Demi Investasi Jangan Lupakan Harga Diri Negeri

”Polemik revisi UU IKN ini makin menunjukkan bahwa undang-undang buatan manusia akan selalu berbenturan dengan pemilik kepentingan, oleh karenanya akan selalu berubah-ubah.”

Oleh. Isty Da’iyah
(Kontributor NarasiPost.Com Mutiara Umat Institute)

NarasiPost.Com-Keinginan memiliki ibu kota negara yang modern, maju, tertata, tertib dan rapi adalah hal yang wajar. Apalagi jika pembangunannya akan memberi manfaat dan keuntungan bagi seluruh rakyat. Karena sejatinya, dalam Islam pemindahan ibu kota adalah sesuatu yang boleh-boleh saja selama negara mampu dan memiliki kas bagi pemindahan tersebut. Sebagaimana diketahui, pusat ibu kota Islam juga beberapa kali berpindah.

Namun, jika pemindahannya itu dilakukan pada saat yang tidak tepat, misalnya kas negara dalam keadaan kosong, dan menimbulkan menumpuknya utang, maka lain lagi perkaranya. Karena hal ini justru akan mengancam kedaulatan negara, dan bisa menyengsarakan rakyat. Terlebih jika pemindahan ibu kota negara justru akan menimbulkan masalah baru dalam hal ekosistem dan lingkungan serta dalam hal pendanaannya. Maka hal ini justru tidak boleh dilakukan.

Sebagaimana pada proyek IKN, yang hingga saat ini masih menuai pro dan kontra dari banyak pihak. Meskipun pembangunannya sudah dimulai, banyak pihak yang menilai proyek ini terkesan tergesa-gesa. Karena proyek besar IKN jelas perlu banyak persiapan dan perencanaan. Sehingga, butuh waktu yang tepat. Apalagi negeri ini masih harus bangkit dari krisis akibat pandemi Covid-19 dan berbagai permasalahan sosial ekonomi lainnya. Karena sejatinya setelah pandemi berlalu, urusan yang tidak kalah penting bagi seluruh rakyat adalah pulihnya ekonomi dan tercukupi kebutuhan pokok dan kebutuhan dasarnya.

Pemindahan ibu kota negara (IKN) bukanlah masalah yang sederhana. Namun, begitu cepatnya UU IKN disahkan. Terkesan bak kejar setoran, pemerintah dan DPR begitu cepatnya mengesahkan UU IKN, yang pada akhirnya ada usulan undang -undang harus direvisi ulang. Sehingga jika ditelisik lebih jauh, akan menimbulkan sebuah pertanyaan, untuk siapakah sesungguhnya pembangunan IKN baru ini?

Revisi UU IKN

Di tengah mulainya pembangunan proyek IKN yang belum genap setahun, kini Presiden Jokowi mengusulkan untuk merevisi UU IKN. Revisi ini berkaitan dengan masalah hak lahan yang akan diberikan kepada investor. Urgensinya untuk mempercepat proses persiapan pemindahan IKN serta penyelenggaraan pemerintahan daerah khusus IKN (25/11).

Dilansir dari Tempo.com yang mewartakan bahwa Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Suharso Monoarfa mengatakan, alasan revisi UU IKN adalah untuk mengakomodasi keinginan investor tentang status hak pengelolaan tanah. Ia juga menjelaskan jika revisi UU IKN ini tidak cacat hukum. Karena jika UU IKN tetap jalan tanpa ada revisi, maka akan ada benturan aturan turunan dengan UU yang lain. Menurut Suharso, revisi ini juga membahas mengenai struktur organisasi, kewenangan, soal pertanahan, struktur pembiayaan, dan kewenangan kementerian/lembaga yang bisa dimandatkan sebagai otoritas selaku pengelola IKN (1/12).

