"Apatah lagi menjalani kehidupan di sistem kapitalisme hari ini. Di mana harta, jabatan, rupa, status sosial, menjadi standar kebahagiaan seseorang. Terkadang menjadi lahan perpecahan dan permusuhan bagi sebuah keluarga. Yang di dalamnya minus pemahaman agama. Dan ini lumrah terjadi, baik di kota ataupun pedesaan."
Oleh. Bunga Padi
(Kontributor NarasiPost.Com)
NarasiPost.com-Kehidupan di kampung jauh dari keramaian kota. Namun, ada segenggam harapan dan doa yang selalu dimunajatkan oleh orang tua kepada kami sebagai anak-anaknya. Agar terus merawat dan memupuk cinta kasih sebagai saudara sedarah. Saling menyayangi, melindungi dan menjaga kehormatan orang tua. Sangat terpatri kuat dalam memoriku, di saat kami masih kecil, ibuku berpesan:
"Ingat, kalian adalah kakak-beradik saudara kandung sedarah, maka baik-baiklah, akur dan saling menyayangi hingga akhir hayat."
Alhamdulillah pesan orang tua kami sangat manjur. Jika masih kecil sekitaran usia SD masih berebut mainan, saling iri pekerjaan rumah bila disuruh oleh orang tua semisal mencuci piring atau menyapu. Tetapi bila ada keributan di antara kami bersaudara saat itu juga diselesaikan. Biasanya kami akan dikumpulkan di ruang tengah. Sidang pun dimulai, kami dinasihati, alhamdulillah, masalah sudah selesai. Diakhiri bersalaman, mulai dari yang termuda mendahului meminta maaf dan saling berpelukan.
Seiring berjalannya waktu, beranjak remaja kami bersaudara tak pernah bertengkar, berebut makanan atau sekadar ambil peran tugas yang sudah terjadwal di rumah. Kami menjalani kehidupan sebagai saudara begitu harmonis dan termasuk patuh akan perintah orang tua.
Walau orang tua kami hanya tamat Sekolah Rakyat (SR) pada zaman itu, namun soal agama menjadi perhatian dan prioritas utama, mengokohkan agama dan akhlak sejak dini. Berkumpul berbincang santai bersama seluruh keluarga adalah hal biasa yang kami lakukan. Ya, membangun hubungan komunikasi yang hangat, keterbukaan dan kejujuran telah ditanamkan orang tua sejak kami masih kecil.
Beruntungnya kami memiliki orang tua seperti abah dan ibu. Mereka sangat perhatian dan lembut, disiplin, teguh pendirian, dan sangat sabar. Mengapa? Selama ini aku dan kakak, tak pernah dimarahin abah, begitu pun dengan adik. Abah pembawaannya tenang dan humoris. Di wajah beliau selalu mengembang senyuman dan ramah kepada siapa pun. Tetapi soal mendidik anak-anak sangat di teguh pendirian.
Pernah suatu hari kami menginginkan antena parabola seperti para tetangga sekitar rumah. Tetapi Abah tetap tak memenuhi keinginan kami, justru diberikan pengertian. Tapi bila sesuatu itu merupakan kebutuhan, abah sangat peduli tanpa diminta akan membelikannya, semisal jarak tempuh dari rumah ke sekolah 15 KM. Tiba-tiba abah datang dengan sepeda motor baru.
Dan mengatakan itu untuk kami pergi ke sekolah, dirawat baik-baik, pesannya. Pun buku-buku kami pelajaran selalu lengkap.
Begitu pula bila akhir pekan, bila Abah ada waktu selalu menyempatkan untuk mengajak kami rekreasi menadaburi alam atau pergi berenang ke kolam renang. Begitu juga dengan ibu, selalu mengingatkan kami agar berbuat baik dengan siapa saja, bersegera menolong bila ada yang membutuhkan bantuan, selalu menjaga adab, menghormati kepada yang lebih tua, serta menyayangi kepada yang lebih muda.
Di antara banyak nasihat yang disampaikan ada yang selalu kuingat hingga detik ini, sangat kuat menancap di pemikiranku. Bahwa di kehidupan dunia ini, kita tidak melulu menemukan orang selalu baik terhadap kita, suatu masa akan ada saja orang berbuat keburukan, membenci, salah paham atau menyakiti. bisa melalui lisan maupun perbuatan. Maka, janganlah berbuat hal yang sama alias membalas dendam tetapi membalasnya dengan kebaikan. Sebab mereka jadi begitu karena belum paham atau khilaf.
Pun begitu, jika nanti ada saudara atau kerabat yang memutuskan tali silaturahmi, kemudian
menjelek-jelekkanmu dibelakangmu atau
terang-terangan, makan janganlah engkau membalasnya, abaikan dan maafkanlah mereka. Tetaplah berlemah lembut padanya. Dan senantiasa mendoakan.
Ingatlah selalu kalam Allah yang mengingatkan kita agar senantiasa berlaku baik kepada orang yang berbuat buruk. Dan memahami itu terjadi karena ketidaktahuannya. Maka, bersabarlah. Allah Swt. berfirman dalam surat Fushilat ayat 34: "Tolaklah keburukan dengan cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia"
Mengapa ketika ada orang yang telah berlaku tidak baik kepada kita justru membalasnya dengan kebaikan. Semisal ada seseorang yang susah sekali tersenyum kepada kita, entah memendam kecewa atau rasa benci. Maka, kita hendaknya terlebih dahulu memulai memberikan senyuman dan mengucapkan salam kepadanya. Insyaallah, orang tersebut akan menyambutnya dengan senyum dan membalas senyum kita. Bila saat itu belum mendapat balasan serupa. Yakinlah, suatu hari nanti hatinya akan tersentuh, berbalik menjadi baik, bahkan bisa jadi sahabatan.
Pada ayat yang lain Allah Swt. telah mengabarkan dengan untaian firman yang begitu indah, bahwa sebenarnya hati manusia itu berada di antara jari-jari-Nya. Dialah yang membolak-balikkan hati manusia sesuai kehendakNya. Begitu mudah bagi-Nya mengubah kebencian menjadi cinta atau cinta menjadi benci.
Sejarah mencatat, masih teringat jelas dalam benak kita semua. Bagaimana dahulu seorang Hindun sangat membenci paman Rasul yaitu Hamzah, sampai-sampai beliau merobek dadanya lalu mengambil jantungnya lalu mengunyah setelahnya dan memuntahkan. Siapa sangka seiring waktu Hindun bertobat dan balik membela Islam dan menjadi pejuang yang tangguh dan turut berkontribusi dengan segenap jiwa raga dan hartanya.
Begitulah ketika Allah memberikan hidayah dan taufiq kepada hambanya, maka siapa yang dapat menahan. Allah maha menggenggam dan membolak-balikkan hati. Seperti yang tertuang dalam doa yang diajarkan Rasulullah saw. dalam hadis riwayat Ahmad: "Wahai Zat yang membolak-balikkan hati, teguhkanlah hatiku di atas agama-Mu."
Kemudian pada riwayat Bukhari dan Muslim dari jalur Anas bin Malik ra. bahwa Rasulullah saw. menuturkan: "Tiadalah beriman salah seorang di antara kamu hingga mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri."
Betapa indah dan tulusnya nasihat Rasul saw. tersebut. Sayangnya, peringatan dari langit ini seringkali terabaikan oleh kita. Bisa jadi karena rasa gengsi atau malu yang dipertahankan untuk mendahului melakukannya. Namun, dengan terus berdoa dan meminta pertolongan-Nya, semoga Allah senantiasa menjadikan kita pribadi yang rendah hati, lembut, dan tunduk pada ketaatannya secara totalitas. Menjadikan Al-Qur'an dan As-sunnah sebagai penerang jalan dalam menapaki kehidupan dunia.
Apatah lagi menjalani kehidupan di sistem kapitalisme hari ini. Di mana harta, jabatan, rupa, status sosial, menjadi standar kebahagiaan seseorang. Terkadang menjadi lahan perpecahan dan permusuhan bagi sebuah keluarga. Yang di dalamnya minus pemahaman agama. Dan ini lumrah terjadi, baik di kota ataupun pedesaan. Tetapi dengan terus belajar memahami Islam sebagai agama sekaligus aturan kehidupan, insyaallah keretakan persaudaraan bisa terhindarkan.
Ketahuilah, Allah dengan tegas telah mengingatkan kepada umat manusia, yang membedakan satu dengan yang lainnya ada pada ketakwaan bukan yang lainnya. Firman-Nya:
"Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kalian adalah yang paling bertakwa. Allah Maha Mengetahui, Maha Teliti" (QS. Al Hujurat: 13)
Alangkah indah dan mengagumkannya, tuntunan ikatan persaudaraan kakak beradik di dalam Islam.
Betapa bahagianya bergelimang cinta, bertabur kasih sayang dan di pupuk dengan saling pengertian, saling berbagi, menolong, dan saling menjaga.Tentulah kita berharap ikatan persaudaraan sekandung maupun tidak sekandung. Lebih dari sekadar ikatan biasa, tetapi menjadi sebuah ikatan berupa satu pemikiran, satu perasaan yang diikat oleh aturan yang sama, yaitu ikatan akidah Islam. Dengan begitu, besar kemungkinan, berkumpul di dunia berlanjut hingga ke surga tersebab rida-Nya.
Wallahu a'lam[]
Terimakasih telah membuat hati basah dengan tulisan yang menyentuh ini
Keluarga harmonis yang sangat ku inginkan dan belum terwujud di usia senja ku
#KuMenangis
Sabar ya umma, Allah tak pernah salah kirim ujian buat hambanya. Apa pun itu bentuknya. Allah hanya ingin melihat keseriusanmu mencintai-Nya, berkhalwat denganNya di 1/ 3 mlm dan menumpahkan segenap rasa hatimu. Semoga kelak Allah kabulkan niatnya. AMIN