Biaya Haji Naik, Ibadah kok Dipersulit?!

"Sikap pemerintah ini wajar dilakukan oleh negara dalam sistem kapitalisme, karena memang negara dalam kapitalisme tegak bukan untuk melayani rakyat, tetapi untuk mencari keuntungan dari rakyat."

Oleh. Ragil Rahayu, S.E.
(Tim Penulis Inti NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Apakah anda ingin naik haji? Sayangnya, jalan menuju ke tanah suci makin "terjal" karena biayanya akan melonjak drastis. Pemerintah sudah mengajukan kenaikan biaya penyelenggaraan haji (Bipih) tahun ini, yaitu dari Rp39.886.009 menjadi Rp69.193.733. Pemerintah beralasan, kenaikan ini untuk memenuhi prinsip keadilan dan keberlangsungan dana haji. Pemerintah juga menyampaikan bahwa kenaikan biaya haji ini sulit dihindari, karena dipicu kenaikan biaya berbagai komponen, baik di tanah air maupun tanah suci (tempo.co, 24-1-2023).

Menteri Agama meminta agar alokasi nilai manfaat yang sebelumnya mencapai 60 persen, dikurangi menjadi hanya 30 persen. Dengan demikian, jemaah yang dulu hanya membayar sebesar 40 persen dari total BPIH, kini harus membayar sebanyak 70 persen dari total biaya penyelenggaraan haji sebesar Rp98.893.909,11. Banyak pihak mengeluhkan kenaikan biaya haji yang terlalu drastis ini. Karena kenaikannya mencapai Rp30 juta. Ini tentu memberatkan bagi kebanyakan masyarakat Indonesia.

Selain itu, jika ada jemaah yang sudah mendapatkan giliran, tetapi tidak bisa melunasi biaya sebesar hampir Rp70 juta tersebut, akan digantikan oleh jemaah yang lain. Hal ini disampaikan oleh Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama, Hilman Latief. "Kalau ada yang mundur, maka ada yang naik penggantinya," tegasnya (tempo.co, 24-1-2023).

Bisa kita bayangkan, jemaah yang menunggu sudah puluhan tahun, tetapi pada hari H tidak bisa berangkat karena uangnya tidak cukup untuk pelunasan.

Butuh Ri'ayah

Haji merupakan bagian dari rukun Islam. Hukumnya wajib bagi yang mampu. Allah Swt. berfirman,
وَاَذِّنْ فِى النَّاسِ بِالْحَجِّ يَأْتُوْكَ رِجَالًا وَّعَلٰى كُلِّ ضَامِرٍ يَّأْتِيْنَ مِنْ كُلِّ فَجٍّ عَمِيْقٍ ۙ
"Dan serulah manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki, atau mengendarai setiap unta yang kurus, mereka datang dari segenap penjuru yang jauh." (QS. Al-Hajj: 27)

Karena merupakan perjalanan yang jauh, pelaksanaan ibadah haji tidak bisa diurusi individu sendiri, melainkan harus ada ri'ayah dari negara. Namun, nyatanya pemerintah tidak memosisikan dirinya sebagai pe- ri'ayah, tetapi malah bersikap hitung-hitungan dengan rakyatnya.

Memang betul, bahwa biaya penyelenggaraan haji sangat besar, yaitu hampir mencapai Rp100 juta. Memang betul juga bahwa haji itu bagi yang mampu, termasuk yang mampu secara finansial. Namun, bukan berarti lalu negara berlaku seperti agen haji yang menetapkan biaya sekian dan tutup mata terhadap rakyatnya, apakah mampu ataukah tidak. Tidak demikian.

Negara hendaknya mempermudah rakyatnya berangkat haji, bukan justru mempersulit. Negara haruslah memosisikan diri sebagai ra'in (pengurus) dan juga mas'ul (penanggung jawab) urusan umat. Negara hendaknya memfasilitasi rakyat agar bisa menunaikan rukun Islam kelima dengan baik. Namun, hari ini, negara tidak memosisikan dirinya sebagai pengurus dan penanggung jawab urusan rakyat, tetapi seperti pedagang yang mencari keuntungan dari setiap pelayanan pada rakyatnya.

Sikap pemerintah ini wajar dilakukan oleh negara dalam sistem kapitalisme, karena memang negara dalam kapitalisme tegak bukan untuk melayani rakyat, tetapi untuk mencari keuntungan dari rakyat. Jika demikian, di mana fungsi negara? Jika yang dilakukan oleh negara hanya menyediakan layanan dan mengharuskan rakyat membayar tinggi, apa bedanya negara dengan pedagang?

Jika kita menilik sejarah, dulu penjajah Belanda juga menyediakan fasilitas untuk haji bagi rakyat Indonesia saat itu. Belanda menyediakan kapal untuk rakyat yang ingin berangkat haji, tentunya dengan biaya penuh dari rakyat. Nah, itu adalah sikap penjajah Belanda. Lantas, pada era saat ini yang katanya kita sudah merdeka, masa negara bersikap seperti itu?

Saking ruwetnya penyelenggaraan haji di Indonesia, ada yang usul agar biaya perjalanan haji yang rakyat bayarkan sebesar 100 persen biaya penyelenggaraan haji. Jadi besaran Bipih disamakan dengan BPIH. Karena, katanya, selama ini pembiayaan haji mirip skema Ponzi, yaitu jemaah yang berangkat sekarang menggunakan dana jemaah yang baru daftar sekarang.

Sementara itu, konon dana yang sudah disetor jemaah sebesar Rp25 juta dan dikelola Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) kian menipis dan tidak mencukupi untuk menyubsidi jemaah secara terus-menerus. Hal ini menjadi pertanyaan publik, bagaimana bisa dana yang sudah diinvestasikan bertahun-tahun dan bahkan puluhan tahun tidak bisa berkembang sedemikian rupa, sehingga bisa meringankan ongkos naik haji yang rakyat bayarkan?

Lebih lanjut, transparansi pengelolaan dana milik umat ini pun menjadi pertanyaan besar rakyat. Apakah negara benar-benar amanah? Sampai-sampai muncul spekulasi bahwa dana haji digunakan untuk pembangunan infrastruktur. Nah, lo! Apalagi ada info bahwa Pemerintah Saudi Arabia menurunkan harga paket haji. Lantas, bagaimana bisa Bipih malah naik?

Ri'ayah Khilafah

Sikap pemerintah yang hendak berlepas tangan dalam hal pembiayaan haji ini, sungguh jauh berbeda dengan profil negara dalam sistem Islam. Khilafah memosisikan dirinya sebagai ra'in dan mas'ul, yaitu pengurus dan penanggung jawab urusan rakyat. Apalagi, terkait ibadah haji yang termasuk rukun Islam.
Khilafah menyediakan fasilitas yang memudahkan rakyat untuk menjalankan ibadah haji. Dan semua fasilitas itu disediakan secara murah atau bahkan gratis, sehingga semua rakyat bisa menikmatinya.

Sebagai contoh, Khalifah Harun ar-Rasyid setiap tahun selalu menunaikan ibadah haji dengan mengajak 100 ulama, lengkap dengan keluarga mereka. Ketika beliau sedang berjihad sehingga tidak bisa berhaji, sang khalifah membiayai 300 rakyatnya untuk pergi haji. Beliau menanggung semua biaya, dan bahkan masih memberi perbekalan, pakaian, dll..

Pada masa Utsmaniyah, persiapan haji sudah dilakukan tiga bulan sebelum keberangkatan. Khalifah memerintahkan lajnah khusus urusan haji untuk memonitor dan memperhatikan semua urusan haji di seluruh wilayah Islam. Khalifah juga menginstruksikan pada para wali untuk menyiapkan sarana dan prasarana yang dibutuhkan, untuk penyelenggaraan haji. Khalifah Utsmaniyah juga memastikan keamanan bagi para jemaah dalam perjalanan haji. Itulah sebabnya, Khalifah Utsmaniyah dulu memberikan tekanan diplomatik dan militer pada negara Barat yang berusaha menghalangi umat Islam Indonesia, khususnya Aceh, untuk berangkat haji.

Selain itu, Khilafah juga menyediakan sarana dan prasarana haji secara gratis. Contohnya adalah pembangunan saluran air untuk minum jemaah haji, sebagaimana yang dilakukan oleh Zubaidah binti Ja'far, istri Khalifah Harun Al-Rasyid, penguasa Abbasiyah. Pembangunan saluran itu beliau lakukan dengan dana pribadi dan disediakan gratis bagi rakyat.

Pada masa Utsmaniyah, Khilafah membangun jalur kereta Hijaz untuk memudahkan jemaah haji melakukan perjalanan ke Makkah. Jalur kereta ini menghubungkan negeri-negeri muslim, sehingga sangat bagus untuk memperlancar ibadah haji. Rakyat dari seluruh penjuru dunia pun bisa menikmati kemudahan perjalanan ke tanah suci dengan biaya yang murah dan bahkan ada yang gratis. Wah, dengan pelayanan sebagus ini dalam Khilafah, masa masih ada yang tidak ingin Khilafah? Wallahu alam.

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Ragil Rahayu (Tim Penulis Inti NarasiPost.Com )
Ragil Rahayu S.E Tim Redaksi NarasiPost.Com
Previous
Ilusi Indonesia Layak Anak dalam Sistem Rusak
Next
Rajab, Momentum Penting Kejayaan Islam
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram