Pajak Sumber Pendapatan dalam Sistem Kapitalisme

”Oleh karenanya, selama sistem ekonomi negara ini adalah kapitalisme, rakyat akan terus diperas hingga tandas.

Oleh. Mita Nur Annisa
(Kontributor NarasiPost.Com dan Pemerhati Sosial)

NarasiPost.Com-Kebijakan baru di tahun ini, pemerintah mengeklaim dengan menciptakan bracket baru, memberikan keberpihakan kepada masyarakat yang memiliki pendapatan rendah atau pendapatan yang lebih besar, dengan membayarnya lebih tinggi namun tentunya penetapan pajak penghasilan di atas 5 juta yang bertujuan untuk menaikkan pendapatan negara.

Seperti yang dilansir oleh Kontan.co.id (01/01/2023), mulai Minggu 1 Januari 2023, pemerintah menerapkan ketentuan baru terkait tarif pajak penghasilan (PPh) orang pribadi atau karyawan. Penyesuaian tersebut dalam rangka menekan defisit anggaran dan meningkatkan tax ratio, sehingga pemerintah mengambil langkah kebijakan fiskal.

Adapun pemerintah menargetkan penerimaan pajak sebesar Rp1.718 triliun untuk tahun 2023. Bermacam strategi dan kebijakan disusun untuk merespons sejumlah ancaman dan tantangan global di tahun depan yang bisa memengaruhi penerimaan pajak.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat Neilmaldrin Noor menyatakan, bahwa terdapat 4 kebijakan utama yang akan dilakukan pemerintah tahun depan untuk mencapai target penerimaan pajak. (Cnbcindonesia.com, 02/01/2023)

Inilah yang terjadi pada negara yang berasaskan sistem kapitalis, peningkatan pajak sebagai pendapatan negara merupakan dampak dari kebijakan ekonomi kapitalis sebagai bentuk meminimalkan peran negara dalam perekonomian. Dengan terus mencari legitimasi pendapatan melalui pemungutan pajak pada rakyat, alhasil pajak sangat membebani rakyat di tengah kondisi impitan ekonomi serta kebutuhan hidup yang kian menjulang tinggi.

Padahal, adanya SDA yang seharusnya dikelola sendiri oleh negara agar dapat menyejahterakan rakyat, malah diberikan pada pihak asing. Dengan hukum yang memberikan liberalisasi dalam berinvestasi dan privatisasi sektor publik hal semacam ini dengan mudah mengeksploitasi kekayaan alam dan segala potensi ekonomi yang ada.

Tidak bisa menafikan, bahwa segala kerumitan atau kerusakan yang terjadi akibat pemisahan agama dari kehidupan sebagai pengatur. Sehingga, selama masih berada dalam dekapan sistem kapitalis yang bersumber dari pemikiran manusia yang serba terbatas dan terus-menerus berada dalam jeratan klasik kapitalis, maka masalah demi masalah akan senantiasa hadir menghiasi. Oleh karenanya, selama sistem ekonomi negara ini adalah kapitalisme, rakyat akan terus diperas hingga tandas.

Peran negara yang semestinya mengurusi rakyat justru membajak rakyat melalui pajak serta kebijakan yang menambah beban pada pundak rakyat. Seolah pemerintah tidak memedulikan keadaan rakyat imbas dari segala kebijakan yang dibuatnya. Tak terlepas jika terkadang kebijakan yang di buat membuat hati rakyat kian teriris dan menangis. Pemerintah diibaratkan lintah yang menakutkan, yang siap mengisap darah rakyatnya hingga tetes darah penghabisan. Sehingga, pajak merupakan bentuk kezaliman berbungkus kebijakan.

Sedangkan dalam Islam, pemerintah tidak diperkenankan untuk memungut pajak secara kontinu dan terstruktur. Tetapi hanya sebagai salah satu pendapatan insidental pada kondisi tertentu. Di mana pajak hanya diwajibkan ketika Baitulmal dalam keadaan kosong atau tidak mencukupi, di saat ada pembiayaan yang wajib dilakukan atau menimbulkan bahaya bagi umat muslim.

Islam juga telah melarang seluruh bentuk pungutan apa pun alasannya. Pungutan yang diambil oleh negara dari rakyatnya harus memiliki dasar atau legislasi syar’i. Allah Swt. berfirman: “Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lainnya di antara kamu dengan jalan yang batil.” (TQS. Al-Baqarah [2]: 188)

Rasulullah saw. memasukkan para pemungut pajak sebagai shahib al-maks, yaitu harta (pungutan/retribusi) yang diambil secara tidak syar’i. Pelakunya diganjar dengan siksaan yang pedih dan kehinaan. “Tidak akan masuk surga orang-orang yang memungut maks (yakni harta pungutan/retribusi yang tidak syar’i).”

Walhasil dalam Islam hanya akan menarik pajak apabila kondisi negara sedang dalam kegentingan dan kekosongan pada Baitulmal, berbeda dengan sistem demokrasi kapitalisme yang menjadikan pajak sebagai sumber pendapatan terbesar negara. Waallahu alam bishawwab.[]

Photo :Google


Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Kontributor NarasiPost.Com Dan Pegiat Pena Banua
Mita Nur Annisa Kontributor NarasiPost.Com
Previous
Hanya Satu yang Setia
Next
Begitu Parahkah Adab Umat hingga Qari'ah Direndahkan?
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram