"Korupsi memang menjadi masalah yang pelik, berbagai upaya sudah dilakukan, namun justru mengalami peningkatan. Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Diky Anandya, menyampaikan bahwa selama semester 1 tahun 2022 sudah ada sebanyak 252 kasus korupsi. 147 kasus di antaranya dengan modus penyalahgunaan anggaran."
Oleh. Maftucha
(Kontributor NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Hakordia (Hari Antikorupsi Sedunia) 2022 baru saja resmi ditutup, pemerintah melalui ketua KPK, Firli Bahuri, mengingatkan kembali pentingnya trisula dalam pemberantasan korupsi. Trisula pemberantasan korupsi yang meliputi penindakan, pencegahan, dan pendidikan diharapkan bisa menyelesaikan masalah korupsi yang sudah menggurita di negeri ini.
Korupsi memang menjadi masalah yang pelik, berbagai upaya sudah dilakukan, namun justru mengalami peningkatan. Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Diky Anandya, menyampaikan bahwa selama semester 1 tahun 2022 sudah ada sebanyak 252 kasus korupsi. 147 kasus di antaranya dengan modus penyalahgunaan anggaran.
Di tengah gencarnya pemerintah melakukan pemberantasan kasus korupsi, justru mata kita disuguhkan dengan banyaknya penangkapan tersangka kasus korupsi, baik melalui OTT atau penyelidikan. Seperti kasus dugaan korupsi LNG di PT Pertamina. Walaupun belum diumumkan siapa tersangkanya. Selain itu, KPK juga melakukan pengungkapan sejumlah kasus dugaan korupsi yang melibatkan kepala daerah, yakni Bupati Memberamo Tengah, Ricky Ham Pagawak, dan Bupati Bogor, Ade Yasin.
Tak kalah menyedihkan adalah kasus dugaan korupsi yang melibatkan Rektor Universitas Negeri Lampung (Unila), Prof Dr Karomani. Ia kepergok dalam operasi tangkap tangan (OTT) KPK, Sabtu (20/08/2022) dini hari. Yang menyesakkan dada, Karomani ditangkap bersama pejabat kampus lainnya dengan barang bukti berupa uang sekitar Rp2 miliar.
Kenapa Korupsi Tak Kunjung Berhenti?
Korupsi seakan menjadi problem yang tidak bisa diselesaikan, dari aparat pusat hingga desa pasti ada tindak pidana korupsi. Pejabat sekelas menteri, bupati sampai lurah semuanya pasti terjebak dalam kubangan korupsi. Entah dalam bentuk suap, penggelembungan dana atau proyek misterius.
Penuntasan kasus korupsi yang dilakukan oleh KPK juga sering mengalami kendala. Dulu ada kasus cicak dan buaya, pernah juga gaduh dengan tes kebangsaan bagi anggota KPK, penangkapan ketua KPK karena diduga melakukan tindak korupsi dan lain sebagainya. Tentu berbagai persoalan tersebut akan menghambat kinerja KPK dalam memberantas kasus korupsi.
Korupsi tentu bukan kasus yang berlangsung lima atau sepuluh tahun, tapi ia bersanding dengan sistem hukum yang dipakai. Indonesia sejak kemerdekaannya mengikrarkan diri memakai sistem demokrasi. Suara rakyat suara Tuhan menjadi slogan sistem ini. Maka, dibentuklah anggota legislatif, eksekutif dan yudikatif, semuanya mengatasnamakan mewakili suara rakyat. Sistem demokrasi menjaring wakil rakyatnya melalui pemilu, dan itu membutuhkan dana yang tidak sedikit, untuk menjadi kandidat partai saja dibutuhkan mahar yang besar. Belum lagi kampanye, dari mana semua uang itu? Pilihannya hanya ada dua, dia orang kaya atau dia dapat uang dari orang kaya.
Dua pilihan itu sama-sama memiliki konsekuensi, yakni balik modal. Jika itu adalah uang sendiri maka uang itu harus kembali, entah dengan korupsi, membuat proyek atau apa pun yang bisa membuat pundi-pundi kekayaan mereka kembali banyak. Namun, jika uang itu berasal dari pemodal, maka tentu pemilik modal akan meminta imbalan, baik berupa kemudahan membuat proyek atau dalam bentuk UU. Tidak ada suara rakyat, yang ada adalah suara pemilik modal.
Islam Menangkal Korupsi
Jika dikaji secara mendalam akan ditemukan bahwa sistem Islam memiliki mekanisme yang efektif dalam mencegah tindakan korupsi, bahkan menutup cela adanya keinginan untuk korupsi.
Pertama, bagi setiap aparat negara dilarang untuk terlibat dalam dua jabatan (Khalifah, pembantu Khalifah, hakim dan seterusnya). Walaupun jabatan itu adalah bisnis keluarganya yang telah dirintis sebelum menjabat sebagai aparat negara. Dengan adanya kebijakan ini, maka sikap condong untuk lebih mementingkan bisnisnya menjadi nihil.
Kedua, seluruh aparat negara harus melaporkan jumlah kekayaan sebelum diangkat sebagai aparat negara. Dan akan dihitung ulang ketika jabatannya telah selesai. Dengan demikian jika ada kekayaan di luar kewajaran, khalifah akan mengambilnya dan akan dimasukkan ke dalam kas Baitulmal.
Dikisahkan bahwa menjelang wafat Abu Bakar r.a. yang saat itu menjabat sebagai khalifah berwasiat kepada Aisyah agar seluruh kekayaannya dihitung, jika ada kelebihan harta sesudah menjabat ia menyuruh Aisyah agar menyerahkannya kepada negara. Aisyah kemudian menghitung harta kekayaan ayahnya, dan tidak ada harta yang bertambah kecuali seekor unta yang biasa dipakai untuk menyirami kebun dan seorang hamba sahaya yang memiliki bayi.
Demikianlah teladan yang diberikan oleh Abu Bakar sebagai khalifah, jabatan yang menjadi amanahnya tidak menjadi kesempatan baginya untuk memperkaya diri, padahal beliau juga seorang pedagang.
Ketiga, dalam pandangan Islam jabatan adalah amanah yang akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah. Maka, dalam mengemban amanah ini aparat negara tidak akan mendapatkan gaji, namun hanya santunan sesuai kebutuhan mereka sebagai kompensasi atas kinerjanya untuk negara.
Keempat, jika masih ditemukan adanya kasus korupsi, maka sistem Islam memiliki sanksi yang tegas sesuai dengan jenis tindak kriminal yang dilakukan. Khalifah akan melakukan pemecatan bagi siapa saja yang terbukti melakukan tindakan korupsi.
Jika demikian, maka jabatan tidak akan menjadi rebutan seperti sistem demokrasi saat ini. Begitu juga dalam pemilihan pemimpin, tidak perlu biaya yang mahal karena semuanya dipilih melalui mekanisme yang mudah dan efisien. Semuanya didukung oleh individu-individu yang bertakwa hasil dari penerapan syariat Islam yang menyeluruh.[]
Photo : Freepik.com