”Sungguh miris, akibat liberalisme ekonomi, rakyat harus menderita, sedangkan para kapitalis berpesta pora.”
Oleh. Ragil Rahayu, S.E.
(Tim Penulis Inti NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Lagi-lagi terjadi demo besar-besaran di Eropa. Kali ini terjadi di Brussel, Belgia. Sekitar 16.500 orang dari kalangan buruh turun ke jalan pada Jumat (16-12-2022). Mereka memprotes tingginya biaya hidup dan menuntut kenaikan gaji dan pensiun.
Demonstrasi Merata di Eropa
Kondisi negara-negara di Eropa memang sedang tidak baik-baik saja. Jika dulu Eropa identik dengan kesejahteraan, kini kondisinya berbeda. Inflasi membumbung tinggi di benua biru ini. Angka inflasi di zona Euro mencapai 10%, sedangkan di Belgia 10,63% pada November lalu (CNBC Indonesia, 17-12-2022).
Aksi protes tidak hanya terjadi di Belgia. Sebelumnya, sebanyak 100 ribu perawat melakukan demonstrasi di Inggris. Mereka mogok kerja menuntut kenaikan gaji karena biaya hidup terus terkerek naik. Masih di Inggris, pada Sabtu (1-10-2022) ribuan warga melakukan aksi protes atas krisis biaya hidup karena lonjakan harga gas dan listrik yang tinggi.
Selain di Belgia dan Inggris, selama Oktober 2022, demonstrasi meluas di beberapa negara di Eropa. Yaitu di Rumania, Ceko, Hungaria, Prancis, Jerman, dan Spanyol.
Di Rumania, ribuan warga memprotes kenaikan biaya energi, makanan, dan kebutuhan pokok lainnya. Di Praha, Ceko pengunjuk rasa menuntut pemerintah koalisi pro-Barat mundur dari perang Rusia-Ukraina karena embargo Rusia telah menyebabkan lonjakan harga energi.
Sementara itu, di Budapest, Hungaria warga protes terhadap perdana menteri karena dianggap gagal menjaga stabilitas ekonomi. Sedangkan di Prancis para pekerja mogok demi menuntut kenaikan gaji karena melambungnya harga barang kebutuhan pokok.
Di Jerman, 24 ribu orang melakukan demonstrasi menuntut penyelesaian krisis energi. Sedangkan di Madrid, Spanyol, 80 ribu pekerja turun ke jalan menuntut kenaikan gaji karena inflasi yang makin tinggi.
Krisis Energi
Gelombang demonstrasi yang terjadi di Eropa berpangkal pada krisis energi yang terjadi karena perang Rusia-Ukraina. Eropa mengembargo Rusia, sebagai balasan, Rusia memotong ekspor gas alam ke Eropa sebanyak 20% . Padahal, selama ini Rusia merupakan pemasok energi utama bagi Eropa. Bisa dikatakan, Eropa sangat tergantung pada pasokan energi dari Rusia. Ketika mereka mengembargo Rusia, yang terjadi ibarat senjata makan tuan. Mereka sendiri yang rugi.
Ketika pasokan gas dari Rusia putus, Eropa tidak siap untuk memproduksi energi sendiri. PLTN yang dulu pernah ada, sudah lebih dari satu dekade tidak aktif. Akibatnya terjadi kekurangan energi yang berdampak pada melonjaknya harga energi. Tagihan energi gas pada Oktober tahun ini melonjak hingga 111% dibandingkan Oktober tahun lalu. Dampak lanjutannya adalah banyak industri yang tutup karena mahalnya harga energi. Berikutnya, karena banyak industri yang tutup, banyak karyawan yang di-PHK. Pengangguran di mana-mana.
Jika kita telisik lebih dalam, problem kekurangan energi yang Eropa alami bukan semata karena embargo, tetapi juga karena liberalisme ekonomi di sana. Energi merupakan komoditas strategis di sebuah negara, seharusnya berada di bawah kendali penuh negara. Namun, karena menganut ekonomi kapitalisme yang liberal, akhirnya sektor energi diserahkan pada mekanisme pasar sehingga swasta bisa menaikkan harga sesukanya ketika stok sedikit.
Pada krisis ini, ketika banyak rakyat miskin mengalami kesulitan ekonomi, perusahaan energi di Eropa justru meraup cuan berlimpah. Raksasa energi seperti British Petroleum (BP), Shell, dan ExxonMobil mencatatkan rekor laba. BP dikabarkan mencetak rekor laba kuartalan tertinggi dalam 14 tahun terakhir. Sungguh miris, akibat liberalisme ekonomi, rakyat harus menderita, sedangkan para kapitalis berpesta pora.
Pentingnya Kedaulatan Energi dalam Khilafah
Krisis energi di Eropa menjadi pelajaran bagi kita bahwa energi merupakan komoditas yang sangat penting, bahkan strategis. Kekurangan energi bisa membuat negara kolaps. Jika negara Islam (Daulah Khilafah) kolaps, akan menjadi jalan bagi negara kafir untuk menguasainya melalui jalur ekonomi. Dengan demikian, kedaulatan energi berpengaruh pada kedaulatan negara.
Krisis energi tidak boleh terjadi dalam negaranya umat Islam. Karena yang dipertaruhkan bukan hanya ekonomi, tetapi juga kedaulatan negara, bahkan tegaknya Islam. Sungguh sempurna aturan Islam yang menetapkan energi sebagai kepemilikan umum sehingga mencegah terjadinya swastanisasi. Rasulullah saw. bersabda terkait energi,
اَلْمُسْلِمُوْنَ شُرَكَاءُ في ثلَاَثٍ فِي الْكَلَإِ وَالْماَءِ وَالنَّارِ
"Kaum muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air, dan api." (HR Abu Dawud dan Ahmad)
Berdasarkan hadis ini, penyebutan padang rumput, air, dan api maksudnya adalah semua fasilitas umum yang dibutuhkan secara bersama oleh seluruh rakyat sehingga tidak boleh dikuasai individu. Oleh karenanya, energi yang termasuk kebutuhan publik tidak boleh dikuasai individu, melainkan harus diurus dan dikelola negara.
Negara Khilafah harus menjamin kecukupan pasokan energi. Bisa dari minyak bumi, gas alam, maupun nuklir. Negara Khilafah juga harus membangun pembangkit listrik dalam jumlah yang mencukupi sehingga efektif mencegah kekurangan energi. Wallahualam.[]