”Mana saja, selama pilihan itu yang bisa jadi ladang kita lebih dekat pada Allah. Jangan lupa niatkan untuk ibadah. Pahami konsekuensi masing-masing.”
Oleh. Keni Rahayu
(Kontributor NarasiPost.Com dan Penulis Buku Sebab Perasaan bukan Tuhan)
NarasiPost.Com-Life quarter crisis. Satu kondisi di mana kita sedang merasa insecure dengan diri kita. Kita merasa kita diam di tempat, sedangkan teman-teman kita berlari sangat hebat. Pencapaian orang lain begitu menyilaukan. Bercermin diri, rasanya kok gini-gini saja.
Salah satu pertanyaan yang bikin minder adalah "Kapan lulus?" Giliran sudah lulus ditanya, "Kapan menikah?". Pertanyaan ini sangat sulit dijawab. Karena yang ditanya juga bingung harus jawab apa. Ditambah salah satu efek jelek media sosial adalah FOMO, takut ketinggalan pencapaian. Padahal kalau dipikir-pikir, ukuran sepatu kita pasti beda sama teman-teman kita 'kan? Setiap bunga punya waktu masing-masing buat berkembang. Kamu setuju?
Tentukan Tujuan
Yang perlu teman-teman pahami sebelum mengambil langkah, kita wajib punya konsep dasar dalam hidup ini. Apa tujuan kita hidup di dunia, maka tiap langkah harian kita tidak boleh menyalahinya. Sudahkah kita paham bahwa manusia bukan makhluk super. Ia lemah, terbatas, serba kurang. Dengan keterbatasannya, manusia butuh pada Zat yang Maha Hebat dan Tidak Terbatas, ialah Allah subhanahuwataala.
Ketika tertanam dalam jiwa kita bahwa manusia adalah hamba Allah dan suatu hari akan kembali pada-Nya, maka tujuan hidup ini bukan kita yang tentukan. Allah sebagai pencipta dan tempat manusia kembali lebih berhak melakukannya. Dalam surat cinta-Nya, terkalam bahwa manusia diciptakan untuk beribadah kepada Allah (QS. Az-Zariyat:56). Hidup manusia dibingkai indah dalam syariat Islam untuk membangun keserasian egoisme manusia. Adalah hablum minallah, hablum minannas, hablum minan nafsi bagian dari pola syariat Allah, bentuk cinta pada manusia. Segala aktivitas manusia yang sesuai dengan tiga hablu tadi, itulah yang disebut ibadah.
Maka, pilihan mana di antara kuliah dan menikah yang hendaknya kita pilih? Mana saja, selama pilihan itu yang bisa jadi ladang kita lebih dekat pada Allah. Jangan lupa niatkan untuk ibadah. Pahami konsekuensi masing-masing. Ukur kapasitas kita. Pilihan mana yang mampu kita jalani, ambil saja. Berani ambil keputusan harus siap menanggung konsekuensi. Sebab tiap pilihan pasti ada risiko, maka yakinlah kamu punya ilmu untuk menjawab itu dengan respons terbaik.
Kuatkan Fondasi
Kuliah atau menikah, sama-sama butuh ilmu. Keduanya sama-sama ada bekal yang harus disiapkan. Mau lanjut kuliah, niatkanlah untuk mencari ilmu. Masalah pekerjaan itu hal lain. Serahkan pada Allah, sebab urusan rezeki itu sudah pasti. Tapi mantaplah dengan pilihan agar berhasil sampai akhir mendarat di tujuan. Memakai toga, memenuhi amanah orang tua.
Jangan sampai, beratnya mengenyam bangku pendidikan membuat kita patah harapan. Kita menyerah dan ingin menikah saja! Itu bukan solusi ya, teman. Menikah juga sebuah keputusan besar. Lakukanlah hanya jika kita telah matang dan menyiapkan ilmunya. Sebab menikah berarti siap meredam ego diri. Bahtera yang kita tumpangi bukan milik orang tua lagi, melainkan ada di kendali kita bersama ’orang asing' yang akan menjadi sahabat (insyaallah) selamanya. Bisa terbayangkan, kita tak boleh bosan di sana sebelum benar-benar telah sampai tujuan. Rentang waktu kuliah tak lebih lama dari menikah. Jika kuliah tiga-empat tahun saja kita menyerah, apalagi menikah?
Kuliahlah jika telah lurus niat kita. Menikahlah jika telah siap bekal kita. Jangan lakukan keduanya hanya jika untuk memuaskan tanda tanya netizen belaka. Jangan, teman. Hidup kita lebih berharga jika dijalani sebatas ego diri. Kita harus pegang kendali hidup kita.
Ada kutipan indah dari Ustaz Felix Siauw. Intinya, apa yang orang lain bilang tentang kita, itu sama sekali tidak akan mampu mendefinisikan siapa kita. Respons kita terhadapnyalah yang menentukan nilai kita di hadapan Allah.
Penutup
Untuk temanku yang mulai menginjak usia dewasa. Tua itu pasti, dewasa itu pilihan. Usia tidak menjamin kedewasaan. Dewasa juga belum tentu hanya dimilki oleh mereka yang matang usianya. Maka, menjadi dewasa butuh ilmu. Ilmu inilah yang akan menuntun kita mengambil jalan mana yang akan ditempuh dalam episode indah hidup kita.
Menikah atau kuliah, silakan saja. Asal dalam prosesnya selalu melibatkan Allah baik dari segi konsep maupun tata caranya. Kamu tahu ‘kan kemana kamu harus berlari setelah ini? Ya, ngaji. Cari guru. Tumpah ruahkan segala tanyamu pada yang berilmu. Mintalah petunjuk agar terang jalan hidup kita yang berliku. Wallahu a'lam bishowab.[]