Refleksi Akhir Tahun: Derita Perempuan dalam Ide-Ide Kebebasan

Seorang muslim tidak boleh menjadikan kebebasan berperilaku sebagai standar dalam berbuat. Sebab hal itu bertentangan dengan syariat Islam. Sebagai muslim wajib terikat dengan hukum syariat, baik itu perintah maupun larangan-Nya.

Oleh: Sri Astuti Am.Keb (Aktivis Muslimah Peduli Negeri)

NarasiPost.Com — Dunia perempuan memang selalu menjadi daya tarik tersendiri untuk senantiasa dicermati perannya dalam kehidupan. Sebagai makhluk yang multitasking tak jarang perempuan menempati posisi penting dalam kehidupan sosialnya.

Baginda Rasulullah Saw. bersabda: "Aku wasiatkan kepada kalian untuk berbuat baik kepada para wanita."

(HR Muslim)

Kiprah perempuan terhadap dirinya, keluarga, masyarakat dan negara semakin hari pada kenyataannya mengalami pergeseran peran dan fungsi. Pada peringatan hari AIDS sedunia, nestapa penyebaran virus HIV tertinggi dialami oleh kaum perempuan. Mulai dari usia anak-anak hingga dewasa.

Dilansir dari kompas.com (1/12/2020), data UNAIDS memperkirakan 38 juta orang terinfeksi HIV di seluruh dunia pada 2020. Sekitar 20,1 juta orang diantaranya adalah anak perempuan dan wanita dewasa.

Jika mengacu dari data diatas, perempuan berada pada posisi yang sangat mengkhawatirkan. Sebab, jumlah kasus terinfeksi HIV lebih dari setengah dari total kasus yang ada. Hal ini penting menjadi perhatian bersama, karena HIV merupakan penyakit menular nan mematikan.

HIV (human immunodeficiency virus) adalah dua spesies lentivirus penyebab AIDS. Virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh hingga menjadi lemah. Penyebarannya melalui semen (reproduksi), darah, cairan vagina, dan ASI.

Mirisnya, penanganan HIV/AIDS di Indonesia belum juga menampakan perkembangan yang jauh lebih baik. Pada tahun 2014 saja, Indonesia mengantongi rapor merah dalam penanggulangan kasus dari the Joint United Nation dalam Program on HIV/AIDS (UNAIDS).

Dikutip dari JurnalNew.id (1/12/2020), Executive Director Indonesia AIDS Coalition, Aditya Wardhana diharapkan sebesar 90% target global yakni 576.399 ODHA dapat teratasi. Namun, capaian Indonesia pada 2020 hanya berkisar 54% yakni sekira 344.525 orang.

Merebaknya HIV/AIDS merupakan dampak dari gaya hidup masyarakat. Ide kebebasan, terutama kebebasan berekspresi menjadi sebab seks bebas dan narkoba semakin meluas. Produk barat yang bernama liberalisasi berhasil mengubah tatanan kehidupan. Semuanya berlindung di balik HAM untuk memuaskan nafsunya.

Kebebasan berperilaku ini merupakan representatif dari akidah yang keliru, yaitu memandang agama harus dipisahkan dari kehidupan (sekularisme). Agama hanya berada pada ibadah-ibadah ritual saja, semacam sholat, zakat, puasa, dan haji. Namun, dalam hal pergaulan dengan lawan jenis, politik, ekonomi, dan tatanan negara agama tak boleh diikut sertakan.

Sekularisme merupakan paham barat yang menjauhkan fitrah manusia. Ketika manusia hidup pada paham yang keliru sudah pasti akan mendatangkan kerusakan. Selayaknya ikan yang hidup di daratan, lambat laun ikan itu akan mati karena hidup bukan pada tempat yang seharusnya yaitu di air.

Maka, jika ingin mengatasi persoalan HIV/AIDS harus menyingkirkan sistem kapitalisme. Sistem yang mengusung kebebasan dan mengemban akidah yang keliru yaitu sekularisme.

Islam merupakan agama yang sempurna, sebagaimana firman-Nya:

"Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridloi Islam itu jadi agama bagimu". (TQS Al-Maidah: 3)

Seorang muslim tidak boleh menjadikan kebebasan berperilaku sebagai standar dalam berbuat. Sebab hal itu bertentangan dengan syariat Islam. Sebagai muslim wajib terikat dengan hukum syariat, baik itu perintah maupun larangan-Nya.

Terikat pada semua hukum syariat Islam merupakan konsekuensi keimanan seorang mukmin. Menjadikan standar perbuatannya pada hukum syara' yaitu wajib, sunnah, mubah, makruh dan haram. Tak hanya persoalan hubungan dirinya dengan Allah Swt. sebagai Pencipta alam semesta dan isinya, tetapi juga dalam hubungannya dengan sesama manusia.

Negara sebagai pengatur urusan rakyat, seharusnya memandang permasalahan pergaulan yang rusak ini sebagai fokus utama. Sebab, rusaknya generasi hari ini adalah kehancuran di masa depan. Karenanya, jika negara ini ingin berbenah, memperbaiki masa depan anak bangsa, harus menjadikan Islam sebagai hukum dalam kehidupan. Namun, dalam sistem kapitalisme tidak mungkin Islam bisa diterapkan. Karena keduanya adalah dua hal yang saling bertolak belakang. Islam hanya akan sejalan jika diterapkan di dalam sistem Islam pula, yaitu Khilafah.

Dengan begitu, sebagai refleksi kondisi perempuan saat ini keberadaan negara khilafah sangatlah urgen. Sebab, khilafah mampu menutup berbagai celah pengaruh ide kebebasan dan sekularisme. Dengan demikian, syariah Islam adalah solusi tepat dalam mengatasi HIV/AIDS, menjadikan tatanan kehidupan yang sehat. Wallahu 'alam bishawab []

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Kontributor NarasiPost.Com Dan Pegiat Pena Banua
Sri Astuti Am.Keb Kontributor NarasiPost.Com
Previous
Tak Ada Kebaikan Kecuali Dengan Sistem Islam
Next
Pilkada Saat Corona : Nyawa atau Tahta?
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

1 Comment
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram