Jangan Ada Komersialisasi pada Jaminan Halal

"Di sistem sekuler saat ini justru rakyat (pengusaha) harus mengurus segala keperluan sertifikasi dan masih harus membayar biaya sertifikasi. Lagi-lagi di sistem sekarang ini, rakyat terpaksa ‘pasrah’ untuk menerima kebijakan seperti ini, karena itu jalan satu-satunya agar mereka tetap dapat meneruskan usahanya."

Oleh. Pipit NS
(Kontributor NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Allah Swt telah memerintahkan manusia untuk mengonsumsi makanan yang halal dan thoyib. Hal ini termuat dalam QS. Al Baqarah ayat 168, "Wahai manusia! Makanlah dari (makanan) yang halal dan baik yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan. Sungguh, setan itu musuh yang nyata bagimu…" (TQS. Al-Baqarah: 168)

Setiap orang memiliki kewajiban untuk menjaga kehalalan makanannya dan tidak mengandung zat yang diharamkan oleh Allah. Seharusnya mudah dilakukan. Tetapi di era industrialisasi saat ini, banyak produsen menyediakan berbagai macam makanan yang prosesnya sangat kompleks, sehingga seseorang sulit untuk memastikan apakah makanan yang ia konsumsi seratus persen terbuat dari bahan yang halal ataukah tidak. Terlebih lagi, era globalisasi juga menyebabkan berbagai jenis makanan dari berbagai wilayah di dunia yang memiliki komposisi dari bahan-bahan nonhalal mudah masuk ke negeri muslim. Tentu saja, ini menjadi titik kritis kewaspadaaan kita sebagai konsumen muslim.

Dalam tingkatan kompleksitas proses produksi seperti saat ini, menjadikan individu sulit untuk memastikan bahwa apa yang dia makan termasuk makanan halal. Oleh karena itu, diperlukan peran negara untuk memastikan setiap makanan yang beredar di masyarakat merupakan produk halal. Terlebih lagi karena negara kita mayoritas adalah muslim

Per tahun 2024, Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementrian agama Republik Indonesia (Kemenag RI) mewajibkan seluruh produsen di Indonesia untuk mendapatkan sertifikasi halal produknya. Kebijakan ini berlaku pada makanan dan minuman; bahan baku, bahan tambahan pangan, dan bahan penolong untuk produk makanan minuman; serta produk hasil sembelihan dan jasa penyembelihan. Jika produk-produk di atas belum mendapatkan sertifikat halal oleh BPJPH, maka produk tersebut akan dicabut peredarannya di masyarakat. Untuk mewujudkan hal tersebut, Kemenag BPJPH meluncurkan program sertifikasi halal gratis untuk satu juta pelaku usaha.

Kebijakan di atas seolah-olah dapat menyelesaikan masalah untuk jaminan produk halal. Tapi nyatanya untuk mendapatkan sertifikat halal harus melalui proses yang panjang. Banyak syarat-syarat yang harus dipenuhi, di antaranya adalah bahan baku, sarana, dan proses yang halal. Selain itu untuk mendapatkan sertifikasi halal, setiap pengusaha harus membayar. Inikah yang ditarget oleh pemerintah? Mengingat, data ASEAN Investment Report, Indonesia menempati jumlah UMKM tertinggi dengan 65,46 juta UMKM. Padahal sertifikasi halal harusnya menjadi bagian dari tanggung jawab penuh pemerintah kepada rakyat. Di sistem sekuler saat ini justru rakyat (pengusaha) harus mengurus segala keperluan sertifikasi dan masih harus membayar biaya sertifikasi. Lagi-lagi di sistem sekarang ini, rakyat terpaksa ‘pasrah’ untuk menerima kebijakan seperti ini, karena itu jalan satu-satunya agar mereka tetap dapat meneruskan usahanya. Posisi pemerintah vs rakyat layaknya seperti produsen vs konsumen akan tetap terjadi selama kita masih berada di sistem kapitalisme ini. Paradigma pemerintah yang menjadi pelayan rakyat tak akan pernah terjadi, sehingga rakyat harus selalu terpaksa ‘mandiri’ untuk tetap hidup. Banyaknya produk yang beredar di masyarakat dengan menerapkan regulasi wajib sertifikasi halal pada tiap produknya justru akan menyulitkan pelaku usaha itu sendiri.

Hal ini tak akan pernah terjadi pada sistem Islam. Hubungan pemerintah dengan rakyat layaknya induk terhadap anaknya. Pemerintah tak akan meminta timbal balik mengenai tugasnya untuk melayani rakyat. Selain itu, proses yang dilakukan tidak akan serumit seperti sekarang. Pemerintahan Islam melakukan upaya agar pelayanan dan regulasi dibuat sesederhana dan semudah mungkin. Pemerintah Islam lah yang akan berupaya mengawasi setiap produk yang beredar di masyarakat. Melarang peredaran produk nonhalal di kalangan muslim, dan hanya memperbolehkannya beredar di kalangan nonmuslim saja. Qadhi hisbah akan ditugaskan khalifah untuk mengawasi jalannya jual beli agar rakyat sama-sama mendapatkan hak-haknya, termasuk mendapatkan produk yang halal.

Jaminan halal yang mudah atas segala produk yang beredar di kalangan kaum muslimin ini memang tidak akan pernah terwujud jika kita masih berada di dalam sistem kapitalisme. Hanya sistem pemerintahan yang berlandaskan akidah Islam yang akan membuat jaminan halal ini mudah dan rakyat merasa aman atas segala produk yang beredar. Wallahu a’lam bishawab.[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Kontributor NarasiPost.Com Dan Pegiat Pena Banua
Pipit NS Kontributor NarasiPost.Com
Previous
Islam, Totalitas dalam Melindungi Perempuan dan Anak
Next
Fenomena Mandi Lumpur, Alerta Pengayoman yang Kabur
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram