Kubuka Jendela Langit

Terima kasih Sang Khalik, Engkau telah memberiku waktu untuk membuka jendela langit-Mu. Untuk menjadi baik tidak selalu berawal dari yang baik, akan tetapi untuk melahirkan yang baik maka kau harus menjadikan dirimu baik pula.


Oleh: Irsad Syamsul Ainun

Aku tidaklah lahir dari lingkungan yang agamais, kehidupan ayah, ibu, dan keluargaku biasa-biasa saja. Ya, dalam arti yang hidup ya istilahnya hanya untuk hidup setelah itu mati dan meninggalkan apa yang kita miliki.

Di sekitar tempat tinggal bahkan di sekelilingku selalu berkata, "Makan memang, belanja memang, Berpenampilan yang bagus-bagus mi, soalnya kalau mati hanya akan membawa kain kafan dan bunyi linggis."

Ibarat celana ya teloro bahasa tolakinya kayaknya. Ya, kalau masih bermanfaat dipakai kalau tidak ya dibuang.
Asas manfaat memang ini.

Aku tahu dan hanya sekadar tahu tanpa memahami apa makna penciptaanku. Hingga aku pernah menuliskan sebuah surat dan meninggalkannya di dinding rumah, kusampaikan pada adikku, "Tolong kasih ini ke Mama." Padahal aku sangat tahu, Mama tak bisa membaca. Jadi kutambahi pesanku pada adikku untuk meminta orang lain agar membacakan suratku untuk Mama.

Jika kuingat saat ini, rasanya aku ini anak durhaka banget tahu. Sudah tahu Mama tak tahu membaca, jangankan membaca huruf ditabrak huruf aja beliau tak akan tahu katanya huruf apa itu?

Ya Rabb…. Alangkah bodohnya aku.
Aku pun pergi meninggalkan rumah, tanpa izin dari Mama, maupun Bapak.

Pergi bukan untuk mencari ilmu tapi pergi untuk memuaskan gharizah nau. Ya Allah, sifatnya yang campur baur, terjadi ikhtilat, dan lain-lain.

Pulang dari kepergian jangan tanyakan murka Mama saat itu. Aku belum nyampe rumah, dayun sampan sudah menunggu di depan pintu, sandal jepit sudah ditumpuk dalam kamar.

Aku melarikan diri.
Karena di belakang rumah ada pohon kelapa, kupanjatlah ke sana, padahal aku ini mana jago manjat kelapa, kalau manjat pohon kedondong itu aku banget secara depan rumah ada pohon kedondong dan itu masuk kategori buah favorit aku banget.

Kupandangi Mama dari atas pohon, menakutkan. Pas Mama masuk rumah, niatnya mau turun dari pohon malah dihadang babi hutan.

Astagfirullah
Jadinya aku memutuskan untuk tetap menjaga keseimbangan di atas pohon kelapa. Bisa dibayangkan bagaimana model perempuan yang manjat pohon.

Azan Magrib berkumandang, kulihat Mama meninggalkan rumah, menuju dusun sebelah. Beliau menemui sobat aku ini. Menanyakan siapa yang berani mengajakku keluar.

Malunya itu pakai banget. Secara bisa dibilang Mama itu didikan ala militernya keluar apalagi kalau anak perempuan keluar tanpa izin dari rumah. Ya Allah, tamat sudah riwayatku. Kala itu aku masih duduk di bangku menengah pertama.

Kuturun pelan-pelan dari atas pohon. Alhasil semua baik-baik saja. Kubuka pintu rumah dengan berbagai rasa, kuganti pakaianku dan tanpa mandi lagi ini. Kuselimuti badan dengan sarung, dan kuhadapkan wajah ke arah selatan. Pokoknya apapun yang akan Mama lakukan aku dah siap sudah.

Mama membuka pintu. Hmmmmmmmm….. Mulai suaranya memanggil namaku, "Tina!!!!" Tina…. Tina….

Mana berani aku menjawab. Kututup mataku rapat-rapat, kutahan napas dalam-dalam. Oooh, mati sudah aku.

Dalam hitungan detik, sandal jepit melayang di badan….. Aaaaaaah….. Teriakku..

Tidak ada perlawanan, aku hanya menangis. Tak ada kata yang keluar dari mulutku. Mama melayangkan beberapa pukulan padaku. Dengan kemarahannya kemudian bertanya, "Siapa yang mengizinkanmu pergi ke acara? Bapakmukah? Kakakmukah? Atau sayakah?"

Tak ada satu pun jawaban yang kuberikan.

"Belum apa-apa kamu sudah berani main-main surat ya? Pernah Mama mengajarimu begitu?"

Dan semua pertanyaan masih dilayangkan oleh Mama, dan kujawab dengan satu kalimat rangkuman jawaban, "Tidak."

Saat itu duniaku seolah berganti. Sejurus kemudian Mama mulai mengendalikan amarahnya, aku diam tanpa suara, melihat wajahnya dari sudut mataku, Mama menangis, dan aku masih dengan rasa sakit, serta penyesalan.

Sejak hari itu, aku berjanji tidak akan keluar rumah tanpa izin darinya.

Waktu terus bergulir, kuputuskan untuk melanjutkan studi yang jauh dari mereka, niatnya saat itu aku ingin berbeda, mau mengukir nama yang baik untuk Bapak dan Mama.

Terakhir kali aku diantarkan oleh Bapak ke tanah yang membuatku merasa terdidik.

Ya, Pulau Buton. Aku menceritakan keseharianku pada saudara ayahku di sana. Dan menjadi tamparan keras buatku ketika beliau berkata, "Kami tidak punya keturunan seperti itu!"

Robbi.. Bisakah kuputar waktu untuk memperbaiki kesalahanku?

Sejak itulah, kuimpikan sebuah pekerjaan dimana aku harus bisa meninggalkan sesuatu yang akan menjadikanku manusia berguna.

Jika harimau mati meninggalkan belang, maka aku ingin mati meninggalkan tulisan.

Kuazamkan dalam diriku untuk menyematkan nama Bapakku pada setiap karya-karyaku. Maka kusingkat namaku yang panjangnya semeter Irna Sari Dewi kusingkan jadi Irsad, Syamsul nama Bapakku, dan Ainun berarti mata.

Maka lahirlah Irsad Syamsul Ainun. Nama yang di dalamnya ada nama Bapakku. Beliau memang tak bisa melihatku meraih toga gelarku, tapi aku ingin menjadi anak yang berguna untuknya. Aku azamkan dalam diriku untuk menjaga hijabku.

Karena jika tidak, maka ayahku akan semakin berat siksaannya.

Hari ini kedua orang tuaku telah tiada, tapi harapanku masih akan terus hidup untuk mengharumkan nama mereka berdua lewat karyaku.

Terima kasih Sang Khalik, Engkau telah memberiku waktu untuk membuka jendela langit-Mu. Untuk menjadi baik tidak selalu berawal dari yang baik, akan tetapi untuk melahirkan yang baik maka kau harus menjadikan dirimu baik pula.

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Kontributor NarasiPost.Com Dan Pegiat Pena Banua
Irsad Syamsul Ainun Kontributor NarasiPost.Com
Previous
Papua, Riwayatmu Kini
Next
Pencemaran Lingkungan dan Krisis Air di Bekasi
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram