terjadi di atas, sungguh kondisi yang memprihatinkan. Tentu kita semua sangat menyayangkan. Bagi mereka yang imannya rapuh sudah tidak mampu lagi berpikir jernih dan panjang. Maka jalan satu-satunya adalah dengan mengakhiri hidupnya alias bunuh diri. Padahal tindakan itu bukanlah penyelesaian yang dapat menyelesaikan masalah, tetapi lebih kepada sikap keputusasaan dan tindakan ceroboh. Berharap masalah selesai yang ada justru menuai kemarahan dari Sang Pemilik Jiwa, Allah Swt. Itulah mengapa Dia telah mengharamkan perbuatan bunuh diri serta surga bagi pelakunya.
Dalam hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim, Rasulullah saw. bersabda:
"Ada seorang di tengah umat sebelum kalian terluka. Ia merintih kesakitan lalu diambillah sebuah pisau untuk mengiris tangannya sendiri. Darah mengalir hingga ia mati. Allah berfirman: "Hambaku telah mendatangiku lebih dahulu dengan sendirinya, karena itu aku haramkan surga atasnya"."
Betapa mengerikannya, jika puncak kebahagiaan dan pengabdian seorang hamba kepada Tuhannya berharap dimasukkan ke surga kelak, namun Allah menolaknya hanya karena kecerobohannya. Bagi pelaku bunuh diri malah akan mendapatkan siksa, bahkan barang atau alat yang mereka jadikan sarana untuk memutus nyawa dari raganya kelak turut menyiksanya di neraka. Nauzubillah.
Hal ini selaras dengan apa yang dituturkan Rasulullah saw. yang berbunyi:
"Barang siapa menjatuhkan diri dari ketinggian gunung lalu mati, ia jatuh ke neraka jahanam kekal abadi selama-lamanya. Barang siapa mengisap racun lalu mati, maka racun itu ada di tangannya dan dihisabkan di neraka jahanam, kekal abadi selama-lamanya. Barang siapa membunuh dirinya dengan benda tajam, benda tajam itu tergenggam di tangannya lalu menusuk dirinya di neraka jahanam kekal abadi selamanya." (HR. Muslim)
Merupakan sunatullah dalam kehidupan dunia, tidak ada seorang pun terlepas dari masalah. Siapa pun dia, apa pun latar belakang sosial, atau tinggal di belahan dunia mana pun tidak akan lepas dari yang namanya masalah. Terpenting dari semua itu, bagaimana sikap kita dalam menghadapinya.
Sebagai seorang muslim tentu Islam telah mengarahkan, menuntun umatnya agar bisa bersahabat dengan masalah bila tiba-tiba datang. Fokus pada penyelesaian dan tidak mengambinghitamkan orang lain atas masalah yang terjadi. Sebagai pribadi individu senantiasa introspeksi, muhasabah, dan evaluasi diri. Bersikaplah sabar dan tenang saat badai ujian menimpa, seberapa pun beratnya, serta tidak mudah berputus asa, apalagi menyerah. Sebagaimana telah Allah Swt. kabarkan dalam firmannya,
"Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu dan boleh jadi pula kamu menyukai sesuatu padahal ia amat buruk bagimu, Allah mengetahui sedang kamu tidak mengetahui." (TQS. Al-Baqarah: 216)
Allah Swt. telah mengingatkan kepada manusia untuk selalu mendekap kesabaran sebab merupakan kunci keberhasilan dalam menjalani kehidupan. Apatah lagi kehidupan bermasyarakat dan bernegara yang tidak diatur oleh ideologi Islam seperti sekarang, tentu akan banyak memunculkan berbagai persoalan di seluruh lini bidang, kemiskinan, keimanan yang tidak terjaga, gempuran budaya asing, tontonan unfaedah, dan sebagainya. Ketika seseorang tidak memiliki fondasi keimanan yang teguh maka akan mudah tergerus dan goyah. Sehingga mudah terjerat dalam perangkap setan. Terjerumus dalam perbuatan dosa dan lembah kehinaan.
Oleh karenanya, setiap muslim berkewajiban membekali dirinya dengan ilmu Islam kaffah sehingga terbentuk syakhsiyah islamiah. Kemudian hendaklah bercermin kepada orang-orang terdahulu yang sukses akibat buah kesabarannya.
Sebagaimana Rasulullah saw. bersabar tatkala dakwah beliau mendapat ancaman, gangguan, bahkan beliau hendak dibunuh kaum kafir Quraisy, di antaranya adalah paman beliau sendiri. Namun beliau tetap sabar dan mendoakan kepada yang menzaliminya agar diberi hidayah dan mau menerima Islam kaffah.
Ibunda Asiyah dengan keimanan yang kokoh begitu sabar dan tabah menghadapi kezaliman Firaun yang merupakan suaminya sendiri. Allah berjanji membangun dan menghadiahkan rumah di surga atas kesabarannya.
Seorang wanita hitam yang terkena penyakit ayan yang sering kambuh lalu datang kepada Rasulullah saw. mengeluhkan penyakitnya dan meminta agar didoakan sembuh. Rasul saw. memberikan dua pilihan terhadapnya. Apakah wanita itu menjadi ahli surga atau bukan. Wanita itu bisa saja memilih sembuh tetapi surga tak didapatkan, tetapi bila ia memilih bersabar maka surga upahnya. Ia pun memilih bersabar dan minta didoakan agar auratnya tidak tersingkap saat penyakitnya kambuh.
Masyaallah tabarakallah. Dari kisah teladan di atas, betapa tinggi derajat dan istimewa bagi orang yang mampu bersabar ketika menghadapi masalah. Sebab Allah sendiri yang akan membersamainya. Sebuah untaian indah dalam kalam-Nya, berfirman:
"Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan salat sebagai penolongmu, sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang sabar." (TQS. Al-Baqarah: 153)
Sungguh betapa Allah begitu peduli (menolong) kepada hambanya yang mau bersabar dalam menghadapi masalah. Karena mustahil Dia menzalimi hambanya selama perbuatannya dalam koridor syarak. Sayangnya masih saja ada orang yang tidak sabar dan lebih mengedepankan emosi sesaat serta memperturutkan hawa nafsu. Selain tidak sabar, manusia juga cepat putus asa. Ya, karena keimanan yang tipis dan rapuh. Sehingga menganggap sepele bahwa semua masalah bisa diselesaikan cukup dengan cara atau akalnya sendiri, lalu mengambil jalan pintas bunuh diri. Ia lupa padahal ada Zat Yang Maha Menggenggam jiwanya yang lemah.
Allah Swt. berfirman:
"Dan janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tidaklah berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir." (TQS. Yusuf: 87)
Patutlah menjadi renungan bagi orang beriman untuk tidak mudah berputus asa, jangan sampai menjadi jiwa-jiwa yang kerdil tetapi jadilah jiwa-jiwa yang besar dan elegan dalam menyelesaikan masalah. Kita semua memahami ada kehidupan abadi setelah kematian. Maka kehidupan dunia hari ini adalah wadah penentu untuk mengumpulkan sebanyak-banyaknya amal saleh, menjalani kehidupan dengan optimis, husnuzan, dan meyakini sepenuhnya akan qada-Nya (ketetapan).
Sungguh mulia iman mukmin sejati, seluruh perkara dalam kehidupannya bernilai positif dan berharga. Jika ia mendapatkan kebaikan dan kemudahan, maka ia akan bersyukur. Pun bila musibah menimpa, ia akan meluaskan rasa sabarnya.
Seorang ulama Al-Nabbi menuturkan bait-bait indah dalam syair yang berbunyi:
"Waktu telah menyiramiku dengan berbagai kesulitan sehingga panah-panah yang menancap di kepalaku menjadi pelindung, kalau sekarang aku tertembak sebatang panah, mata panahnya akan masuk membelah panah lainnya. Sekarang aku hidup tanpa peduli dengan kesulitan, karena aku tak mendapat manfaat apa pun dengan memedulikannya."
Sejatinya, sunatullah manusia bergandengan dengan masalah. Selesai satu masalah akan berhadapan dengan yang baru, begitu seterusnya. Allah Swt. hadirkan semata-mata untuk menguji keimanan hamba-Nya. Dengan cara apa menyelesaikannya? Dan ini adalah pilihan. Semoga kita senantiasa diberikan kemampuan memilih perkara yang baik dan benar sesuai perintah Allah Swt. dalam menyelesaikan setiap masalah, sehingga terhindar dari perbuatan yang bisa merugikan diri sendiri maupun orang lain. Wallahu a'lam.[]
Menyayangi diri sendiri termasuk bentuk syukur kepada Allah.