”Sejatinya, hati yang terasa sesak bukanlah disebabkan kesalahan orang lain terhadap diri kita, melainkan diri kita sendirilah yang menjadikan hati ini sempit seperti gelas yang tak mampu menampung kecuali hanya segelas air.”
Oleh. R. Bilhaq
(Kontributor NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Dalam menjalani kehidupan sehari-hari, adakalanya kita pernah menghadapi perselisihan yang sering kali menguji perasaan kita. Mungkin perselisihan dengan teman, tetangga, pasangan, kerabat, anak, orang tua, dan mertua serta orang-orang lainnya yang pernah menjalin hubungan baik dengan kita selama ini. Biasanya, ketika perselisihan itu terjadi, sering kali kita merasa sebagai korban yang terzalimi sampai-sampai hati pun terasa sesak dan lelah akan hal ini. Padahal, perlu direnungkan kembali dengan kepala dingin, apa benar perselisihan itu disebabkan kesalahan orang lain atau malah justru kitalah penyebabnya namun tak sadar karena ego telah menguasai diri? Jika memang perselisihan itu disebabkan kesalahan orang lain terhadap diri kita, maka sudah seharusnya kita melapangkan hati dengan segera memaafkannya dan kembali bersikap seperti sediakala terhadapnya. Ketika kita mudah memaafkan segala kesalahan orang lain, kita pun berharap mudah-mudahan Allah Swt. juga akan rida mengampuni segala kesalahan yang ada pada diri kita. Walaupun memang terkadang terasa sangat berat, namun tetaplah kita terus berlatih melakukannya hingga benar-benar menjadi pribadi yang mudah memaafkan sebagaimana Rasulullah saw. sosok panutan kita.
Sejatinya, hati yang terasa sesak bukanlah disebabkan kesalahan orang lain terhadap diri kita, melainkan diri kita sendirilah yang menjadikan hati ini sempit seperti gelas yang tak mampu menampung kecuali hanya segelas air. Mari kita coba analogikan kesalahan orang lain ibarat segelas air kopi, dan hati ibarat gelas yang berisikan air putih. Jika kita tuangkan segelas air kopi tersebut pada gelas yang berisikan air putih, maka apa yang akan terjadi? Ya, segelas air yang tadinya berwarna putih kini berubah warna menjadi hitam kecokelatan karenanya. Apakah ada perubahan lainnya yang tampak? Ya, keadaan air yang tadinya normal kini menjadi luber disebabkan terbatasnya gelas dalam menampung air. Namun, lain halnya jika kita tuangkan segelas air kopi tersebut ke dalam lautan, apakah akan terjadi hal yang sama? Tentu tidak, justru warna hitam pekatnya segelas air kopi tersebut seolah menghilang begitu saja disebabkan banyaknya air laut yang mendominasi. Walaupun volume air lautnya menjadi bertambah, apakah laut tersebut menjadi luber? Tentu tidak, jangankan segelas air kopi, banyaknya air hujan yang mengguyur selama berjam-jam saja tidak akan membuat lautan itu menjadi banjir hingga banjir bandang.
Lalu bagaimana jika perselisihan ini terjadi disebabkan karena kesalahan kita? Tentu saja kita harus mau mengakui kesalahan tersebut dengan jujur, kemudian segera memohon ampun kepada Allah Swt. dengan perbanyak istigfar, dan juga kita pun memohon maaf pada orang yang telah kita zalimi hingga ia rida memaafkan diri kita. Namun, Jika perselisihan itu masih juga belum bisa terselesaikan, sebagai seorang muslim sudah selayaknya kita mengembalikan setiap perselisihan yang ada pada Al-Qur'an dan As-Sunah guna mendapat kemaslahatan di dunia dan akhirat. Semua ini tentunya bisa dilakukan dengan mudah ketika kita menghadapi setiap perselisihan yang ada dengan kepala dingin dan memohon pertolongan hanya kepada Allah Swt.
Saat terjadinya perselisihan antarsesama, tak jarang kedua belah pihak biasanya saling memboikot saudaranya dengan tak bertegur sapa, mendiamkannya selama berhari-hari atau bahkan hingga bertahun-tahun lamanya. Padahal jika hal ini berlangsung selama lebih dari tiga hari, maka hal tersebut telah dilarang sesuai hadis Rasulullah saw. yang artinya: “Tidak halal bagi muslim memutuskan persahabatan dengan saudaranya lebih dari tiga malam. Mereka bertemu, lalu seseorang berpaling dan lainnya juga berpaling. Yang paling baik di antara keduanya adalah yang memulai mengucapkan salam.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Memang, hanya agama Islamlah satu-satunya yang mampu memberikan tuntunan terbaik bagi para pemeluknya dalam mengarungi berbagai urusan kehidupan di dunia ini. Berikut ini terdapat salah satu hadis Nabi saw. yang mampu memberi pelajaran bagi kita dalam menjaga keharmonisan antarsesama, sehingga tak akan terjadi perselisihan yang berujung pada putusnya tali silaturahmi.
Dari Abu Hurairah r.a. ia berkata, Rasulullah saw. bersabda: “Janganlah kalian saling mendengki, janganlah saling tanajusy (menyakiti dalam jual beli), janganlah saling benci, janganlah saling membelakangi (mendiamkan) dan janganlah menjual di atas jualan saudaranya. Jadilah hamba Allah yang bersaudara. Seorang muslim adalah saudara untuk muslim lainnya. Karenanya, ia tidak boleh berbuat zalim, menelantarkan, berdusta, dan menghina yang lain. Takwa itu di sini (beliau memberi isyarat ke dadanya tiga kali), cukuplah seseorang berdosa jika ia menghina saudaranya yang muslim. Setiap muslim atas muslim lainnya itu haram darahnya, hartanya dan kehormatannya.” (HR. Muslim)
Tak selamanya hanya anak kecil saja yang perlu meniru perilaku orang dewasa dalam hidup ini. Terkadang, adakalanya orang dewasa pun perlu juga mengambil pelajaran dari perilaku anak kecil yang tentunya lebih muda darinya. Pernahkah suatu saat kita melihat perselisihan terjadi di antara sesama anak kecil? Ya, tak jarang dari perselisihan itu terjadi perkelahian hebat yang membuat salah satu atau keduanya menangis dan saling menjauh saat itu juga. Namun, lihatlah apa yang terjadi setelah satu jam atau sehari kemudian saat mereka saling bertemu kembali, bukankah keduanya terlihat baik-baik saja seolah tak pernah ada perselisihan yang terjadi di antara mereka? Ya, dengan begitu mudahnya mereka saling melupakan kesalahan-kesalahan pihak lain yang menimpa dirinya, sehingga hubungan keduanya pun tetap berjalan dengan baik seperti sediakala. Demikianlah sedikit pengingat yang semoga mampu memberi manfaat bagi kita semua. Semoga Allah Swt. melapangkan hati kita untuk senantiasa mudah dalam memaafkan dan melupakan segala kesalahan orang lain yang menimpa diri. Wallahu a’lam.[]
Menjadi pengingat untuk diri sendiri..