"Allah menimpakan istidraj bagi para pelaku maksiat dengan memberikan kenikmatan dan kebahagiaan. Mereka akan merasa aman dan tidak merasa khawatir jebakan kenikmatan ini, padahal mereka terus-menerus membodohi diri sendiri dengan terus berada dalam kemaksiatan sehingga turunlah murka Allah yang menimpa mereka."
Oleh. Aya Ummu Najwa
(Kontributor NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Tak jarang di antara kita berbangga ketika bergelimang kemewahan, menduduki jabatan yang mentereng, bisnisnya sukses, serta kenikmatan yang serupa, padahal kita jarang dan malas beribadah. Kadang kita terlalu terburu-buru untuk merasa senang dan berbunga-bunga dengan apa yang kita dapat saat itu. Karena bisa jadi ketika semua kesuksesan yang kita dapatkan itu berasal dari jalan yang menyimpang dari syariat, dilarang Allah, menzalimi orang lain, maka sejatinya keberhasilan itu bukan nikmat tapi niqmah atau malapetaka yang harus kita waspadai.
Malapetaka tak selamanya sesuatu yang menyedihkan dan menguras air mata. Ada sebagian malapetaka yang Allah timpakan kepada manusia berupa kesenangan, dan di dalam Islam hal ini disebut istidraj. Dari kata "daraja" yang berarti tingkatan selanjutnya, yaitu azab dari Allah untuk hambanya sedikit demi sedikit atau berangsur-angsur. Inilah jebakan bagi manusia yang sering membuat seorang hamba semakin lalai dan jatuh dalam kebinasaan. Sebagaimana firman Allah: Al-Qalam ayat 44,
سَنَسْتَدْرِجُهُمْ مِنْ حَيْثُ لاَ يَعْلَمُونَ
"Kelak kami hukum mereka sedikit demi sedikit dari arah yang tidak mereka sangka-sangka"
Maka dari itu, para ulama dari kalangan tabi'ut tabi'in banyak berpesan kepada kita, salah satunya adalah Abdullah Ibnu Mubarak rahimahullah yang mengatakan dalam kitabnya Kitaabuj Jihad, "Orang cerdas tidak akan pernah merasa aman dari empat perkara, yaitu dosa yang pernah dikerjakan, dia tidak mengetahui apakah yang akan Allah lakukan atas dirinya, umur yang tersisa, dia tidak mengetahui perkara apa yang akan mencelakakannya, keutamaan yang Allah berikan kepada hamba-Nya, dia tidak mengetahui apakah itu adalah sebuah tipu daya dan istidraj yaitu kenikmatan yang disegerakan di dunia sedang di akhirat ia mendapat siksa, serta kesesatan yang tampak laksana petunjuk, termasuk tergelincirnya hati yang mengakibatkan agama seorang hamba menjadi rusak tanpa ia sadari."
Istidraj adalah kebahagiaan yang semu. Bagaimana tidak dikatakan semu, hidup di dunia ini saja sudah merupakan ujian, ditambah lagi dengan berbagai kebahagiaan yang didapatkan di dunia ini adalah semu. Allah membiarkan manusia seakan-akan mendapatkan rahmat, keberuntungan, dan kesuksesan, yang membuatnya merasa nyaman dan aman dari murka Allah, padahal kelak di akhirat ia tidak akan dipedulikan oleh-Nya.
Begitulah sejatinya istidraj, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, dari ‘Uqbah bin ‘Amir diriwayatkan oleh Imam Ahmad No.17349, dan At-Thabrani dalam Al-Kabir, No.913, “Apabila kalian melihat Allah memberi seorang hamba sebagian perkara dunia yang didambakannya, sedang dia terus berada dalam kemaksiatan, maka ketahuilah itulah yang disebut istidraj yaitu jebakan Allah. Kemudian rasul membaca firman Allah surah Al-An’am ayat 44, 'Tatkala mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka, Kami pun membukakan semua pintu-pintu kesenangan untuk mereka; sehingga apabila mereka bergembira dengan apa yang telah diberikan kepada mereka, Kami siksa mereka dengan sekonyong-konyong, maka ketika itu mereka terdiam berputus asa.'”
Segala perbuatan maksiat yang Allah balas dengan nikmat, Allah buat dia lupa untuk bertobat, sehingga dia sedikit demi sedikit semakin dekat dengan azab, selanjutnya kelak Allah berikan hukumannya, itulah istidraj.
Maka, jangan terburu-buru bangga dan berbahagia jika harta berlimpah, padahal jauh dari sedekah. Rezeki berlipat-lipat, padahal jarang salat dan rajin berbuat maksiat. Dikagumi dan dihormati, dipandang sebagai orang hebat, padahal akhlak bejat. Diikuti dan diteladani serta diidolakan, padahal culas suka mengadu domba, tikung sana tikung sini demi kedudukan. Jarang diuji sakit, padahal dosa menumpuk membukit. Tidak pernah diberikan musibah, padahal akhlaknya sombong nan angkuh juga bedebah. Bahkan anak-anaknya sehat-sehat juga cerdas-cerdas, padahal diberikan nafkah dari harta hasil culas. Hidup bahagia penuh suka ria, padahal banyak orang terluka karenanya. Karirnya terus menanjak, padahal hasil menginjak-injak. Semakin hari semakin makmur, padahal berlumur dosa sepanjang umur.
Maka waspadalah dari hal-hal yang demikian, ingatlah firman Allah dalam surah Al-A’raf ayat 99, "Maka apakah mereka merasa aman dari makar Allah yang tidak terduga-duga? Tiada yang merasa aman dan makar Allah kecuali orang-orang yang merugi.”
Allah menimpakan istidraj bagi para pelaku maksiat dengan memberikan kenikmatan dan kebahagiaan. Mereka akan merasa aman dan tidak merasa khawatir jebakan kenikmatan ini, padahal mereka terus-menerus membodohi diri sendiri dengan terus berada dalam kemaksiatan sehingga turunlah murka Allah yang menimpa mereka. Maka janganlah kita tergesa-gesa merasa aman dan malah bangga dengan jebakan ini. Karena Allah akan membiarkan kita semakin lalai dan semakin diperbudak dunia, Allah akan membuat kita lupa akan datangnya kematian.
Jangan dulu merasa aman dan tenteram dengan hidup kita saat ini, seakan kita hidup penuh berkah dari Allah, lihatlah selalu diri kita. Apabila segala kenikmatan dan kesenangan yang Allah titipkan justru membuat kita semakin jauh dari Allah dan melupakan segala aturan-Nya, maka kita harus bersiap untuk menantikan konsekuensinya, karena sesungguhnya janji Allah itu Maha Benar. Janganlah silau dengan kesuksesan dan kemegahan yang ditampakkan seseorang. Bisa jadi dia sedang ditimpa istidraj. Sedang suatu saat nanti Allah tiba-tiba mencabut semua kenikmatan itu, tanpa disadarinya.
Sering-seringlah bermuhasabah, koreksi dan evaluasi diri kita, hingga kita bisa mengenali dan membedakan antara nikmat dan istidraj.
Banyaklah menuntut ilmu syariat, hingga kokoh akidah kita dan tidak mudah tergoda dengan kemaksiatan dan kesesatan yang akan membuat kita binasa dan hina. Perbaiki kualitas ibadah, jaga amalan hati, hati-hati dari menzalimi saudara sesama muslim, jadikan amalan saleh sebagai pakaian diri. Senantiasa perbaiki niat amalan, perbarui tobat, dan terus memohon kepada Allah agar dijauhkan dari jebakan istidraj. Jika masih juga mendapatkan ujian maka berhusnuzanlah bahwa itulah tanda cinta Allah kepada kita.
Wallahu a'lam[]