"Dalam sistem kapitalisme sekuler saat ini, pemahaman agama makin dijauhkan dari kehidupan masyarakat. Sehingga, tak aneh ketika muncul orang-orang yang akan melanggar aturan agama untuk memuaskan keinginannya, termasuk keinginan menumpuk harta."
Oleh. Diyani Aqorib
(Kontributor NarasiPost.Com dan Aktivis Muslimah Bekasi)
NarasiPost.Com-Korupsi. Satu kata yang makin sering didengar oleh masyarakat. Seperti makanan sehari-hari, berita mengenai kasus korupsi berseliweran di televisi. Untuk memberantas praktik korupsi, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pun menggencarkan aksinya. Mulai dari tangkap tangan si pelaku, sampai membuat program-program di dunia pendidikan untuk mencegah terjadinya korupsi. Bahkan, baru-baru ini dalam menyambut Hari Antikorupsi Sedunia (Hakordia) 2022, ketua KPK Firli Bahuri dalam pidatonya menekankan dalam pemberantasan korupsi ada upaya pencegahan, pendidikan, di samping penindakan. (detiknews.com, 11/12/2022)
Namun, pada faktanya kasus korupsi di negeri ini makin merajalela. Mulai dari kalangan pejabat teras atas, sampai pejabat di wilayah. Seperti kasus korupsi yang dilakukan oleh Wakil Ketua DPRD Jawa Timur, Sahat Tua Simandjuntak bersama 3 orang rekannya tersandung kasus suap pengurusan dana hibah untuk kelompok masyarakat. Keempat orang tersebut ditangkap KPK dalam operasi tangkap tangan (OTT) di sejumlah tempat di Jawa Timur pada Rabu (14/12) malam. (detiknews.com, 18/12/2022)
Lebih miris lagi, ketika sebulan yang lalu KPK resmi menetapkan Hakim Agung Gazalba Saleh menjadi tersangka kasus suap penanganan perkara di lingkungan Mahkamah Agung (MA). Gazalba dan dua stafnya diduga menerima uang suap senilai SGD 202.000 terkait pengurusan perkara. Sontak hal ini mengejutkan masyarakat. Bagaimana bisa seorang hakim agung yang seharusnya dapat menyelesaikan perkara dengan adil, justru terlibat kasus suap untuk memuluskan perkara kejahatan?
Akar Masalah Merajalelanya Korupsi
Kasus korupsi seakan tidak pernah berhenti. Terjadi hampir di semua provinsi. Mulai dari kasus suap, penyalahgunaan uang negara, sampai gratifikasi. Lantas, mengapa kasus-kasus seperti ini terus terjadi? Padahal KPK selalu mengungkap dan menangkap pelakunya.
Korupsi itu sendiri berasal dari bahasa Latin, corruptio atau corruptus. Corruptio memiliki arti beragam, yakni tindakan merusak atau menghancurkan. Corruptio juga diartikan kebusukan, keburukan, kebejatan, ketidakjujuran, dapat disuap, tidak bermoral, penyimpangan dari kesucian. Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), korupsi adalah penyelewengan atau penyalahgunaan uang negara untuk kepentingan pribadi atau orang lain.
Lalu mengapa orang tergiur untuk melakukan tindak korupsi? Jawabannya bisa bermacam-macam. Salah satunya, karena tuntutan atau gaya hidup yang hedonis, ingin hidup mewah dan terpandang atau memiliki kekayaan yang sebanyak-banyaknya. Demi memuaskan diri dan mendapatkan prestise di tengah masyarakat. Entah apakah dorongan itu datang dari diri sendiri atau keluarga. Namun, yang jelas kebiasaan hidup seperti itu muncul dari sistem kapitalisme sekuler seperti sekarang.
Dalam sistem kapitalisme sekuler saat ini, pemahaman agama makin dijauhkan dari kehidupan masyarakat. Sehingga, tak aneh ketika muncul orang-orang yang akan melanggar aturan agama untuk memuaskan keinginannya, termasuk keinginan menumpuk harta. Apalagi negara dalam sistem kapitalisme tidak akan melindungi akidah umat dan tidak peduli dengan kerusakan akhlak warga negaranya. Akhirnya, kejahatan dan kemaksiatan terjadi di mana-mana. Salah satunya adalah merajalelanya korupsi. Namun, kondisi seperti ini tidak akan terjadi jika sistem Islam diterapkan secara kaffah. Lalu, bagaimana Islam mencegah dan memberantas korupsi?
Solusi Islam Atasi Korupsi
Islam adalah agama yang sempurna. Karena Islam tidak hanya mengatur masalah ibadah ritual, tetapi juga kehidupan bernegara. Seperti dalam mengangkat pejabat negara, maka tingkat ketakwaan dan pemahaman agamanya harus baik. Sehingga, dia harus memiliki keyakinan bahwa dirinya hanyalah pelayan rakyat yang harus mempertanggungjawabkan semua perbuatannya di hadapan Allah Swt. kelak. Ketakwaan individu seperti ini yang akan mencegah seseorang untuk melakukan kejahatan, seperti korupsi.
Di samping itu, pejabat-pejabat negara dalam Islam akan diberikan fasilitas yang cukup untuk memenuhi kebutuhannya, terutama yang berhubungan dengan amanah yang diembannya. Sehingga, mereka bisa fokus dalam mengurusi urusan rakyat.
Guna mencegah terjadinya korupsi, maka semua peluang yang dapat menjerumuskan seseorang dalam tindak korupsi akan dihindari. Pun disertai dengan sanksi yang tegas bagi pelaku korupsi atau koruptor. Khalifah melalui para hakimnya tidak akan segan-segan untuk menjatuhi hukuman yang setimpal dan membuat jera para koruptor. Bila sangat merugikan negara, maka hukuman mati sudah menanti. Dengan begitu, hal ini akan mencegah orang lain untuk melakukan korupsi.
Inilah solusi Islam yang akan memberantas korupsi sampai ke akarnya. Sehingga, tidak ada lagi para pejabat yang berani menyalahgunakan jabatannya untuk memperkaya diri maupun keluarganya. Di mana semua itu hanya bisa diterapkan dalam sistem Khilafah Rasyidah, yang akan menerapkan syariat Islam secara kaffah dan menegakkan hukum dengan seadil-adilnya.
Wallahu a'lam bish shawwab[]