Sementara itu menurut salah satu anggota fraksi PKS mengatakan, revisi UU IKN justru menunjukkan praktik ketatanegaraan yang tidak baik. Karena UU IKN tergolong baru, sehingga UU IKN cacat, ada catatan, tidak sempurna, terburu-buru, malah bikin malu. Karena dari awal PKS sudah memberikan pendapatnya jika pindah IKN saat ini, momen maupun anggarannya tidak tepat. Karena saat ini mestinya fokus kepada rakyat yang baru pulih dari pandemi, rawan resesi, dan akan pemilu (Tempo.com, 1/12/22).

Polemik revisi UU IKN ini makin menunjukkan bahwa undang-undang buatan manusia akan selalu berbenturan dengan pemilik kepentingan, oleh karenanya akan selalu berubah-ubah. Demikian juga adanya kesepakatan persoalan tanah dengan pihak asing, dengan alasan apa pun hal ini bisa berbahaya bagi kedaulatan bangsa dan kelangsungan generasi yang akan datang.

Ada Apa di Balik Investasi

Dengan menjadikan investasi sebagai alasan kepemilikan lahan, maka hal ini perlu untuk ditinjau ulang. Karena jika tanah atau lahan diserahkan dalam jangka waktu tertentu kepada pihak asing, bisa jadi ini menjadi penjajahan berkedok investasi. Lalu bagaimana nasib anak negeri di masa yang akan datang? Jika tanah airnya dimiliki oleh asing dengan alasan investasi?

Menurut pemerintah, adanya usulan kebijakan revisi UU IKN adalah sebagai langkah untuk memberikan tawaran yang menarik bagi investor. Sehingga, investor lokal maupun asing mau berinvestasi di IKN.

Jika ditelisik lebih jauh, alasan ini menunjukkan adanya dugaan jika IKN sepi peminat (investor). Sehingga pemerintah harus banting harga dengan memberikan kemudahan kepemilikan lahan. Proyek IKN seakan dilelang, siapa saja boleh menjadi investor.

Hak lahan 180 tahun dianggap sebagai strategi pemanis agar investor mau masuk ke IKN. Indonesia meniru kebijakan ini karena banyak dilakukan negara lain untuk mengembangkan investasinya. Insentif hak lahan yang lama untuk investor menunjukkan betapa tidak mampunya negara untuk membiayai proyeknya (CNN Indonesia, 2/12).

Ibarat kata, kalau dulu para penjajah asing mulai dari Portugis, Belanda, Inggris, dan Jepang harus berdarah-darah, perang melawan penduduk pribumi untuk menguasai sejengkal tanah di bumi Pertiwi. Saat ini cukup dengan berinvestasi sudah bisa menguasai (baca menjajah), hingga 180 tahun.

Lelang yang dilegalkan undang-undang dilakukan. Bertransformasi sebagai bentuk investasi. Padahal, sejatinya hal ini sama saja dengan menggadaikan masa depan anak negeri. Ini menunjukkan ambisiusnya atas proyek IKN, karena sejatinya proyek ini bukanlah proyek yang mendesak mengingat rakyat sedang dalam kesulitan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

Merujuk pada usaha pemerintah untuk memberikan kemudahan kepada investor, maka penting untuk menganalisis lebih mendalam siapa sejatinya yang paling diuntungkan dalam proyek ini. Para oligarki yang punya modal dan para kapital akan mengambil kesempatan ini.

Proyek IKN yang akan didanai oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), dan dukungan BUMN dan BUMD, sisanya dari investor swasta jelas membutuhkan dana yang banyak. Dengan sisa waktu masa jabatan presiden yang kurang dari dua tahun, maka bisa dikatakan kalau pemerintah saat ini harus segera berhasil mendapatkan investor. Karena kalau tidak maka akan ada beberapa kemungkinan terhadap proyek ini. Pertama, proyek ini akan terhambat atau mangkrak. Kedua, proyek ini akan menjadi beban APBN. Jika hal ini terjadi maka rakyat yang akan ikut menanggung bebannya.

Pembangunan Ibu Kota dalam Sistem Islam

Dalam sistem Islam, pembangunan diorientasikan untuk kepentingan rakyat, bukan demi pencitraan pejabat. Apalagi demi keuntungan swasta, baik dalam negeri maupun asing, demikian juga dalam pembangunan atau pindah ibu kota negara.

Adanya pembangunan difungsikan untuk mendukung keberlangsungan dan pertumbuhan kegiatan sosial ekonomi suatu masyarakat. Sehingga keberadaan pembangunan infrastruktur akan sangat menunjang kemajuan sosial dan ekonomi suatu masyarakat.

Dari sisi jangka waktu pengadaannya pembangunan dalam Islam dibagi menjadi dua jenis:

Pertama, pembangunan yang sangat dibutuhkan oleh rakyat dan tidak boleh ditunda. Misalnya fasilitas umum seperti saluran air minum, rumah sakit, sekolah, jalan umum dan sejenisnya.

Kedua, pembangunan yang dibutuhkan namun masih bisa ditunda. Pembangunan pada kategori yang kedua ini tidak boleh dibangun, jika negara tidak memiliki dana sehingga tidak dibolehkan membangun dengan jalan utang dan memungut pajak dari rakyat. Sehingga, pembangunan dalam kategori yang kedua ini boleh dilakukan jika dana APBN atau Baitulmal mencukupi.

Dalam sistem Islam, sumber dana yang digunakan untuk pembangunan ada beberapa, di antaranya dengan memproteksi kategori kepemilikan umum, seperti minyak, gas dan tambang. Pemimpin negara Islam yang disebut khalifah bisa menetapkan kilang minyak, gas dan sumber tambang tertentu, seperti fosfat, emas, tembaga dan sejenisnya untuk membiayai pembangunan yang digunakan untuk kepentingan seluruh rakyat.

Dasar kebolehan khalifah untuk memproteksi dan mengelola kepemilikan umum ini adalah sabda dari Rasulullah saw. yang diriwayatkan oleh Abu Dawud. “Tidak ada hak untuk memproteksi, kecuali milik Allah dan Rasul-Nya.”

Sebagaimana sejarah telah mencatat, contoh pembangunan dan pemindahan ibu kota negara yang terjadi pada masa Khalifah Abu Ja’far Al-Manshur. Pada masa ini, ibu kota negara yang semula berada di al-Hasyimiyah, pindah ke kota Baghdad.

Tujuan kepindahan ini adalah untuk memantapkan dan menjaga stabilitas negara Abbasiyah. Kota yang dibangun oleh Khalifah Abu Ja’far Al-Manshur sangat memenuhi semua aspek kelayakan. Aspek perencanaan, pertimbangan politik, pertahanan, keamanan, arsitek dan tata ruang kota, ekonomi, dan maslahatkan rakyat sangat diperhatikan.

Sejarah telah membuktikan bagaimana sistem Islam mampu mendanai pembangunan kota Baghdad tanpa melibatkan investor swasta maupun asing. Terlebih menambah utang dan melelang lahan untuk para investor. Dengan sistem pengelolaan harta yang sesuai dengan hukum syarak, Khilafah Abbasiyah mampu membangun ibu kota baru. Kekuatan finansial yang didukung oleh kebijakan yang bersumber dari wahyu Allah Swt., telah mendatangkan kemaslahatan bagi seluruh rakyatnya.

Demikianlah, jika Islam dijadikan rujukan dalam kehidupan manusia. Aturannya digunakan dalam segala lini kehidupan. Maka yang terjadi adalah keselarasan antara aturan satu dengan aturan yang lainnya. Tidak ada benturan apalagi politik kepentingan. Wallahu’alam bi shawab.[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Kontributor NarasiPost.Com
isty Daiyah Kontributor NarasiPost.Com & Penulis Jejak Karya Impian
Previous
Lika-liku Menulis Tema Ekonomi
Next
Di Balik Fenomena Generasi Sandwich
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram