"Sesungguhnya Allah telah menerima tobat nabi, orang-orang muhajirin, dan orang-orang anshar yang mengikuti nabi dalam masa kesulitan, setelah hati segolongan dari mereka hampir berpaling, kemudian Allah menerima tobat mereka itu. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada mereka. (At-Taubah: 117)"
Oleh. Aya Ummu Najwa
(Kontributor NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Pada setiap waktu-waktu tertentu yang dimuliakan dalam Islam biasanya menyimpan sejumlah peristiwa besar. Salah satunya adalah bulan Rajab. Pada bulan ketujuh dalam kalender hijriah ini terjadi sejumlah peristiwa penting, salah satunya adalah Perang Tabuk, perang terakhir pada masa Rasulullah. Tabuk adalah nama suatu wilayah yang terletak di antara Wadi Al-Qura dan Syam. Perang Tabuk juga disebut Ghazwah Al-Usrah atau Perang Kesulitan.
Dalam Raḫiqul Makhtum, karya Safyurrahman al-Mubarakfuri, [Riyadh: Muntada ats-Tsaqafah, 2013], h. 366, ditulis bahwa Perang Tabuk adalah perang yang terjadi antara tentara muslim melawan imperium Romawi. Perang ini terjadi pada bulan Rajab tahun ke-9 H dan berakhir pada bulan Ramadan di tahun yang sama atau antara bulan September hingga Oktober 630 M. Perang Tabuk terjadi selama 50 hari, meski tidak terjadi kontak senjata karena pasukan musuh menyerah sebelum bertempur, dengan rincian 20 hari muslim berada di Tabuk dan 30 hari untuk menempuh perjalanan pulang pergi dari Madinah ke Tabuk.
Saat Rasulullah hendak berangkat ke medan perang, cuaca pada saat itu terasa sangat panas dan sedang mengalami paceklik. Biasanya Rasulullah ketika akan berangkat ke Medan perang beliau sering menggunakan istilah tauriyah atau sindiran, namun kali ini beliau tidak menggunakan metode tersebut lagi terkait tujuan keberangkatan. Beliau dengan gamblang menjelaskan kepada para sahabat bahwa mereka akan menghadapi pasukan Romawi.
Karena begitu panasnya udara saat peristiwa Perang Tabuk, pasukan muslim sampai meminum air dalam kantong di perut kecil unta yang mereka sembelih. Sebab itulah perang ini disebut Ghazwah Al-Usrah karena begitu sulit dan sempit kondisi kaum muslim pada saat itu. Kisah Perang Tabuk ini tercatat abadi dalam Al-Qur'an surah At-Taubah Ayat 117,
لَّقَد تَّابَ ٱللَّهُ عَلَى ٱلنَّبِىِّ وَٱلْمُهَٰجِرِينَ وَٱلْأَنصَارِ ٱلَّذِينَ ٱتَّبَعُوهُ فِى سَاعَةِ ٱلْعُسْرَةِ مِنۢ بَعْدِ مَا كَادَ يَزِيغُ قُلُوبُ فَرِيقٍ مِّنْهُمْ ثُمَّ تَابَ عَلَيْهِمْ ۚ إِنَّهُۥ بِهِمْ رَءُوفٌ رَّحِيمٌ
"Sesungguhnya Allah telah menerima tobat nabi, orang-orang muhajirin, dan orang-orang anshar yang mengikuti nabi dalam masa kesulitan, setelah hati segolongan dari mereka hampir berpaling, kemudian Allah menerima tobat mereka itu. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada mereka."
Sebab Peperangan
Meski penaklukan kota Makkah atau Fatḫu Makkah merupakan puncak kemenangan bagi umat Islam, yang menjadikan Makkah berada dalam kekuasaan muslim dan kaum musyrik Quraisy berbondong-bondong masuk ke dalam Islam. Akan tetapi kaum muslim masih harus menghadapi ancaman imperium Romawi yang merupakan salah satu kekuatan besar kala itu. Sejak terbunuhnya duta Rasulullah bernama Al-Harits bin Umair di tangan Syurahbil bin Amr al-Ghassani, konflik antarkaum muslim dan Romawi mulai membara.
Rasulullah telah mengirim pasukan di bawah pimpinan Zaid bin Haritsah untuk menyerang pasukan Romawi di Mu’tah setelah peristiwa terbunuhnya Al-Harits. Yang menghasilkan sejumlah kabilah Arab mulai melepaskan diri dari kekaisaran Romawi dan bergabung dengan umat Islam. Romawi pun menyadari akan hal ini, maka mereka segera mengambil langkah sebelum umat Islam menjelma menjadi pasukan yang sangat kuat dan sulit dikalahkan, dengan mulai menyiapkan kekuatan besar dengan tujuan menghancurkan kaum muslim.
Setelah pertempuran di Perang Mu'tah, Kaisar Romawi menyadari, dengan banyaknya kabilah Arab yang memeluk Islam, maka bisa dipastikan seluruh penduduk Jazirah Arab sudah terkagum-kagum dengan kecerdikan kaum muslimin pada Perang Mu'tah tersebut. Ia berpikir "Jika ini dibiarkan, kekuasaan dan pengaruh Romawi di wilayah-wilayah Arab akan hancur. Maka tidak ada jalan lain selain menghancurkan agama baru tersebut hingga ke akarnya."
Maka ia segera menyiapkan pasukan besar dengan jumlah 40 ribu tentara, termasuk kabilah-kabilah Arab yang masih menganut agama Nasrani. Tujuan mereka adalah memusnahkan tentara muslim dan membuat manusia lupa akan kecerdasan taktik tentara muslim pada Perang Mu'tah. Maka situasi di Madinah pun menjadi genting. Golongan munafik pun semakin memperkeruh dengan menyebarkan desas-desus tentang kedatangan pasukan Romawi. Begitu mencekam hingga bahkan ketika orang anshar mengetuk pintu rumah Umar Bin Khattab, ia keluar sembari bertanya, "Apakah pasukan Romawi sudah tiba?"
Pada saat itu bertepatan dengan musim panas menjelang musim gugur yang dikenal sebagai musim maut yang sangat mencekam di padang pasir, sehingga makin membuat suasana mengerikan. Semua orang lebih memilih berdiam diri di rumah atau di kebun daripada bepergian karena cuaca sudah mencapai derajat tertinggi, sehingga Madinah tampak lebih sepi daripada hari-hari biasanya.
Akan tetapi bagi Rasulullah, tak ada jalan lain selain mengobarkan semangat dan mengumumkan keberangkatan perang. Beliau memerintahkan kabilah-kabilah yang telah masuk Islam untuk bersiap dengan pasukan yang paling besar. Keputusan beliau ini sangat cermat dan bijaksana, karena jika menunggu musim panas selesai, maka orang Romawi akan masuk lebih jauh ke dalam wilayah Islam.
Namun di sisi lain, kala itu buah-buahan hasil pertanian sudah mulai masak dan siap dipanen, sementara perjalanan ini sangat jauh, di bawah terik matahari yang dahsyat menuju perbatasan Romawi merupakan perjalanan yang sangat sulit. Ditambah lagi, Rasulullah juga memerintahkan pada setiap orang untuk mewakafkan hartanya pada pasukan karena memerlukan biaya besar. Tentu ini menambah sulit kondisi fisik maupun psikis orang-orang pada saat itu.
Lalu bagaimanakah sikap kaum muslimin ketika seruan jihad itu berkumandang? Karena dirasa begitu sulit dan beratnya perjalanan yang akan ditempuh kali ini, maka sikap kaum muslim terbagi menjadi dua golongan, yaitu kaum munafik yang menolak berangkat dan kaum mukmin yang menyambut seruan Rasulullah tanpa ragu.
Bagi para sahabat yang berharta, ini adalah kesempatan untuk berlomba-lomba bersedekah. Seperti Utsman bin Affan yang menyedekahkan 100 ekor unta lengkap dengan seluruh barang yang diangkutnya, bahkan masih ditambah dengan uang seribu dinar yang diletakkan dalam bilik Rasulullah. Beliau pun menerimanya seraya bersabda,
"Tak ada yang membahayakan Utsman atas apa yang dilakukannya setelah hari ini."
Tidak berhenti sampai di situ, Utsman masih terus mengeluarkan sedekah sampai keseluruhannya berjumlah 900 ekor unta, 100 kuda, dan sejumlah besar uang tunai. Begitu pula Abdurrahman bin Auf yang datang menyerahkan 200 uqiyah perak. Juga Abu Bakar merupakan orang pertama menyerahkan seluruh hartanya sejumlah 4000 dirham langsung ke tangan Rasulullah. Hingga Rasulullah bertanya kepadanya, "Wahai Abu Bakar, apa yang engkau sisakan untuk keluargamu?" Jawabnya, "Aku tinggalkan Allah dan Rasul-Nya untuk mereka." Begitulah totalitas Abu Bakar dalam perjuangan Islam, hingga membuat Umar bin Khattab yang hendak menyerahkan separuh hartanya berkata, "Aku selamanya tak akan mampu mengalahkan Abu Bakar dalam perlombaan kebaikan." Kaum muslimin terus berdatangan untuk menyerahkan apa saja yang mereka miliki, banyak atau sedikit.
Syekh Safyurrahman al-Mubarakfuri, hal.364-365, menjelaskan bahwa, sebelum berangkat ke Tabuk, Ali bin Abi Thalib telah ditetapkan sebagai wakilnya di Madinah oleh Rasulullah, dan Rasulullah menitipkan keluarganya padanya. Setelah persiapan yang matang, pasukan muslim pun berangkat ke arah utara menuju Tabuk dengan 30.000 prajurit. Meski telah banyak sumbangan yang berhasil dikumpulkan, namun ternyata belum mencukupi bagi seluruh pasukan. Sampai-sampai dikisahkan delapan belas prajurit hanya mendapat jatah satu ekor unta tunggangan. Dan untuk bisa minum, mereka harus menyembelihnya untuk bisa mengambil air di punuknya dan memakan dagingnya. Sesampainya di Tabuk, Rasulullah berkhotbah di hadapan pasukan demi mengobarkan semangat mereka, dan pasukan kaum muslim pun semakin bersemangat.
Pasukan Romawi yang mendengar kabar bahwa Rasulullah telah menggalang pasukan besar, menjadi ketakutan dan menciut mentalnya, sehingga tidak berani maju dan malah terpecah belah mencari tempat berlindung sendiri-sendiri. Dan kemudian mengajak berdamai dengan bersedia membayar jizyah. Dengan demikian, meski tidak terjadi pertempuran, namun kemenangan bagi kaum muslim pun tetap diraih. Yang sejak saat itu, pasukan muslim semakin hebat dan jaya karena berhasil mengalahkan imperium raksasa Romawi, dan membuat sisa kabilah-kabilah Arab pendukung Romawi berbalik arah memeluk Islam.
Rasulullah dan pasukan kaum muslimin kembali ke Madinah pada bulan Ramadan tahun ke-9 H. Beliau lantas memaafkan dan memintakan pengampunan dari Allah untuk kaum muslimin yang membatalkan diri berangkat ke Perang Tabuk. Namun beliau juga memerintahkan kepada kaum muslim untuk tidak berbicara kepada tiga orang dari mereka, yaitu Ka’b bin Mâlik, Hilal bin Umayyah, dan Murarah bin ar-Rabi’. Tiga orang inilah yang bertobat kepada Allah dan menjadi penyebab turunnya surah At-Taubah ayat 117-119.
Wallahu a'lam[]