Pentingnya Memperbarui Keimanan

"Maka seorang muslim lebih-lebih para pengemban dakwah hendaknya terus memperbarui keimanannya. Pembaruan iman ini sangat penting. Sebab, terkadang karena kesibukan dalam menjalankan tugas dakwah atau karena sibuk mempelajari masalah-masalah dakwah dan mencurahkan segenap pikiran demi perjuangan Islam, membuat para pengemban dakwah lupa memperbarui iman."

Oleh. Aya Ummu Najwa
(Kontributor NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Dalam kitabnya Al Umm, Imam Asy Syafi’i berkata mengenai iman, “Telah terjadi kesepakatan di kalangan para sahabat, tabiin, dan juga tabi'ut tabiin atau generasi setelah mereka, bahwasanya iman adalah perkataan, perbuatan, dan niat." Tidaklah dapat dibenarkan hanya mencakup salah satu unsur saja tanpa unsur yang lainnya. Maka keimanan seorang muslim tidak boleh hanya ada di dalam hati semata. Namun, haruslah meliputi perkataan serta perbuatan anggota badannya.

Abu Darda radhiyallahu anhu menyampaikan sebuah kalimat yang begitu indah terkait keimanan dalam kitab Al-Wajiz Fi Aqidatis Salafish Shalih, karya Abdullah bin Abdul Hamid, hal. 95, “Iman itu laksana baju seseorang di antara kalian, terkadang ia ditanggalkan dan terkadang ia dipakai. Demi Allah, tidaklah seorang hamba merasa aman atas imannya kecuali iman itu dicabut darinya, sehingga ia pun kehilangannya.”

Keadaan iman seorang hamba dapat mengalami peningkatan maupun penurunan. Sebagaimana disampaikan dalam hadis Rasulullah shalallahu alaihi wasallam yang diriwayatkan oleh Imam Al-Hakim dalam Kitabnya Al-Mustadrak:

قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «إِنَّ الْإِيمَانَ لَيَخْلَقُ فِي جَوْفِ أَحَدِكُمْ كَمَا يَخْلَقُ الثَّوْبُ الْخَلِقُ، فَاسْأَلُوا اللَّهَ أَنْ يُجَدِّدَ الْإِيمَانَ فِي قُلُوبِكُمْ»

"Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bersabda, 'Sesungguhnya iman akan hilang di dalam diri kalian laksana punahnya pakaian yang usang. Maka dari itu, mohonlah kepada Allah agar senantiasa memperbarui iman dalam hati kalian.'"

Dalam Syarah Ushul I’tiqad, 5/959, Al-Lalika'i meriwayatkan bahwa, ketika ditanya terkait iman dapat bertambah, Imam Al-Auza’i menjawab: “Ya, benar. Sampai membesar layaknya gunung”. Kemudian ia ditanya lagi, apakah sebaliknya, iman dapat berkurang? Ia kembali menjawab: “Ya, benar. Sampai tidak tersisa sedikitpun”

Sementara dalam Thabaqatul Hanabilah, 1/259 yang diriwayatkan oleh Abu Ya'la, Imam Ahmad bin Hanbal ketika ditanya tentang hal serupa, ia menjawab: “Iman bertambah hingga melebihi tingginya langit yang tujuh, dan berkurang hingga lebih rendah dari bumi yang tujuh.”

Begitulah keadaan iman dalam diri seseorang. Ia tak akan bertahan dalam satu kondisi. Ia akan bertambah dan juga berkurang. Hal ini akan menimpa siapa saja, tak terkecuali seorang pengemban dakwah sekalipun. Maka seorang muslim lebih-lebih para pengemban dakwah hendaknya terus memperbarui keimanannya. Pembaruan iman ini sangat penting. Sebab, terkadang karena kesibukan dalam menjalankan tugas dakwah atau karena sibuk mempelajari masalah-masalah dakwah dan mencurahkan segenap pikiran demi perjuangan Islam, membuat para pengemban dakwah lupa memperbarui iman.

Para pengemban dakwah kadang tidak sempat lagi mengurusi kalbunya dan memberikan perhatian penuh pada imannya. Padahal seorang muslim dan para pengemban dakwah harus berjalan kepada Allah dengan kalbunya yang menuntunnya pada amal-amal dakwah. Pengabaian terhadap perkara ini tanpa penanganan yang serius, sering menjadikan para pengemban dakwah merasa dakwah hanya sebagai rutinitas semata. Raganya bergerak tanpa ruh, dan bisa jadi, dalam kondisi seperti ini para pengemban dakwah banyak bicara yang tidak berguna, berinteraksi dengan orang lain bukan demi kemaslahatan agama dan dakwah, banyak tidur atau bermalas-malasan, tidak berusaha mengatur waktunya, dan menghabiskan waktunya untuk hal-hal yang mubah yang tidak berfaedah.

Tidak jarang kita dapati para pengemban dakwah yang keluar dari barisan dakwah karena kehabisan bekal kalbu, sehingga ia gugur dalam kesesatan dan kehinaan syahwat. Bahkan separuh perjalanan dakwahnya, ia terserang penyakit seperti cinta dunia, rakus, egois, sombong, ujub, merasa bahwa dirinya dibutuhkan oleh dakwah, padahal dirinyalah yang membutuhkan dakwah sebagai bekal bertemu dengan Allah kelak.

Mereka cenderung lupa akan perintah Rasulullah kepada umatnya untuk senantiasa memperbarui keimanan. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda di dalam hadis riwayat Imam At-Tirmidzi dan Imam Ahmad, " Perbaharuilah agama atau iman kalian."
Karena itulah para pengemban dakwah harus memberi porsi perhatian yang cukup pada kalbunya, dan tidak mengabaikan kualitas imannya. Ia tidak boleh mengabaikan kualitas dakwahnya, sebab kemenangan Islam hanya diberikan kepada orang-orang yang ikhlas dan bersungguh-sungguh di dalam melakukan amalan dakwah, dan tidak merasa paling berperan dalam dakwah.

Sungguh keimanan yang kuat, apalagi sebagai timbangan berbagai keutamaan pada hari kiamat kelak adalah sesuatu yang harus dimiliki oleh seorang pengemban dakwah. Inilah yang dapat mengatasi berbagai rintangan dan kesulitan dalam upaya pengembangan dakwah. Keimanan yang kuat juga memungkinkan pengemban dakwah berhasil menghindarkan diri dari berbagai godaan dan tawaran-tawaran istimewa yang disodorkan kepadanya. Juga dapat melepaskan mereka dari deretan berbagai keinginan dan hawa nafsu yang mendominasinya, dengan begitu dia akan menjadi api yang menyala-nyala, gerak yang dinamis, serta aktivitas yang berkesinambungan, yang dapat mengalahkan segala rintangan, mengatasi segala godaan dan kesesatan, serta menyingkirkan berbagai keinginan dan syahwat. Dengan demikian ia akan menjadi sebuah representasi dari Islam yang hidup, diliputi dengan pemeliharaan pertolongan dan taufik dari Allah yang dapat menyebabkan dirinya berhak mendapatkan pertolongan Allah, sehingga berbagai kebaikan berada di tangannya.

Dalam upaya memperbarui keimanan ini maka pengemban dakwah harus melaksanakan kiat-kiatnya, di antaranya adalah:

Pertama, senantiasa bertakarub ilallah atau mendekatkan diri kepada Allah, dengan senantiasa mengokohkan akidahnya, memperkuat tauhidnya dan mentadaburi Al-Qur'an, sehingga ia akan terus merasa bahwa dirinya adalah hamba Allah yang harus terus lurus menjalankan kewajibannya yaitu beribadah kepada Allah. Ia sangat menjaga ibadah mahdanya sebagai pengisi energinya dalam berdakwah. Ia pun terus belajar menjaga amalan hatinya agar senantiasa dalam koridor yang ditentukan Allah.

Kedua, semangat mengkaji ilmu. Pengemban dakwah tak akan pernah merasa cukup dengan ilmu dan tsaqafah yang ia miliki. Ia akan terus mengkaji Islam demi meningkatkan kualitas keimanan dan juga dakwahnya. Ia akan merasa bahwa dirinya masih belum tahu apa-apa dan harus terus belajar. Karena sesungguhnya ilmu Islam itu sangatlah luas. Dengan terus mengkaji, diharapkan ia akan semakin tawaduk dan terhindar dari penyakit merasa paling hebat, sombong, riya', dan sebagainya. Bukankah dakwah membutuhkan ilmu, dan ilmu dibutuhkan dalam dakwah?

Ilmu syariat akan menuntun seorang mukmin untuk lebih bertakwa dan takut kepada Allah. Pelajarilah ilmu yang berkaitan dengan kewajiban kepada Allah, Sirah Nabawiyah dan para sahabat, fikih dan ilmu-ilmu syar'i lainnya. Ibnul Qoyyim dalam Miftahu Daaris Sa’adah 1/123 menukil perkataan Khalifah Ali bin Abi Thalib radhiyallahu anhu bahwa, "Ilmu akan membawa mereka merasakan hakikat kesempurnaan dan manisnya iman, sehingga mereka akan merasa ringan dan mudah dalam melaksanakan ibadah dan pendekatan diri kepada Allah. Yang semua itu akan dirasakan berat oleh orang-orang yang melampaui batas yang lalai dari ilmu, sementara mereka merasa senang dan suka mengerjakan amalan-amalan sahih dan ketaatan kepada Allah, yang semua hal ini tidak disenangi oleh orang-orang yang jahil atau bodoh."

Ketiga, sami'na waata'na atau kami dengar dan kami patuh terhadap pemimpin. Sebagai bagian dari barisan dakwah berjemaah, seorang pengemban dakwah haruslah menekan ego dan mengesampingkan pribadinya. Ia harus senantiasa berjalan dalam aturan yang telah ditentukan oleh pemimpinnya sebagai pengelola dakwah. Dakwah tidak dapat dilakukan hanya dengan semangat tanpa pengaturan. Dakwah adalah aktivitas paling mulia, namun jika dilakukan tanpa pengelolaan dan manajemen maka ia akan rusak dan berbahaya, hingga tujuan mulia kebangkitan Islam hanyalah menjadi impian semata. Maka di sinilah dibutuhkan jiwa-jiwa yang lapang dan ikhlas.

Keempat, senantiasa perbarui niat dakwah. Niat adalah kunci dari tertolak atau diterimanya sebuah amalan. Maka kemurnian niat inilah yang akan menentukan kualitas dakwah. Niat adalah cerminan keimanan. Ia harus senantiasa diperbaiki dan diperbarui. Niat ikhlas karena Allah dan sesuai dengan apa yang Rasulullah ajarkan adalah akidah yang lurus. Hal inilah yang harus terus ada dalam dada para pengemban dakwah, bukan karena manusia, kedudukan, popularitas, atau harta dunia.

Sungguh di tengah gempuran pemikiran dan propaganda musuh-musuh Islam, pengemban dakwah harus terus memperbarui keimanannya, agar terus kokoh dan mengakar di hatinya. Perbanyaklah doa yang diajarkan oleh Rasulullah di antaranya adalah doa yang dikatakan oleh Ummu Salamah sebagai doa yang paling banyak dibaca oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, doa ini pun diriwayatkan oleh Tirmidzi V/238, Ahmad IV/182, Hakim I/525,528, dan disahihkan oleh Adz-Dzahabi.

يا مقلب القلوب ثبت قلبي على دينك

“Wahai yang Maha Membolak-balikan hati, tetapkanlah hatiku selalu di atas agama-Mu.”

Wallahu a'lam[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Kontributor NarasiPost.Com Dan Pegiat Pena Banua
Aya Ummu Najwa Salah satu Penulis Tim Inti NP
Previous
Meneropong Kesalahan dalam Penulisan
Next
Kaumbai (Bulu Babi), Makanan Favorit Suku Buton Hingga Jepang
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram