”Jauhnya agama dari kehidupan menjadikan masyarakat tidak punya benteng untuk menjauhi kemaksiatan.”
Oleh. Suryani
(Kontributor NarasiPost.Com dan Pegiat Literasi)
NarasiPost.Com-"Ibarat jamur di musim hujan," itulah peribahasa yang cocok disematkan kepada aktivitas judi online. Persoalan ini bukanya semakin tuntas namun justru tumbuh subur di tengah masyarat kita. Menurut Data Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) ada peningkatan signifikan transaksi judi online di tahun 2022 sebanyak 42%, Yakni berkisar 81 triliun dari 57 triliun pada tahun sebelumnya. (cnbcindonesia.com, 30/12/2022)
Judi merupakan aktivitas yang di haramkan oleh agama maupun negara, bahkan hukum judi online secara khusus diatur dalam pasal 27 ayat (2) UU ITE. Namun, alih-alih kasus berhenti yang terjadi malah sebaliknya yakni semakin bertambah banyak pelakunya. Padahal, negeri kita mayoritas muslim tentunya memahami betul hukum perbuatan tersebut.
Banyak faktor kenapa judi online susah sekali diberantas di antaranya, keimanan yang lemah sehingga mudah untuk melakukan kemaksiatan termasuk aktivitas ini. Ditambah ekonomi bangsa ini yang semakin sulit menjadi pemicu orang untuk mendapat materi yang banyak dengan cara singkat. Pada awalnya hanya coba-coba pada akhirnya menjadi candu di samping permainannya pun melenakan. Jika kalah si pelaku akan terus bermain karena tergiur keuntungan yang banyak kalau dirinya menang.
Rapuhnya pengawasan negara itu menjadi penyebab yang utama. Sehingga, gagal dalam melindungi akidah rakyatnya. Di samping itu negara tidak tegas dalam memberantas situs judi online ini sampai ke akar-akarnya. Padahal, dengan segala perangkat yang dimilikinya akan sangat mampu untuk memblokir situs-situs tersebut, namun faktanya masih ada yang dibiarkan karena pemiliknya mampu mendatangkan keuntungan buat pihak-pihak yang berkepentingan.
Hal tersebut tidak lepas dari sistem kapitalisme sekuler yang kini diterapkan. Di mana agama di jauhkan dari aturan kehidupan dan menjadikan materi tujuan utamanya. Sehingga wajar kalau pun jelas keharamannya tetapi ada nilai materi yang didapat, aktivitas ini tetap berjalan seolah tidak akan pernah berhenti. Jauhnya agama dari kehidupan menjadikan masyarakat tidak punya benteng untuk menjauhi kemaksiatan.
Ini berbeda dengan masyarakat yang diatur oleh Islam secara menyeluruh. Tiap individunya mempunyai akidah yang kuat, sehingga tidak mudah tergiur oleh keharaman walaupun dengan iming-iming mendapat keuntungan yang besar. Hal ini disebabkan negaranya berperan besar dalam mendidik dan mengedukasi rakyat dalam rangka menjaga akidah mereka. Karena yang namanya judi apapun bentuknya itu di haramkan Allah Swt melalui firman-Nya:
"Sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk berhala) mengundi nasib dengan panah adalah termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan." (TQS. Al-Maidah ayat 90)
Bukan hanya itu, negara akan menutup seluruh tempat perjudian termasuk situs judi online. Hal ini dilakukan tentunya dengan bekerja sama antara penegak hukum dan departemen komunikasi dan informasi.
Sebelumnya, memilih dan menugaskan para petugas hukum dan departemen yang bersangkutan dari orang yang jujur dan taat serta memiliki rasa takut kepada Allah yang tinggi, sehingga tidak mudah terjerumus dalam keharaman. Pada akhirnya ketika masih ada orang yang melakukan, pemberlakuan sanksi akan diterapkan baik bagi pelaku, pebisnis, sekaligus mafia-mafianya jika ada.
Begitulah beberapa opsi yang akan dilakukan negara ketika ada persoalan judi online. Namun sayang, hal tersebut sulit dilakukan ketika negara masih menganut sistem kapitalis sekuler. Maka tidak ada pilihan lain bilamana ingin menuntaskannya harus mengembalikan semua aturan kehidupan hanya kepada Islam saja, yang mampu menyelesaikan segala problematik kehidupan termasuk judi online tersebut.
Maka kewajiban kaum muslim memahami agamanya secara utuh, sehingga bisa mempunyai kesadaran bahwa Islam bukan hanya mengatur persoalan ibadah semata tetapi lebih dari itu yakni sebagai sistem kehidupan baik secara individu, masyarakat bahkan negara. Kemaksiatan dan pelanggaran syariat akan semaksimal mungkin diminimalisasi, sehingga akan menciptakan manusia-manusia terbaik sebagaimana janji Allah Swt. dalam firmannya:
"Kamu (umat Islam) adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia…….." (TQS. Ali-Imran ayat 110)
Waalahu a'lam bi sawwab.[]