"Jika memang benar adanya sindikat oknum yang memaksa para orang tua dan lansia dalam video live hanya demi tuntutan gaya hidup masa kini, menunjukkan bahwa hari ini apa pun dapat dimanfaatkan demi meraih keuntungan materi. Bahkan sekalipun itu adalah kemiskinan. Hal yang begitu melekat pada masyarakat yang hidup dalam pesona kapitalisme-materialistis!"
Oleh. Siti Sarah Madani
(Kontributor NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Belakangan ini, jagat sosial media tengah dihebohkan oleh aksi para konten kreator yang meminta-minta melalui live streaming. Aksi aneh yang tidak hanya dilakukan satu-dua orang melainkan banyak oknum tersebut, berhasil membuat resah warganet. Pasalnya, mereka melakukan aksi-aksi ekstrem yang tidak wajar. Beberapa aksinya yang beredar selalu membuat geleng-geleng kepala, seperti mandi lumpur seluruh tubuh dari ujung kepala sampai ke kaki berjam-jam lamanya, aksi menyiram air dengan ember ke seluruh tubuh, berendam di kubangan malam-malam, mengguyur kepala pakai minyak, bahkan ada yang menampar pipi, memukul pakai galon serta melukai dirinya sendiri dengan aksi-aksi lainnya. Ditambah lagi, aksi-aksi ekstrem tersebut mulai menyasar kalangan orang tua dan lansia.
Mereka yang mengaku sebagai konten kreator ini melakukan aksinya demi mendapatkan gift yang diberikan oleh para penonton live streaming, yang nantinya gift-gift tersebut bisa ditukar dengan uang. Maraknya fenomena ‘ngemis online’ di TikTok bukan baru-baru ini muncul, sebelumnya mereka pun sudah banyak melakukan aksinya. Hanya saja belakangan ini kembali hangat diperbincangkan, bahkan terdengar langsung oleh Menteri Sosial, Ibu Tri Rismaharini, yang berdasarkan penuturan saat diwawancarai bahwa ia akan menyurati Pemerintah Daerah (Pemda) untuk menindaklanjuti fenomena ‘ngemis online’ yang tengah viral belakangan ini.
"Nanti saya surati ya. Ndak, ndak (bukan ke kepolisian). Saya imbauan ke daerah, tugas saya itu untuk menjalankan. Itu (ngemis online) memang gak boleh," kata Risma kepada wartawan di Desa Lambang Sari, Bekasi. (CNNIndonesia,15/01/2023).
Bu Risma juga menambahkan bahwa perbuatan mengemis, baik yang dilakukan langsung secara konvensional di jalan-jalan ataupun di sosial media terikat Perppu dan Perda. Bahkan jika benar ada sindikat oknum yang memaksa para orang tua atau lansia untuk melakukan aksi-aksi tidak manusiawi tersebut, mereka bisa dipolisikan dengan alasan mengekploitasi manusia.
Sosiolog Universitas Udayana, Wahyu Budi Nugroho, pada Detik.com juga mengatakan fenomena ini dinilai sudah menjatuhkan nilai-nilai kemanusiaan, salah satunya karena degradasi terhadap harkat dan martabat seorang manusia. (Detik.com, 15/01/2023)
Jika dilihat secara seksama, adanya fenomena ‘ngemis online’ ini rupanya ditengarai oleh beberapa faktor. Faktor pertama, karena tuntuan kebutuhan hidup yang harus dipenuhi, sementara sarana pemenuhannya terbatas lantaran ekonomi yang kunjung memburuk. Ditambah lagi, tekanan dari tiap kebijakan pemerintah hari ini yang makin menyusahkan rakyatnya. Hal ini membuat banyak orang mengambil jalan pintas, salah satunya dengan cara mengemis melalui live streaming di TikTok. Mengiba para penonton agar memberikan saweran gift -nya.
Faktor kedua, karena konten kreator melihat adanya peluang yang begitu besar dari platform TikTok ini. Pada faktanya, konten-konten live yang berbau ‘meminta-minta gift/koin’ ini selalu ramai penonton. Algoritmanya selalu membawa ke arah FYP (For Your Page) yang akhirnya mengundang orang untuk join live, bahkan banyak penontonnya pun yang mengirimkan giftnya kepada mereka, entah karena merasa iba kasihan ataupun karena iseng. Menurut mereka yang cenderung mewajari fenomena tersebut mengatakan bahwa “Dibanding mencopet, menjambret atau meminta-minta di jalanan lebih baik ya begitu saja.”
Melihat fakta tersebut, para konten kreator ‘pengemis’ tersebut justru seperti diberi panggung, yang justru membuat mereka jadi sulit berhenti, bahkan menjadi-jadi. Ya, bayangkan saja ada orang meminta perhatian, lalu diperhatikan balik maka ia akan senang, bukan? Terlebih, jika memang benar adanya sindikat oknum yang memaksa para orang tua dan lansia dalam video live hanya demi tuntutan gaya hidup masa kini, menunjukkan bahwa hari ini apa pun dapat dimanfaatkan demi meraih keuntungan materi. Bahkan sekalipun itu adalah kemiskinan. Hal yang begitu melekat pada masyarakat yang hidup dalam pesona kapitalisme—materialistis!
Fenomena ini jelas tidak bisa dibenarkan. Jika dilihat secara seksama, persoalan ‘ngemis online’ ini bukan hanya disebabkan oleh kesalahan individu semata, melainkan menjadi gambaran bahwa hari ini masyarakat yang sedang sakit, hidup di tengah sistem yang juga rusak dengan kepemimpinan negara yang kerapkali menomorsekiankan persoalan rakyatnya.
Mengemis atau meminta-minta dalam bahasa Arab disebut dengan “tasawul” (mengemis), yakni upaya meminta harta orang lain bukan untuk kemaslahatan agama melainkan untuk kepentingan pribadi. Dalam Islam pebuatan meminta-minta atau mengemis pada dasarnya tidak disyariatkan. Apalagi, jika dilakukan dengan cara menipu, berdusta atau bahkan mengekploitasi orang lain. Sebagian ulama sepakat menghukumi perbuatan tersebut termasuk perbuatan dosa.
Sebagaimana hadis dari Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata bahwa Rasulullah saw bersabda, “Jika seseorang meminta-minta (mengemis) pada manusia, ia akan datang pada hari kiamat tanpa memiliki sekerat daging di wajahnya.” (HR. Bukhari, no 1474; Muslim, no. 1040)
Hanya saja, ada juga pengecualian dalam hukum mengemis ini. Seperti yang dikutip dalam kitab Faidh Al-Qadir karya Al-Munawi bahwa ia berkata, “Jika seseorang itu butuh, tetapi ia belum mampu bekerja dengan pekerjaan yang layak, maka dibolehkan dengan syarat ia tidak menghinakan dirinya, tidak meminta dengan terus mendesak, tidak pula menyakiti yang diminta. Jika syarat-syarat tidak terpenuhi, maka haram menurut kesepakatan para ulama.” (Fatwa IslamWeb)
Penetapan hukum mengenai pengemis ini tentu saja tidak membuat Islam berlepas tangan terhadap mereka. Bahkan dalam peraturan dan hukum syarak telah jelas-jelas mengatur aspek tersebut hingga begitu detail sampai kepada persoalan akarnya. Kasus viralnya ‘ngemis online’ ini tidak lain dan tidak bukan, disebabkan oleh faktor kemiskinan yang terjadi di tengah rakyatnya. Lagi-lagi peran negara dipertanyakan. Sudah sejauh mana negara berusaha menuntaskan kemiskinan? Apa jangan-jangan kebijakan demi kebijakan yang dibuat, justru sama sekali bukan untuk kepentingan rakyatnya?
Tentu saja, untuk mengatasi persoalan ini membutuhkan kerja sama semua pihak. Dimulai dari individu yang harus sadar akan kemuliaan diri sebagai manusia, masyarakat yang memberikan kontrol, juga negara yang menjamin kebutuhan hidup rakyatnya lalu memberikan asas yang tepat dalam memanfaatkan teknologi untuk kemajuan bangsa, serta kebaikan umat manusia. Dan hal itu tidak akan ditemukan pada negara yang masih menerapkan sistem pemisahan agama dalam kehidupannya. Saatnya kita kembali kepada Islam yang kaffah. Wallahu ‘alam.[]